Ombak, tato, dan keberadaan Suku Mentawai menjadikan Kepulauan Mentawai sebagai zamrud khatulistiwa. Pulau ini juga disebut sebagai Galapagos Indonesia.  Pulau yang memiliki kekayaan flora dan fauna yang unik sebagai taman biosfer dunia. Kisah tato Mentawai menjadi cerita miris saat menginjakan kaki di sana. Tato tak hanya sekedar identitas budaya. Tapi juga politik dan kekuasaan. 

Enggano! Keliru! Ya, itu yang dikatakan kapten kapal Portugis kepada awaknya yang hendak menuju Kepulauan Maluku. Mereka hanya menemukan sebuah pulau kecil di tepi barat Bengkulu, Sumatera. Misi pencarian rempah-rempah mereka pun gagal. Kecewa. 

Pulau ini pun dikenal Pulau Enggano, pulau kedua yang saya singgahi di tepi barat Sumatera. Dan semangkuk gulai penyu pun menanti buat saya. 

Saya terlampar ke dalam sejarah kelam di Benteng Marlborough, Bengkulu. Menyaksikan betapa sekarung lada lebih berharga ketimbang manusia. 

Di Pahawang kami babak belur diserang nyamuk. Namun dimanjakan lumba-lumba saat di Teluk Kiluan. Kita tidak tahu apa yang akan dihadapi dalam perjalanan. 

Awal Juni 2009 saya bersama Farid Gaban memulai perjalanan Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa. Berangkat dari tugu Monas, Jakarta menuju Sumatera. Niat kami sedikit sombong ; berkeliling Indonesia. Tapi ini perjalanan kere dan gembel. Belum apa-apa kami malah masuk pintu gerbang tol Merak. Sialan!

Ini adalah sebuah pengalaman personal mengenal Indonesia dari pinggiran. Cerita yang akan mengenalkan Indonesia dari sisi yang berbeda. Kisah dalam Indonesia Bercerita  saya himpun dan olah dari catatan buku Meraba Indonesia. Buku yang saya tulis saat melakukan perjalanan Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa. Semoga berkenan mendengar cerita kecil dari saya. Selamat mendengarkan. 

Terima kasih untuk musik yang menenangkan dan inspiratif dari bensound.com.