Beberapa tahun terakhir, terjadi perubahan cukup signifikan dalam pola gerakan organisasi yang membawa ideologi transnasional. Menyadari bahwa ide-ide yang diusung memiliki jarak dengan masyarakat Indonesia, gerakan tersebut kini mencoba mencari konteks lokal. Banyak cara yang transnasionalis lakukan sebagai upaya mendekat ke masyarakat Indonesia.
Ideologi transnasional Islam terinspirasi oleh konteks peristiwa di luar negeri. Ikhwanul Muslimin adalah gerakan pasca-kolonialisme di Mesir. Sedangkan Hizbut Tahrir dibentuk oleh komunitas pengungsi Palestina di Yordania. Kelompok Al-Qaeda atau ISIS didorong oleh adanya monarki dan pemerintah sekuler di Timur Tengah. Mereka mengampanyekan keemasan masa lalu dunia Islam, sebagai solusi persoalan muslim saat ini.
Di Indonesia, kontestasi Islam dan politik transnasonal diekspresikan dalam tiga model. Pertama, jaringan teroris yang melakukan aksi kekerasan. Jumlah mereka sangat sedikit dengan sumber inspirasi seperti Al-Qaeda, ISIS dan Darul Islam. Kedua, gerakan tanpa kekerasan yang memiliki basis massa cukup besar dan sebagian ada di parlemen. Inspirasi mereka adalah Ikhawanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Ketiga, gerakan nir-kekerasan konservatif sosial yang mempromosikan kembali nilai-nilai konservatif ke dalam masyarakat. Mereka adalah Salafi dan Wahabi.
Bagi Indonesia, tantangan dari ketiganya datang dalam bentuk beragam. Teroris melakukan aksi kekerasan, kelompok kedua melakukan gerakan massa dan kelompok ketiga mengkampanyekan gaya hidup konservatif yang makin menarik bagi kalangan muda di Indonesia, dan populer dengan istilah hijrah. Lalu bagaimana intelektual Muslim di Indonesia menanggapi isu tersebut?
Redaksi Harakatuna, pada Kamis (21/7) kemarin, melakukan wawancara dengan Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag., Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis “Islam dan Politik di Indonesia Terkini”, “Pemikiran Politik Islam Tematik, Agama dan Negara”, dan berbagai kajian Islam dan politik itu menjadi narasumber dengan topik “Islam dan Kontestasi Politik Transnasional di Indonesia”. Bagaimana penjelasan Prof. Sukron?
Yuk simak wawancara selengkapnya.