(Taiwan, ROC) --- Chen Zhe (陳喆) (20 April 1938 - 4 Desember 2024), lebih dikenal dengan nama pena Chiung Yao (瓊瑤), adalah seorang penulis novel roman, penulis skenario, produser film dan televisi, serta penulis lirik lagu Mandarin asal Taiwan. Lahir di Chengdu, Sichuan, ia pindah ke Taiwan pada tahun 1949.
Nama penanya diambil dari puisi klasik "Shijing詩經", yang berarti giok murni yang indah dan halus. Ia menjadi tokoh terkemuka dalam dunia novel roman. Kesuksesannya dimulai dengan novel "Jendela窗外", yang mempertemukannya dengan Ping Hsin-tao (平鑫濤), pemilik majalah Crown.
Mereka kemudian jatuh cinta, bercerai dari pasangan masing-masing, dan menikah. Bersama-sama mereka mendirikan beberapa perusahaan perfilman, yang kemudian mengadaptasi karya-karya Chiung Yao ke dalam film dan serial TV. Kehidupan pribadinya juga sempat menuai beberapa kontroversi.
Film dan drama televisi karyanya dikenal sebagai "Film Cinta Chiung Yao". Karyanya melambungkan nama bintang-bintang seperti "Dua Chin Dua Lin", yang merujuk pada Chin Han (秦漢), Charlie Chin (秦祥林), Brigitte Lin (林青霞) dan banyak artis lainnya.
Aktris dalam karyanya sering disebut sebagai "Gadis Chiung Yao". Film-filmnya sering disebut sebagai "Film Tiga Ruang", dengan setting utama di ruang tamu, ruang makan, dan kafe. Serial TV-nya yang dikenal sebagai "Drama Chiung Yao" terkenal dengan cerita melodrama dan emosional.
BBC News menyebutnya sebagai "penulis novel roman berbahasa Mandarin paling populer di dunia", dan karyanya "Putri Huan Zhu 還珠格格" dianggap sebagai salah satu drama Mandarin paling populer sepanjang masa.
Chiung Yao (瓊瑤), adalah seorang penulis novel roman, penulis skenario, produser film dan televisi, serta penulis lirik lagu Mandarin asal Taiwan. 圖:LINETODAY
Lahir di Chengdu, Sichuan pada tahun 1938. Ayahnya, Chen Zhi-ping (陳致平) berasal dari keluarga miskin, sementara ibunya, Yuan Xing-shu (袁行恕) berasal dari keluarga terpandang dengan ayah Yuan Li-heng (袁勵衡), yang pernah menjabat sebagai presiden Mega Bank.
Chen Zhi-ping adalah guru bahasa Mandarin Yuan Xing-shu, dan mereka menikah melawan kehendak keluarga. Saat istrinya hamil, Chen Zhi-ping baru berusia 20 tahun dan awalnya berniat menggugurkan kandungan, tetapi setelah mengetahui bahwa itu adalah bayi kembar laki-laki dan perempuan, mereka memutuskan untuk mempertahankannya. Bayi perempuan itulah yang kemudian menjadi Chiung Yao.
Selama perang Sino-Jepang, keluarga mereka hidup berpindah-pindah. Untuk bertahan hidup, mereka pernah bermain drama, menjual ubi jalar dan kue beras. Kedua orangtuanya mengajar di berbagai tempat termasuk SMA Jianhe di Guizhou.
Dibesarkan oleh orangtua yang berprofesi sebagai guru, Chiung Yao mencintai sastra sejak kecil. Pada musim gugur tahun 1945, ayahnya menjadi dosen di Universitas Tongji di Yibin, Sichuan, kemudian keluarganya pindah ke Shanghai.
Di sana Chiung Yao mengirimkan cerita pendeknya "Kasihan Si Xiao Qing 可憐的小青" ke koran Ta Kung Pao dan diterbitkan pada 6 Desember 1947.
Pada tahun 1949, keluarganya pindah ke Taipei. Ayahnya menjadi profesor sastra Mandarin di National Taiwan Normal University, sementara ibunya mengajar di SMA Jianguo. Dibandingkan dengan anak-anak seusianya di Taiwan pasca perang, ia hidup dalam kondisi yang lebih baik.
Pada usia 14 tahun, ia mulai menulis dengan nama pena "Lu Gui呂圭". Pada 1954, ia menggunakan nama pena "Xin Ru心如" dan menerbitkan "Bayangan Awan晨光" di majalah Chen Guang 晨光.
Menurut cerita, Chiung Yao memiliki nilai akademis yang buruk dan sering dimarahi orangtuanya. Saat kelas 3 SMA, ia menjalin cinta dengan guru bahasanya, dan berencana menikah setelah kuliah. Namun hubungan ini berakhir karena ditentang orangtuanya. Ia juga gagal masuk universitas dan hanya lulus dari Taipei Second Girls' High School.
Pada 1959, ia menikah dengan Ma Sen-qing (馬森慶), lulusan Jurusan Sastra Inggris Universitas Nasional Taiwan. Ma Sen-qing bekerja di Taiwan Aluminum Company di Kaohsiung, dan mereka tinggal di sana setelah menikah. Ma Sen-qing juga seorang penulis dengan nama pena Song Qing (松青). Pernikahan mereka dikarunai seorang putra.
Chiung Yao (瓊瑤) muda. 圖:LINETODAY
Pada tahun 1962, nama Chiung Yao mulai dikenal publik lewat cerita pendek yang diterbitkan di Majalah Crown. Tak lama berselang, ia menuangkan kisah cinta terlarang antara guru dan murid yang dialaminya semasa SMA ke dalam novel berjudul Di Luar Jendela.
Naskah ini awalnya ditolak oleh berbagai penerbit karena dianggap terlalu panjang, hingga akhirnya Crown, majalah yang didirikan oleh Ping Hsin-tao , bersedia menerbitkannya.
Juli 1963 menjadi tonggak penting bagi Chiung Yao. Novel semi-autobiografi Di Luar Jendela resmi terbit di Majalah Crown dan menuai sukses besar. Kesuksesan ini mempertemukan Chiung Yao dengan Ping Hsin-tao.
Demi mendukung karir menulis Chiung Yao, Ping Hsin-tao menyediakan tempat tinggal khusus di seberang rumahnya dan menugaskan seseorang untuk membantu mengurus kebutuhannya.
Chiung Yao pun pindah dari Kaohsiung ke Taipei bersama anaknya. Tanpa sepengetahuan mereka, istri Ping Hsin-tao , Lin Wan-zhen (林婉珍), mulai merasakan kejanggalan dalam hubungan suaminya dengan Chiung Yao lewat percakapan yang ia dengar.
Sayangnya, popularitas Di Luar Jendela justru menjadi awal keretakan rumah tangga Chiung Yao. Sang suami, Ma Sen-qing, merasa malu dan marah karena Chiung Yao mempublikasikan kisah cinta pertama mereka. Ia bahkan menuliskan kritikan pedas di surat kabar, memperburuk hubungan keduanya. Pada tahun 1964, keduanya resmi bercerai.
Chiung Yao (瓊瑤) bersama dengan sang suami Ping Hsin-tao (平鑫濤) 圖: UDN
Cinta dan Tragedi dalam Karya
Perceraian Chiung Yao justru mendekatkannya dengan Ping Hsin-tao. Keduanya terlibat cinta lokasi dan resmi berpacaran di malam pemutaran perdana film Di Luar Jendela. Chiung Yao pun menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Ping Hsin-tao .
Kondisi ekonomi Chiung Yao yang sulit tercermin dalam karya-karyanya di awal karir. Kebanyakan novelnya di periode ini, tepatnya antara tahun 1964 hingga 1971, berakhir tragis dengan gaya penulisan yang beragam. [27] Setelah kesuksesan Di Luar Jendela, Chiung Yao semakin produktif. Ia menerbitkan enam novel best-seller lain di tahun 1964.
Chiung Yao adalah seorang ateis yang teguh. Di masa tuanya, dia berkali-kali menyatakan rasa hormatnya terhadap agama, tetapi selalu menolak segala bentuk penginjilan atau ritual keagamaan. Dia menganggap roh dan dewa hanyalah elemen dalam sastra dan drama, dan tidak pernah merasakan keberadaannya dalam kehidupan nyata.
Chiung Yao meyakini bahwa menghadapi hidup harus dengan memperkaya diri, bukan bergantung pada agama atau takhayul. Dalam wasiatnya, dia secara tegas meminta agar tidak diperingati dengan cara keagamaan apapun, seperti tidak mengadakan altar sembahyang, tidak membakar kertas sembahyang, dan tidak mengadakan upacara tujuh hari.
Dia berharap pemakamannya dilakukan dengan cara ramah lingkungan, dan menekankan bahwa kematian adalah urusan pribadi yang tidak seharusnya merepotkan orang lain.
Pada 4 Desember 2024, Chiung Yao mengakhiri hidupnya dengan menghirup gas karbon monoksida di rumahnya yang terletak di Distrik Tamsui, Kota New Taipei. Dia meninggalkan surat wasiat. Putranya menyatakan bahwa pada siang hari itu sekretarisnya diminta untuk mengunjungi, dan saat masuk ke rumah menemukan ibunya sudah tidak bernapas dan tidak ada detak jantung.
Segera setelah itu 119 (layanan darurat) dihubungi, tetapi saat tim medis tiba, Chiung Yao sudah dinyatakan meninggal dan tidak dibawa ke rumah sakit. Enam hari sebelum kematiannya, dia masih menulis pesan untuk mengenang suaminya yang telah meninggal.
Dalam pesan terakhirnya di Facebook, Chiung Yao menyatakan bahwa sebagai seseorang yang pasti akan meninggal karena usia tua, dia tidak ingin mengalami "kelemahan, kemunduran, sakit, keluar masuk rumah sakit, pengobatan, dan ketidaksembuhan" dan meninggal dalam keadaan menderita.
Namun, dia juga menasihati anak muda untuk tidak mudah menyerah pada kehidupan. Para aktor yang pernah membintangi karya-karyanya mengunggah pesan duka. Kematiannya juga memicu diskusi tentang eutanasia di masyarakat Taiwan.
Pada 5 Desember 2024, keluarga Chiung Yao mengumumkan di Facebook bahwa sesuai dengan permintaannya, tidak akan ada upacara pemakaman publik atau kegiatan peringatan.