Dalam bab ini, Paulus mengingatkan jemaat untuk menjadi manusia yang berhikmat. Sehingga jika ada perselisihan terjadi di antara jemaat tak perlu perkara itu dibawa ke depan ‘hakim dunia’. Jemaat berhikmat bisa menjadi penengah dan pembawa keadilan bagi sesamanya. Bagian kedua bab ini, Paulus merespon terhadap masalah khusus yang dihadapi di tengah krisis kehidupan moral dunia saat ini, yaitu kehidupan seksualitas manusia. Tanpa melupakan hukum Perjanjian Lama yang dikenal oleh para rasul dan juga tradisi Gereja sampai saat ini, kehidupan seksualitas jemaat semestinya patuh terhadap pemahaman iman dalam Yesus Kristus. Bukan semata tentang hal yang baik dan jahat, namun lebih kepada bagaimana praktek dan pengalaman cinta dan seksualitas itu membawa kehidupan manusia pada tahap selanjutnya. Memproklamirkan prinsip moral seksualitas, tanpa menggarisbawahi nilai luhur manusia yang diciptakan secitra dengan Allah, yang dikuduskan melalui pembabtisan dan iman, bagaikan ingin mengumpulkan panenan buah tanpa menanam pohon terlebih dahulu.