Share Bincang SDA
Share to email
Share to Facebook
Share to X
By Hamdan
The podcast currently has 16 episodes available.
Layanan irigasi Jember terluas di Jawa Timur, yaitu 86 ribuan hektar. Tapi makin kesini, pengelolaan irigasi makin memprihatinkan. Banyak faktor penyebab, diantaranya, kurangnya SDM irigasi. Pendek kata, sejak otoda, semua aspek pengelolaan irigasi terdegradasi dan makin jauh dari ideal. Selengkapnya, kita ikuti bincang SDA bareng Pak Suut Muriyanto, dengan topik :
Selamat menyimak!
Kunjungi situs kami www.hamdan.link
Kritik dan saran via email : [email protected]
Rencana kontak dengan Bapak Firman Widodo, Ketua HIPPA Sriwijaya - Gumelar sudah cukup lama, namun secara kebetulan beliau ada perlu ke Dinas PU. Akhirnya bisa ngobrol lepas dengan beliau. Sayangnya, suara latar belakang suasana kantor lagi ramai. Tapi semoga masih bisa menangkap pembicaraan ini.
Pola penataan lembaga HIPPA yang berbasis desa, dalam hal ini di Jember, memberikan konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, lembaga lebih sederhana dan paralel dengan pemerintah desa, yang nota bene memiliki legitimasi yang kuat, baik struktural maupun kultural. Negatifnya, lembaga HIPPA yang berbasis desa secara teknis akan rancu dengan sistem pengelolaan irigasi yang berbasis Daerah Irigasi. Salah satu fenomena adalah pada HIPPA Sriwijaya - Gumelar ini memiliki keanggotaan di 4 GHIPPA dan 1 IHIPPA.
Jika lembaga HIPPA secara aturan bisa dibentuk berbasis desa atau tersier (teknis) berbeda dengan GHIPPA dan IHIPPA. Lembaga gabungan dan induk ini harus dibentuk berbasis jaringan. Hal ini sejalan dengan sistem pengelolaan daerah irigasi yang menuntut peran aktif petani. Daerah Irigasi harus dikelola dari hulu ke hilir, dan tidak mengenal batas wilayah administrasi, baik desa, kecamatan bahkan hingga lintas provinsi.
HIPPA Sriwijaya - Gumelar karena lokasi-nya ini, petak-petak sawahnya mendapatkan manfaat, yaitu :
DI Bedadung (13.245 Ha) karena cukup luas, sesuai dengan aspirasi petani dibentuk di Induk HIPPA pada masing-masing primernya. Alasan lain, masing-masing primer sudah punya pola sendiri dan kecil korelasinya.
Daerah-daerah irigasi sebagian besar adalah kewenangan pusat, karena luas layanan diatas 3.000 Ha. DI Talang sedang mendapatkan program SIMURP. Adapun DI Bedadung dalam proses penataan oleh kabupaten berkoordinasi dengan BBWS Brantas agar nantinya dapat ditindak-lanjuti dalam program PTGA dari Pusat. Secara kebetulan, DI Candi (433 Ha) yang merupakan kewenangan kabupaten mendapatkan program IPDMIP. Wal hasil, semua GHIPPA dan IHIPPA sedang aktif dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam wawancara kali ini membahas diantaranya:
Diskusi lebih lanjut bisa melalui:
www.hamdan.link
email: [email protected]
Twitter : hamdaninami
Facebook: hamdaninami
DI Talang (8.167 Ha) meliputi 23 desa/ HIPPA pada saat ini mendapat perhatian berupa Program SIMURP, perlu kiranya segera berbenah segala aspeknya. Dalam hal aspek kelembagaan, DI. Talang memiliki 5 lembaga GHIPPA dimana telah membagi wilayah kerjanya sesuai teknis jaringan irigasi, baik primer maupun sekunder. Lima lembaga GHIPPA tersebut juga tergabung dalam 1 induk HIPPA, yaitu IHIPPA Mayangsari - DI. Talang.
Episode 11 ini adalah wawancara dengan Ketua IHIPPA Mayangsari - DI Talang, mulai dari kisah mistis pembangunan Dam Talang, hingga masalah teknis irigasi. Dari masalah kelembagaan petani hingga upaya menghidupkan kembali partisipasi.
Kritik saran masukan, silahkan disampaikan melalui :
Terima kasih dan selamat mengikuti..
Memimpin sebuah lembaga petani, dalam hal ini P3A, tentu tidak hanya kemampuan teknis dan menejerial saja yang dibutuhkan, akan tetapi juga kemampuan strategi dan taktik. Dalam sebuah tekanan situasi yang buruk, bagi mereka yang piawai dalam hal taktik, boleh jadi adalah sebuah momen yang tepat untuk melakukan perubahan signifikan.
Bapak Sunarko, Ketua HIPPA Sumber Makmur- Pakusari sekaligus Ketua GHIPPA Ridho Makmur - DI Gudang Kalisat, Jember adalah contoh kongkrit bagaimana upaya menyiasati berbagai situasi sehingga bisa mengawal kedaulatan petani dalam mengelola irigasi di tingkat tersier. Setiap 5 tahun melakukan pemilihan pengurus HIPPA, dimana pemilihnya adalah keterwakilan dari 10 wilayah blok. Semua kablok juga dipilih secara demokratis oleh petani anggota masing-masing blok.
Berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga konsisten mengawal pelaksanaan AD/ART, HIPPA Sumber Makmur - Pakusari mampu meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi sehingga mencapai zero gagal panen akibat kekeringan. Untuk mendukung aspek finansial, HIPPA Sumber Makmur - Pakusari memiliki beberapa unit usaha, yaitu Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA), Loket Pembayaran (PPOB), dan Unit simpan pinjam.
Berikut ini adalah wawancara dengan Bapak Sunarko.
Kritik saran masukan, silahkan disampaikan melalui :
Terima kasih dan selamat mengikuti..
Permasalahan dalam pemberdayaan lembaga petani khususnya P3A tentu banyak aspek yang saling terkait. Upaya pemberdayaan P3A tentu tidak bisa dilakukan secara parsial. Aspek pertanian sendiri, selain masalah irigasi, masih ada aspek pendukung lain, mulai dari sarana produksi (pupuk, pestisida, benih, alat mesin pertanian), pengolahan pasca panen hingga pemasaran. Belum lagi aspek politik, sosial, dan budaya, yang ada di desa, tentunya juga akan terkait dengan lembaga-lembaga lain.
Topik-topik pada episode ini, yaitu:
Kritik saran masukan, silahkan disampaikan melalui :
Terima kasih dan selamat mengikuti..
Sebuah lembaga dibutuhkan keberadaannya karena ada tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan. Demikian juga, keberadaan lembaga P3A dibutuhkan apabila dia menjalankan tugas pokok dan fungsinya, yaitu mengawal pembagian air irigasi kepada petani sebagai anggotanya tanpa dibedakan-bedakan, dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan. Tugas pokok ini menuntut penataan aturan main dalam lembaga yang harus ditegakkan sesuai kesepakatan bersama. Dibutuhkan pendampingan kepada petani mengenai substansi berlembaga, bukan hanya tuntutan formalitas belaka.
Topik-topik pada episode ini, yaitu:
Kritik saran masukan, silahkan disampaikan melalui :
Terima kasih dan selamat mengikuti..
Lembaga P3A sebagai penerima manfaat sekaligus bagian dari Kelembagaan Pengelolaan Irigasi, diharapkan dapat bersinergi sehingga kinerja pengelolaan irigasi semakin handal. Apakah harapan ini berlebihan?
Topik yang dibahas pada episod ini, yaitu:
Pada bagian 1, terdiri dari sub topik, harapan terhadap lembaga P3A:
Pada bagian 2, terdiri dari sub topik, kenyataan yang terjadi di lembaga P3A:
Pada bagian 3, analisa dan pembahasan (51:20).
Kririk, saran masukan, silahkan ke
Mengelola sebuah sistem oleh sebuah lembaga, tentu permasalahannya sederhana. Lain halnya dengan mengelola sistem-sistem dari berbagai kewenangan yang berbeda-beda, oleh lembaga-lembaga yang berbeda-beda pula. Begitulah yang terjadi dalam pengelolaan irigasi, obyek dan subyeknya sama-sama kompleks. Upaya yang dilakukan, yaitu menyatukan lembaga pengelolanya, yaitu KPI atau kelembagaan pengelola irigasi. KPI terdiri dari lembaga pemerintah, lembaga petani dan Komisi irigasi. Yang dibutuhkan untuk menyatukan lembaga-lembaga ini adalah sebuah pemahaman yang sama di semua lini dan sektor, kemudian menyusun kesepakatan mekanisme kerja yang terintegrasi, dan yang terakhir adalah bagaiamana agar dapat melaksanakan kesepakatan mekanisme kerja itu secara konsekuen.
Poin-poin yang akan dibahas pada episod ini, yaitu :
Kritik saran dan masukan bisa disampaikan ke:
The podcast currently has 16 episodes available.