Pada bab 11 dan 12, Paulus membandingkan dirinya dengan ‘rasul-rasul’ lain, yang berhasil menarik perhatian atau dihormati jemaat di sana, dan hal ini dianggap penting oleh ‘saingan’ sang rasul. Paulus sadar siapa dirinya dan dia bisa menghakimi mereka jika mau. Posisi yang berbahaya, bahkan bagi seseorang yang sangat percaya bahwa ia terinspirasi oleh Allah sendiri! Namun, hal itu tidak ia lakukan karna ia sadar bahwa manusia duniawi sulit menerima yang berasal dari Allah, bahkan menganggapnya sebagai kebodohan (1 Kor 2:14-15). Paulus, di satu sisi, sungguh yakin bahwa ia mengalami panggilan langsung dari Yesus yang bangkit dan memberikan transformasi kehadiran Kristus dalam hidupnya. Sementara itu, kemelekatan pada penerapan hukum Yahudi yang kelihatan, tidak berasal dari perpektif yang berbeda terhadap iman. Jemaat masih melekat pada aturan-aturan dan hukum, karena belum menemukan pengalaman terbaik sebagai pengikut Kristus. Yesus sudah menunjukan hal ini dalam kasus kaum Farisi, bahwa penerapan hukum agama yang begitu ketat menunjukan kekurangan dalam iman yang benar (Mar: 7:6). Siapapun yang mengalami hidup di dalam Roh, mengejutkan banyak orang terutama ahli-ahli agama, dan hal inilah yang terjadi dengan Paulus di dalam kehidupan menggereja.