Kita tidak bisa berjejak pada dua dunia. “Berjejak pada dua dunia” di sini maksudnya bersahabat dengan dunia sambil bersahabat dengan Allah. Kalau untuk mereka yang bukan umat pilihan, tidak dituntut standar yang sedemikian rupa. Jika mereka mengasihi sesama seperti diri sendiri, maka mereka masih dapat diperkenan masuk dalam dunia yang akan datang. Tetapi untuk umat pilihan, tidak ada pilihan selain mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan (Mrk. 12:30). Ini menunjuk pada kehidupan yang tidak menyisakan sedikit pun bagian untuk dunia. Seluruh kehidupan diabdikan hanya untuk kepentingan Tuhan, bukan sepuluh persen atau sebagian saja. Sesungguhnya inilah standar hidup orang yang sudah ditebus oleh darah Yesus (1Kor. 6:19-20).
Sebagian orang mungkin merasa bahwa mengabdikan seluruh hidup bagi Tuhan sebagai sesuatu yang berlebihan. Bahkan, terdapat anggapan bahwa tidak mungkin manusia dapat sepenuhnya memfokuskan diri kepada Tuhan, sebab kita masih tinggal di dunia dan memiliki keinginan daging. Hidup sepenuh bagi Tuhan dianggap sebagai suatu utopia atau khayalan indah semata yang tidak akan pernah terwujud. Mereka berpendapat bahwa setiap manusia pasti tidak dapat sepenuhnya hidup secara rohani. Padahal, anggapan ini sangat keliru. Anggapan ini tanpa sadar menyesatkan sebagian besar orang Kristen dan menggiring mereka dalam gaya hidup yang kompromistik dengan dosa. Dalam hal ini harus selalu diingat bahwa standar hidup orang percaya adalah Yesus sendiri yang segenap hidup-Nya dipersembahkan bagi Bapa, yaitu bagi kehendak dan rencana Allah Bapa.
Sejatinya, kita dipanggil dan dimampukan oleh Tuhan sendiri untuk hidup sepenuhnya bagi Dia. Jika tidak, Tuhan tidak mungkin mengundang manusia untuk mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan. Ketika Tuhan mengundang manusia untuk masuk dalam kehidupan yang sepenuhnya diabdikan bagi-Nya, tentu hal itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, kehidupan Abraham kembali dapat menjadi teladan bagi kita. Ketika meninggalkan Ur-Kasdim, sebenarnya Abraham sedang meninggalkan kenyamanan hidupnya hanya demi kepentingan menemukan negeri yang Allah janjikan. Tidak hanya sampai di situ, dalam perjalanan menemukan negeri yang Allah janjikan, Ishak yang sangat dikasihi oleh Abraham pun diminta oleh Allah untuk dipersembahkan. Kita dapat membayangkan bagaimana perasaan Abraham Ketika mendengar permintaan Allah tersebut. Abraham tentu mengalami pergolakan jiwa yang luar biasa sebagai seorang ayah. Dan tentunya sebagai seorang kekasih Allah ia dapat mempertanyakan mengapa Allah mengambil berbagai hal baik dalam hidupnya? Mulai dari kenyamanan hidupnya di Ur-Kasdim, hingga sekarang anak yang telah lama dinanti akan diambil juga oleh Allah.
Dari sudut pandang manusia, sangat wajar bagi Abraham untuk mempertanyakan dan mencurigai Allah. Namun, kita temukan Abraham tidak bertindak demikian. Ia melakukan seluruh yang Allah kehendaki baginya untuk dilakukan. Elohim Yahweh melalui Malaikat TUHAN berkata, “Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya.” Ucapan berkat ini muncul setelah Abraham terbukti berani mempersembahkan seluruh hidupnya, bahkan hal terbaik yang dimilikinya bagi Tuhan. Oleh sebab itu, Abraham menjadi bejana hati Tuhan yang dapat dipercaya. Jadi betapa salahnya kalau kita memiliki kekristenan terfokus kepada kehidupan sekarang ini. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita itu pasti menjadi berkat kalau kita menyikapinya dengan sikap yang benar. Kita dapat menjadi bejana hati Tuhan yang dipercaya untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya. Harus diingat bahwa Tuhan tidak akan pernah sembarangan memilih seseorang menjadi bejana hati-Nya. Bejana hati di sini maksudnya tempat Tuhan mencurahkan segala pikiran dan perasaan-Nya demi menyelesaikan rencana Bapa.