Hampir semua kita pernah melihat atau mungkin mengalami sendiri bagaimana anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua, lalu setelah dewasa mereka malah hanya menuntut dan merasa berhak untuk mendapat fasilitas daripada mengabdi kepada orangtua. Tidak sedikit anak menyusahkan orangtua di hari tua orangtuanya. Hal itu benar-benar menyedihkan. Bukan orangtua menolak dibebani, tetapi orangtua menginginkan agar anak-anaknya bisa memikul beban kita yang lain, memikul beban anak-anaknya sendiri, atau bahkan kalau sudah punya cucu, bisa memikul beban anak-cucu atau sesamanya. Namun lebih menyedihkan lagi, kalau kita yang telah mengikut Tuhan Yesus sekian lama, tetapi hanya mau menuntut diberkati secara materi. Dan kita tidak mempersembahkan hidup kita untuk melakukan apa yang Dia ingini. Sejujurnya, hal ini bisa kita lihat dalam kehidupan banyak orang Kristen, termasuk pelayan jemaat, aktivis, bahkan pendeta tidak mempersembahkan hidup dengan benar.
Dan ternyata semua itu disebabkan oleh satu hal yang menjadi bahaya besar, yaitu merasa berhak hidup wajar. Padahal, hidup wajar itu membahayakan! Sejujurnya, memang tidak banyak orang yang benar-benar bisa diajak untuk hidup tidak wajar, betul-betul merindukan langit baru bumi baru. Bukan sekadar mencari nafkah, menciptakan keluarga bahagia, membesarkan anak, memodali anak dengan pendidikan atau modal yang lain. Melainkan benar-benar fokus langit baru, bumi baru. Yang tidak ada kebanggaan lagi terhadap harta dunia, atau jabatan, karena itu mengecewakan hati Tuhan. Menjadi satu penyesalan dalam diri kita, ketika kita menyadari: pertama, mengapa tidak dari dulu kita mengerti kebenaran seperti saat ini? Yang kedua, mengapa orang-orang di sekitar kita tidak mengikuti perubahan kita? Memang kita tidak dapat memaksa seseorang untuk mengikuti apa yang kita ajarkan. Namun, apabila kita sudah memberikan cukup ruang dan waktu bagi mereka dan mereka menolak, kita harus terus berjalan ke depan, tidak usah menoleh ke belakang (Mrk. 6:11). Hendaknya, kita tidak terjebak dengan persaudaraan palsu. Kita harus berani hidup tidak wajar yang berbeda dengan dunia ini untuk berkemas-kemas pulang bersama ke surga.
Sebagai pengikut Yesus, kita tidak perlu membela sinode, gereja, atau hamba Tuhan tertentu. Yang terpenting adalah perubahan hidup, sehingga dapat hidup sesuai dengan kebenaran Injil. Hendaknya kita tidak merasa “lebih” dari orang lain karena banyak belajar teologi dan memiliki gelar, sehingga gagal mengenal diri sendiri dengan benar. Untuk ini, kita tidak perlu berdebat, tidak perlu beradu argumentasi dengan siapa pun. Lebih bijaksana kalau kita diam dan tidak banyak bicara. Kita harus berjalan terus untuk berkemas-kemas. Karena, suatu saat kita semua akan menghadap takhta pengadilan Tuhan. Kita akan melihat di sana bagaimana keadaan kita yang sebenarnya di mata Allah dan tidak ada yang bisa disembunyikan. Kita semua harus takut akan Tuhan sejak di sini. Jangan sembarangan hidup. Allah Yang Mahakudus, Mahaagung, dan Mahamulia berhak menerima seluruh hidup kita tanpa batas.
Kita masing-masing harus memiliki perasaan krisis terhadap dunia yang akan menuju kegelapan abadi ini. Dengan demikian, kita tidak menjadikan pelayanan pekerjaan Tuhan sebagai komoditas untuk kepentingan kita sendiri. Adalah ironis jika seseorang melayani pekerjaan Tuhan tetapi masih memiliki agenda pribadi di balik semua pelayanan yang kita gelar sebagai alasan untuk eksis atau demi uang, begitu liciknya kita. Bukan tidak boleh, kita memang harus punya beban terhadap jiwa-jiwa. Tetapi, mari kita lihat hidup kita dulu dari hari ke hari, apa kita fokus benar-benar ke langit baru bumi baru? Apakah kita sudah benar-benar membenahi diri untuk hidup berkenan dan tidak dibahagiakan oleh dunia ini? Hendaknya, kita membenahi diri kita. Simulasi setiap hari, seakan-akan kita ada di hadapan Takhta Pengadilan Tuhan. Harus diwaspadai hal yang sungguh mengerikan,