Ketika kekristenan diperhadapkan kepada ancaman yang dapat dikenali merusak atau bisa mengganggu kekristenan, maka orang-orang Kristen harus menjadi bukan saja lebih waspada, namun juga bisa berantisipasi secara benar, sehingga bisa tetap melestarikan, menumbuhkan, dan memurnikan hidup kekristenannya. Kekristenan yang tidak diperhadapkan kepada realitas tantangan yang dikenali mengubah, membuat kekristenan menjadi palsu. Jadi, kekristenan yang tidak diperhadapkan kepada realitas tantangan yang dikenali itu bisa justru menjerumuskan kekristenan ke dalam kehidupan yang wajar sebagai anak-anak dunia, sehingga orang-orang percaya tidak memposisikan diri sebagai orang Kristen yang benar, tidak memposisikan diri sebagai pengikut Yesus, dan tidak memposisikan diri sebagai anak-anak Allah yang benar. Selanjutnya, pasti tidak ada usaha untuk menolong orang lain yang masih ada dalam kekuasaan dosa, untuk dikembalikan ke rancangan yang semula Allah. Sebab, orang-orang Kristen yang tidak diperhadapkan kepada realitas yang dikenali sebagai mengancam hidup kekristenannya, cenderung menjadi lengah.
Kalau kita memperhatikan hidup Tuhan Yesus Kristus, Ia dibenturkan dengan realitas yang mengancam visi yang diemban-Nya dari Bapa; apakah itu ancaman terang-terangan secara fisik, maupun terselubung. Namun, Tuhan Yesus dapat mengatasinya, dan tampil sebagai Pemenang. Pada zaman gereja mula-mula, yang dipakai oleh kuasa gelap adalah rezim agama dan kekuatan politik, yaitu kekaisaran Roma. Tetapi sejarah menunjukkan bahwa orang-orang Kristen tidak takluk, tidak kalah; kekristenan tidak punah, kekristenan tetap eksis, bahkan menjadi murni. Selama ratusan tahun, kekristenan menghadapi serangan dari pihak-pihak ini, tetapi tetap kokoh, tetap terpelihara. Gereja mula-mula bisa mengenali ancaman yang mereka hadapi dan yang bisa membahayakan bagi iman Kristen, dan mereka bersikap waspada. Mereka mengantisipasinya, dan sejarah mencatat mereka tampil sebagai pemenang.
Kuasa gelap tidak akan pernah berhenti mengadakan serangan. Hal ini akan terus berulang di sepanjang sejarah. Iblis akan menggunakan segala cara untuk menumpas Injil yang murni. Hal itu dilakukan secara sistematis, masif, meluas, dan terstruktur. Kita hari ini masih harus menghadapi kekuatan-kekuatan antikris—orang-orang yang tidak menerima Yesus sebagai Juruselamat—dengan memakai sarana politik, sosial, dan ekonomi, dengan segala sarana untuk membungkam, memberangus Injil, menekan dan mempersempit gerak serta penyebaran Injil. Namun, hal itu di luar kemampuan kita. Sekarang yang kita hadapi lebih berat, yaitu arogansi orang-orang Kristen tertentu dengan doktrinnya, kemakmuran duniawi, dan penghormatan manusia, kebanggaan terhadap lembaga atau nama sebuah komunitas. Inilah yang orang Kristen harus hadapi yang sering tidak dikenali sebagai ancaman yang hendak menekan, mengintimidasi kekristenan.
Hal ini berperan besar dalam menghancurkan gereja Tuhan dan kehidupan iman yang murni, yaitu dengan menggantikan percaya kepada pribadi Allah dengan memercayai suatu ajaran atau doktrin mengenai Allah. Mereka yang mengajarkan itu mengisyaratkan secara tidak terang-terangan bahwa keselamatan adalah sesuatu yang mudah dicapai, mudah diperoleh, asal memercayai doktrin yang mereka anggap resmi, legal, atau sah. Mereka mewarisi doktrin-doktrin tersebut dari para teolog masa lalu; dan secara tidak langsung, mereka mensakralkan doktrin itu, dan tidak hidup dalam otoritas Alkitab. Biasanya pandangan para teolog yang mereka yakini sebagai kebenaran, dianggap mutlak; sudah benar sesuai dengan Alkitab atau sejajar dengan otoritas Alkitab. Tanpa sadar, mereka mengkudeta wibawa Alkitab.
Dunia yang hanya menjunjung nilai-nilai kemanusiaan tetapi mengeliminir Allah, menjadi dunia yang tidak takut akan Allah. Sebab pada dasarnya, mereka tidak menjadi anak-anak Allah dan lupa bahwa mereka tidak berasal dari dunia ini. Orang-orang ini bukan orang jahat secara umum.