Kita harus benar-benar serius mencari Tuhan dan mengalami Tuhan, sebab Tuhan itu segalanya dalam hidup ini. Kita harus benar-benar serius mencari Tuhan, lebih dari mencari uang, harta, karier, apa pun. Benar-benar serius sampai kita bisa mengalami Tuhan. Walaupun seorang dosen sekolah teologi, harus masih belum puas dengan pengetahuan teologi yang dimiliki, harus merasa belum cukup, bahkan tidak cukup. Kita harus mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang terus bertambah, tidak gagal mengalami Tuhan. Adapun ciri dari orang yang gagal menghayati Tuhan, adalah:
Pertama, perasaan takut terhadap hari esok. Takut terhadap masa depan, takut terhadap kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya yang dia pandang mengancam hidupnya. Orang seperti ini hidup di dalam ketakutan, kecemasan, kekhawatiran. Itulah orang-orang yang gagal menghayati kehadiran Tuhan. Padahal, Allah itu hidup, Allah itu hadir mestinya tidak ada yang membuat kita gentar. Ciri paling mudah orang yang gagal menghayati kehadiran Tuhan adalah ia takut gelap, takut setan. Ini sebenarnya orang yang gagal menghayati kehadiran Tuhan, takut hari esok akan terjadi apa-apa. Sesungguhnya selama kita tidak memberontak kepada Tuhan, selama kita hidup di dalam penurutan terhadap kehendak Allah, sejatinya tidak ada yang membuat kita takut.
Kedua, hidupnya tidak bersih, berani berbuat dosa. Terus terang, kadang-kadang kita juga sering gagal menghayati kehadiran Tuhan. Misalnya waktu dalam sebuah percakapan, kita menjadi sombong, kita tidak tulus. Sering kali kita juga begitu, kita gagal menghayati kehadiran Allah, sehingga sembarangan dengan apa yang kita lakukan. Kita harus jujur melihat diri kita sendiri.
Ketiga, tidak berani berkorban untuk Tuhan. Sebenarnya, kalau kita bisa melayani Bapa, bisa memberikan sesuatu kepada Bapa, itu adalah kehormatan. Kalau kita bisa berbuat sesuatu untuk sesama kita—dalam konteks apa yang kita lakukan adalah untuk Tuhan—maka itu adalah sebuah kebahagiaan, sebuah kehormatan yang bernilai kekal. Kita harus melakukan segala sesuatu dengan motif yang bersih, dengan motif yang benar, bahwa kita melakukannya untuk Bapa di surga. Dan itu menjadi kebahagiaan kita. Setiap kali kita menolong seseorang, hati kita terenyuh. Waktu kita berbuat sesuatu untuk orang, yang kita dasarkan bahwa kita melakukan untuk Bapa di surga, air mata kita bisa berlinang, kita terharu karena kita boleh berbuat ini sebagai persembahan kepada Allah. Ketika kita membagi uang kita untuk sesama kita; roti kita untuk sesama kita, atau kita berkorban untuk pekerjaan Tuhan dan walau dalam keadaan pas-pasan kita bisa mendukung pekerjaan Tuhan dengan motif yang tulus, itu adalah kehormatan. Orang yang menghayati kehadiran Allah itu orang yang rela berkorban apa saja bagi Dia, dan itu menjadi suatu kehormatan.
Keempat, merindukan saat-saat berdoa menghadap hadirat-Nya. Sejatinya, ketika kita ingat besok pagi mau berdoa bersama pada pagi hari, maka pada malam harinya kita sudah semangat. Kita segera tidur supaya bisa bangun, supaya kita segar untuk berdoa. Berdoa adalah saat yang indah ada di hadapan Tuhan
Kelimat, merindukan bertemu dengan Tuhan; tidak ingin lama-lama hidup di bumi ini. Mari kita berperkara dengan diri sendiri, “Apakah saya serius untuk pulang ke surga?” Berurusan dengan Bapa adalah suatu hal yang luar biasa. Dia adalah Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub, Allah Israel. Kita harus mengalami perjumpaan-perjumpaan dengan Bapa dalam doa. Hal ini sangat dahsyat dan benar-benar menakjubkan.
Ketika kita tidak menghayati kehadiran Allah dan tidak ingin bertemu dengan wajah Yesus, kita sudah gagal menghayati kehadiran Allah. Ketika seseorang takut menghadapi dunia ini, ketika seseorang ceroboh dalam hidup, ketika seseorang tidak berani berkorban untuk Tuhan, ketika seseorang tidak mempunyai kerinduan untuk berdoa, ketika seseorang tidak merindukan langit baru bumi baru, pasti ada yang salah,