Pada bab ini, Paulus menunjukkan bahwa kita tak bisa mengabarkan Injil secara otentik tanpa berdiri teguh dalam kepercayaan. Sikap teguh dan ‘kekeuh’ ini seringkali mengecewakan banyak orang. Kebenaran Injil bukan hanya terletak dalam rumusan dogma; tetapi pada keteguhan dimana kita mengambil posisi, yang menunjukan betapa merdekanya kita. Jika Injil itu memerdekakan manusia maka begitulah seharusnya para pengabar Injil berlaku. Minimal pada beberapa hal dalam praktek kehidupan, harus berani mengambil posisi yang ‘mengganggu’ dan mengejutkan meskipun tidak populer. Yesus sendiri memberi contoh ‘mempertanyakan’ hukum yang sakral tentang hari Sabat, saat dimana hal itu sungguh mengada-ada atau tak perlu dilakukan.