Kalau kita sudah masuk di dalam hadirat Tuhan, semua kelelahan kita menguap. Kita harus membiasakan diri seakan-akan besok Tuhan Yesus akan datang. Seakan-akan, bukan berarti kita percaya atau memastikan bahwa Tuhan Yesus akan datang besok. Bisa, Tuhan Yesus datang, atau bisa kita yang meninggal dunia. Salah satu yang membuat kita tidak sungguh-sungguh hidup suci adalah ketika kita merasa masih punya waktu banyak untuk berubah. Memang benar bahwa perubahan itu proses dan perlu waktu. Tuhan juga memberitahukan kepada kita bahwa proses itu tidak bisa kita hindari dalam perjalanan waktu. Namun, kita harus beranggapan seakan-akan sudah tidak akan ada waktu lagi untuk persiapan.
Perhatikan siswa atau mahasiswa yang berprestasi, mereka jarang menunda pekerjaan. Bisa saja satu, dua kali, tetapi hampir-hampir tidak pernah. Seakan-akan dia tidak punya waktu untuk menyelesaikan tugas. Selain dia ingin mengerjakan tugas dengan nilai yang baik, dia juga akan segera menyelesaikan tugasnya. Kalau membiasakan diri demikian, maka siswa atau mahasiswa itu akan merasa tidak tenang kalau belum selesai tugasnya. Berbeda dengan siswa atau mahasiswa yang membiasakan diri menunda, merasa masih ada waktu nanti. Dia tenang-tenang saja walaupun tugasnya belum selesai dan itu bisa menjadi irama jiwa, irama batinnya.
Inilah yang harus kita kembangkan. Kalau ada hal yang belum beres di dalam hidup kita, kita harus merasa tidak tenang. Setan memang bisa membuat orang tenang, “Nantilah, aku berubah. Nanti bisa diselesaikan. Masih ada proses.” Kita tentu setuju bahwa perubahan melewati proses dalam perjalanan waktu, tetapi kita harus berpikir seakan-akan tidak akan ada waktu lagi. Jadi, apa yang bisa kita selesaikan, kita selesaikan. Ini kabar baiknya: semua bisa diselesaikan. Misalnya kelemahan kita adalah pemarah, apakah bisa diselesaikan? Bisa. Kemarahan yang telah kita lakukan, kita akui kesalahannya. Itu selesai. Namun, jangan juga bermaksud nanti marah lagi, lalu dengan mudah minta ampun. Apa pun kesalahan kita, bisa selesai. Jadi, jangan berpikir masih ada waktu!
Kadang-kadang kita bargaining dengan Tuhan, “Tuhan, yang satu ini, aku belum bisa meninggalkannya. Kesenangan yang satu ini belum bisa. Jadi, ampunilah, maklumlah.” Mungkin kita tidak mengucapkan, tetapi di hati kita mengatakan itu. Sejatinya, hal itu bisa jadi sumber bencana kita. Ditambah lagi dengan prinsip, “Manusia memang penuh dengan kelemahan, kekurangan.” Yang lebih rusak lagi doktrin yang mengajarkan, “Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik,” itu doktrin yang merusak kekristenan. Memang keselamatan bukan karena perbuatan baik, tetapi kita tidak boleh berbuat jahat lagi sejak kita menerima anugerah keselamatan. Tidak boleh, itu sumber bencana!
Setan mau membunuh kita dari segala aspek. Maka, kita berseru: “Pegang tanganku, lindungi aku dari kuasa gelap, Tuhan, yang tentu melampaui kekuatanku, Tuhan.” Kedua, “Lindungi aku dari diriku sendiri,” ini mengerikan. Ini musuh dalam selimut. Ketiga, Llindungi aku dari pengaruh dunia, Tuhan tolong.” Setiap hari kita diintimidasi oleh kuasa gelap lewat pengaruh dunia; tontonan, film, Tik Tok, apa yang kita lihat di gadget, itu semua punya pengaruh; baik maupun jahat. Maka, teman pergaulan kita harus benar. Kalau orang menyadari kekekalan, dia pasti akan berusaha bagaimana menemui Tuhan. Itu tidak terbeli. Kalau kita meninggal dunia nanti bertemu Tuhan, di hadirat Tuhan, di hadapan takhta kemuliaan Tuhan, kita tidak bisa sok dekat, sok akrab. Kedekatan kita dengan Tuhan dimulai di sini, sejak kita di bumi. Maka, jangan terpengaruh dunia!
Keempat, bencana. Kelima, dari orang-orang yang bermaksud jahat. Setan memakai manusia lain yang digerakkan untuk menjatuhkan kita. Siapa pun. Jadi kita harus sungguh-sungguh menyelesaikan apa yang harus segera kita selesaikan dan jangan bermaksud berbuat salah lagi. Pengampunan diberikan kepada orang yang bertobat.