Kalau kita menunda atau membatalkan keinginan-keinginan yang tidak sesuai kehendak Allah, berarti kita melakukan suatu hal yang positif. Karena kita hidup di dunia yang sudah rusak, sudah jatuh, dan pengaruh dunia begitu jahat. Kalau kita mengikuti kehendak dunia (1Yoh. 2:15-17; keinginan daging, keinginan mata, keangkuhan hidup yang bukan berasal dari Allah), sejatinya kita sedang membinasakan diri. Pertanyaannya, “Apakah kita tidak boleh punya keinginan?” Allah memberikan kita pikiran dan perasaan supaya kita punya keinginan. Tidak mungkin manusia tidak punya keinginan. Allah tidak menghendaki kita tidak punya keinginan. Tetapi kita menunda apa yang menjadi keinginan kita sendiri sejak kita di dunia. Kita menyalibkan diri. Oleh sebab itu, kita harus berani fokus. Yang sering tanpa disadari menyesatkan adalah ketika orang memisahkan antara hamba Tuhan dan jemaat; pendeta dan awam. Ini menyesatkan.
Kita semua memiliki standar yang sama. Tidak ada awam, tidak ada imam. Semua kita adalah imam-imam; imamat yang rajani. Tidak ada standar ganda; standar pendeta harus A, standar jemaat B, tidak. Semua kita harus seperti Kristus. Semua harus sempurna seperti Bapa; memiliki kemampuan yang memproduksi, membuahkan keinginan atau kehendak yang selalu sesuai dengan Allah. Dan untuk itu, seseorang harus berani fokus. Dimensi berpikir kita harus dimensi kekekalan, dimensi surgawi. Kalau kita tidak memiliki komitmen yang jelas dan tegas, kita akan terus menjadi seorang yang diombang-ambingkan oleh keadaan, gagal fokus, bias, dan tidak akan pernah menjadi anak-anak Allah yang berstandar atau berkualifikasi anak Allah. Mari kita bertobat. Tujuan hidup kita hanya satu: sempurna seperti Bapa. Artinya, kemampuan untuk bisa berpikir, berperasaan sekualitas dengan Allah Bapa, supaya membuahkan kehendak, memproduksi keinginan-keinginan yang selalu sesuai dengan kehendak Allah.
Dan kita yang menentukan diri kita. Kalau kita mengonsumsi apa yang dunia sediakan, kita tidak akan pernah memiliki kecerdasan rohani, logika rohani. Makanya sekarang kita harus fokus. Jangan menonton yang tidak perlu ditonton. Ketika kita membuka gadget, ada yang tidak boleh ditonton, tidak perlu kita tonton. Itu merusak. Jadi, waktu kita yang singkat ini harus kita gunakan sebaik-baiknya untuk membangun rupa Allah di dalam diri kita. Dari hal-hal praktis, teknis, kita merajut “otot-otot kodrat ilahi,” merajut “saraf-saraf kodrat ilahi.” Memang, kemelesetan masih bisa kita lakukan. Dan kalau kodrat ilahi kita tidak kunjung sembuh, itu karena kita sering menolerir. Tapi Tuhan menyediakan ‘media penyempurnaan karakter.’ Dalam Roma 8:28 dikatakan, “Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan,” itu merujuk pada media penyempurnaan.
Ketika kita bertemu pelayan restoran yang entah karena kurang profesional atau karena kesalahan tidak melayani kita dengan baik, mertua yang cerewet sekali, pasangan yang tidak sempurna, semua itu adalah media yang Tuhan sediakan untuk menyempurnakan kita. Jadi, Allah itu mau memproses kita. Apa pun yang terjadi dalam hidup kita, itu adalah media. Percayalah, kalau kita bisa dipercayai Tuhan, Tuhan tidak suka membuat kita susah atau miskin berkepanjangan. Kalau kita miskin, kita tidak bisa membalas kebaikan orangtua, tidak bisa menolong saudara, tidak bisa mendukung pekerjaan Tuhan. Makanya diperbaiki dulu karakter kita. Tuhan tahu kalau kita banyak duit, kita tenggelam. Maka Tuhan cegah. Tapi bersyukur kalau sampai Tuhan menakar berkat kita, karena itu menyelamatkan. Daripada dipuas-puaskan sebanyak-banyaknya, tapi mati masuk neraka.
Jadi, mari kita bertanggung jawab mulai hari ini, demi keselamatan kita sendiri. Karena maksud keselamatan itu hanya itu: sempurna seperti Bapa. Supaya kita berkeadaan mulia, dan orang yang berkeadaan mulia layak dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus. Apa pun yang kita usahakan dalam hidup ini, apa pun, suatu hari harus kita lepaskan. Lenyap, tiada bekas.