Firman Tuhan mengajarkan agar kita memindahkan hati ke surga. Dengan demikian, mata hati kita akan selalu terarah kepada janji kedatangan-Nya. Memang hidup dengan meyakini janji kedatangan Tuhan dan pemerintahan Allah yang akbar nanti, akhirnya menjadikan kita seperti pemimpi-pemimpi. Orang-orang di sekitar kita memandang hal tersebut sebagai omong kosong. Diam-diam, dalam hati mereka mengolok-olok atau mencemooh kita. Jadi, kita mengerti mengapa orang mengolok-olok Nuh tatkala memberitakan berita keselamatan. Juga Lot, ketika mengajak orang-orang keluar kota Sodom. Tetapi, mimpi kita bukanlah sesuatu yang kosong. Mimpi kita adalah nubuatan Alkitab yang akan digenapi. Itulah visi. Seperti Abraham memiliki mimpi dan hidup di atas mimpi tersebut, kita pun belajar demikian (Ibr. 11:8,10,16). Itulah yang namanya berjalan dengan iman, bukan dengan penglihatan (2Kor. 5:7). Nuh berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun berjalan dengan iman. Dengan iman, bukan dengan penglihatan. Nuh menggerakkan diri dan keluarganya untuk berjuang membuat bahtera. Hal ini menjadi inspirasi kita. Hal yang sama juga kita lakukan dengan menujukan pikiran kita pada kedatangan pemerintahan Kerajaan Surga nanti. Kedatangan Tuhan dan pemerintahan teokrasi yang dijanjikan Tuhan menjadi peragaan hebat yang sangat menakjubkan, yang akan kita saksikan dan alami nanti.
Kita harus berani memercayai apa yang Tuhan katakan atau janjikan. Orang-orang zaman Nuh tidak akan menduga bahwa mereka akan mengalami bencana yang begitu dahsyat. Sementara, Nuh dan keluarganya tidak menduga betapa nyamannya bahtera hasil kerja keras mereka selama bertahun-tahun. Calon menantu Lot tidak akan menduga bumi mereka dijungkirbalikkan Tuhan, dan api belerang membakar kota mereka. Sebaliknya, ketika Lot keluar dari Sodom dan Gomora, ia baru mengerti betapa beruntungnya keluar dari kota itu. Pada waktu masih di Sodom, Lot masih ada sedikit keraguan untuk meninggalkan kota Sodom. Itulah sebabnya mereka berlambat-lambat. Kemudian, malaikat menarik mereka keluar dari Sodom. Setelah menyaksikan kedahsyatan api dan belerang membumihanguskan kota Sodom dan Gomora, barulah Lot dan anak-anaknya menyadari betapa bersyukurnya terhindar dari penghukuman Tuhan. Betapa mengerikan seandainya Lot dan anak-anaknya menolak keluar dari kota Sodom. Puji Tuhan, mereka mengikuti jejak para malaikat, sehingga terhindar dari bencana.
Gambaran yang jelas mengenai penyesalan karena tidak bertobat, dapat kita temukan di Lukas 16:19-25. Peristiwa ini cermin dari kehidupan manusia. Banyak orang tidak sadar, betapa dahsyatnya kengerian api kekal, tetapi juga tidak menyadari betapa beruntungnya ada di “pangkuan Abraham.” Memercayai Tuhan juga berarti masuk ke dalam apa yang dijanjikan Tuhan di waktu mendatang. Masuk ke dalam apa yang Tuhan janjikan, artinya mulai sekarang hidup kita diarahkan kepada kehidupan nanti. Inilah yang namanya berjalan dengan iman. Air bah belum melanda bumi, tetapi keluarga Nuh sudah memasuki kehidupan yang Tuhan janjikan. Ini juga berarti hidup dalam janji Bapa. Yang paling mengagumkan adalah kehidupan Abraham. Seluruh kehidupannya adalah kehidupan untuk masa depan. Walau ia tidak mengalami, tetapi sampai mati ia percaya (Ibr. 11:13). Sampai mati, Abraham tidak mengalami apa-apa yang dijanjikan Tuhan, tetapi imannya tidak pudar. Abraham adalah sosok manusia yang hidup untuk masa depan. Inilah kehidupan yang Tuhan kehendaki. Inilah yang dimaksud Tuhan dengan “mengumpulkan harta di surga” (Mat. 6:19-24). Di bumi, ngengat dan karat merusak, pencuri dapat mencuri serta membongkarnya. Harta surgawi kekal.
Hendaknya, kita tidak menjadi keras kepala seperti bangsa Israel yang menolak apa yang Tuhan katakan, bahwa di Kanaan mereka akan menjumpai tanah yang berlimpah susu dan madu. Bangsa Israel sudah terikat dengan Mesir. Hal ini sejajar dengan nasihat: “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.