Dalam beberapa kasus cyberattack, Covid19 di jadikan sebagai tema serangan. Dari mulai serangan phishing dengan menggunakan subject email covid19, hingga serangan kepada organisasi yang memberikan fokus pelayanan medis pandemic ini. Di perkirakan ada sekitar 25ribu email dan password berhasil di retas yang menimpa ketiga organisasi kesehatan WHO, the National Institute of Health (NIH), dan the Center of Disease Control and Prevention (CDC) pada April 2020. Tidak hanya mengenai insiden keamanan terkait Covid19, beberapa kejadian cyberattack di tahun 2020 yang bisa saya kumpulkan akan saya sampaikan dalam urutan bulan. Ulasan mengenai cyberattack ini sifatnya adalah merupakan pengamatan pribadi dan pastinya tidak mencerminkan keseluruhan jumlah kejadian yang terjadi pada periode tersebut. Malam tahun baru 2020 di warnai dengan serangan malware yang menimpa sebagian besar system Travelex, sebuah perusahaan money travel service. Meski tidak di temukan adanya kebocoran data, namun serangan malware ini memaksa Travelex untuk menshutdown systemnya agar dapat mencegah penyebaran (atau lateral movement) yang lebih luas. Dampaknya, proses yang tadinya online di pindah ke cabang di berbagai dunia untuk di kerjakan secara offline. Kasus lain adalah yang menimpa Microsoft sehubungan dengan lima server ElasticSearch mereka yang tereskpose ke Internet. Meski respon sigap dari team Security Microsoft, namun tidak berhasil mencegah 250 juta records yang telah bocor. Data yang ter-eksfiltrate ini berisi email address, IP address, dan detil support case. Kasus lain yang terjadi di bulan ini adalah kebocoran 30 juta record kartu kredit pelanggan Toserba yang bernama Wawa yang bersumber dari 850 cabang. Kejadian ini hampir di pastikan merupakan kebocoran data retail store terbesar selama tahun 2020.
Pada bulan February 2020, perusahaan Estee Lauder mengalami kebocoran data percakapan internal email. Meski pihak perusahaan mengkonfirmasi bahwa data pelanggan tidak ikut bocor, namun keseluruhan percakapan internal yang ter-eksfiltrate mencapai 440 juta record yang di sebabkan oleh aplikasi middleware. The Defense Information Systems Agency (DISA), yang menangani pekerjaan IT untuk Gedung Putih, mengakui data breach yang berpotensi membahayakan informasi PII karyawan. Dalam hal ini, Department of Defense (DoD) tidak memberikan informasi detil mengenai insiden ini namun mereka mengkonfirmasi tidak di temukannya penyalahgunaan atas data yang ter-ekfiltrate tersebut.Di bulan Maret 2020, perusahaan telekomunikasi US yang bernama T-Mobile men-disclose informasi tentang serangan hacker pada email akun milik karyawannya yang berpotensi menyebabkan data breach pelanggan. Data milik beberapa pelanggan seperti nama, alamat, nomor telpon, nomor account, paket langganan, dan informasi billing di perkirakan berhasil di ambil. Kasus lain pada bulan ini adalah yang menimpa Marriott. Ini merupakan insiden kedua kalinya, setelah sebelumnya di beritakan terjadi pada bulan November 2019 yang menimpa jaringan Starwood. Insiden kali ini, jumlah record yang terkena breach adalah berjumlah 5.2 juta record nasabah. Peretas mengakses data pengguna loyalty program Marriott Bonvoy setelah meretas akses login karyawan. Record ini berisi data nasabah berupa personal detail nasabah, loyalty account information, partnership information, dan preference nasabah ketika menginap. Pihak Marriott mengungkapkan serangan ini telah terjadi sejak pertengahan Januari dan bahwa data mengenai password, nomor PIN, informasi payment card, nomor passport, nomor SIM, dan nomor identitas penduduk tidak ikut terdampak.
Kemudian pada bulan April 2020, perusahaan game console Nintendo mengumumkan telah terjadi serangan account hijacking atas 160 ribu akun user yang memanfaatkan celah keamanan dari legacy login system Nintendo Network ID (atau NNID) yang masih di fungsikan untuk console lama seperti Nintendo Wii U dan Nintendo 3DS.