Meski pandemic Covid-19 menjadi pusat fokus seluruh negara di dunia, dampaknya ternyata bukan hanya kepada dunia kedokteran dan kesehatan publik. Belakangan ini dunia cybersecurity juga terkena dampak krisis ini dengan semakin maraknya kejadian data breach yang menimpa hingga ke Indonesia. Survey yang di lakukan oleh Institute Security and Privacy di Carnegie Mellon University dan juga telah di presentasikan di IEEE Workshop 2020, telah memberikan kenyataan yang cukup membuat kaget praktisi cybersecurity. Pasalnya dari survey ini di temukan bahwa hanya terdapat 33 persen dari pengguna yang mengganti password setelah akunnya terkena insiden data breach. Dan yang lebih mengherankan lagi adalah sepertiga dari 33 persen pengguna tadi baru mengganti password akunnya tiga bulan kemudian. Pastinya kita semua sadar akan bahaya dari data breach terhadap privacy data, namun pada prakteknya tidak semua orang betul-betul menerapkan awareness yang dia ketahui. Wah, semoga sobat pendengar Bincang Cyber termasuk kelompok pengguna yang tidak hanya aware, namun juga terus meningkatkan keamanan atas akun yang di miliki. Pada episode ke 29 di Bincang Cyber ini, saya akan mengangkat kejadian insiden keamanan yang baru terjadi beberapa hari yang lalu. Yaitu serangan ransomware yang menimpa perusahaan otomotif Honda. Kejadian ini tentunya sangat mengagetkan, apalagi dengan nama besar yang di miliki perusahaan tersebut. Serangan yang tiba-tiba terjadi ini berdampak tidak hanya pada satu lokasi atau department, sehingga berpengaruh pada layanan kepada pelanggan. Komentar kritik dari pelanggan yang bersumber dari cuitan twitter pun muncul secara sporadis memberikan tekanan kepada perusahaan. Meski pihak perusahaan hingga saat podcast ini di rekam tidak memberikan keterangan detail tentang kondisinya, namun beberapa sumber yang saya peroleh dari berbagai peneliti dan sumber berita bisa saya rangkum disini. Mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan tentang bahaya atas serangan ransomware secara umum.
Honda Ransomware attack
Kejadian yang serangan Ransomware yang menimpa sebuah global operation perusahaan otomotif Honda di Amerika Serikat baru-baru ini cukup mengejutkan banyak pihak. Hal ini tidak hanya menyebabkan system online mereka tidak dapat di akses oleh pelanggan, namun juga Honda terpaksa men-shutdown beberapa lokasi produksi, termasuk finansial service operation mereka. Serangan yang di lakukan oleh peretas adalah dengan memanfaatkan malware, yang bekerja dengan meng-encryption kan file-file yang tersimpan. Malware ini secara spesifik di sebut dengan Snake Ransomware. Ada banyak sekali varian jenis malware (atau malicious software), namun varian yang melakukan penyerangan dengan meng-encrypsi file sehingga tidak bisa di akses oleh pemiliknya di sebut sebagai ransomware. Tidak ada perubahan letak fisik file tadi, namun encryption yang di terapkan kepada file-file tersebut membuat akses pemilik menjadi tidak dapat di lakukan. Dan dalam kasus Honda, tidak di berikan pesan oleh peretas mengenai berapa banyak ransom (atau tebusan) yang di minta agar peretas memberikan akses kembali atas file yang telah di encryption tersebut. Oleh Honda peristiwa serangan ini di sebut sebagai major ransomware attack disebabkan besaran dampak dan impact kepada sistem operational mereka. Beberapa waktu berselang setelah kejadian, pihak regional Honda secara bertahap berhasil mengaktifkan kembali beberapa pabrik otomotif tersebut, namun tetap masih berkendala untuk mengaktifkan customer service website milik mereka. Hal ini terlihat dari beberapa komplain dari pelanggan melalui cuitan di twitter.
Pihak Honda menjelaskan bahwa serangan ransomware ini tidak berdampak sama sekali kepada data pelanggan mereka, ini artinya informasi Personal Identifiable Informasion (PII) yang tersimpan di database Honda aman dari serangan peretas. Namun hal ini hanya di dasarkan kepada data yang di e...