Share Ngupi.Pai
Share to email
Share to Facebook
Share to X
By Ngupi Pai
The podcast currently has 9 episodes available.
Halo Ngabers ngupi paiii
berikut part 2 dari season kali ini. Jangan Lupa dengerin yang pertama dulu ya hehehe
Gasss Ngenggg
Hallo Ngabers ngupi pai
Ngupi Pai come back lagi bersama dengan narasumber yang sangat luar biasa. Di Season kali ini kita ngebicarain tentang puasa ramadhan yang dimulai dari tradisi, kekocakan warga hahah, sampai pada esensi yang sebenarnya. Stay Tuned dengarkan sampai selesai.
Gaassss Ngengggg
di sesi ke2 ini lebih menarik guys dan pastinya bakal menambah wawasan kamu.
Like, coment and share. selamat mendengarkan
Halo ngabers Ngupi Pai
sudah lama gak on air kali ini gua bersama narasumber seorang aktivis yang pastinya seorang pakar dari tema podcast kali ini. Jangan lupa like, coment and share. Selamat Mendengarkan
"Kampus mematikan nalar kritis mahasiswa, hingganya kampus hanya sekedar wahana produsen pekerja" - Part 2
Selamat mendengarkan....
Like, Comment and Share...
"seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan" - Pramoedya Anantatoer
Pada podcast Episode 2 ini gua ditemani narasumber yang menurut gua seorang yang cukup Addict terhadap dunia literasi, khususnya akan filsafat. Diawali dengan menyingkap tentang arti manusia dan kemanusiaan di sini gua bersama narasumber Danang Bagas R.A membedah tutur kata penulis ulung Pramoedya Anantoer yang ia tuangkan dalam Novel Bumi Manusia.
So.. Selamat mendengarkan dan jangan lupa
Like, comment and share
Surat Bulan Juni
Pagi setelah subuh melalui wajah sebuah laptop, kutuliskan sajak untuk yang pernah setia menjadi alarm tengah malam hingga pagi hariku. Ingin kutitipkan pada kesegaran pagi yang murni dan indah seraya bertanya “Maukah engkau menitipkan salam rinduku padanya?. Mengungkapkan dahaga cerita yang membuatku terpaut, terngiang, dan tertegun dengan kisah lalu”. Dahaga ini mungkin tak akan pernah hilang, sebab penawar yang aku dapatkan bukanlah sebuah air tawar yang menyegarkan, melainkan air laut yang menyiksa akan kehausan. Sungguh aku ingin dua centang itu kembali berwarna yang disusul notifikasi dari dirimu yang kutaruh rindu, bahkan jika boleh panggilan dari daku dijawab segera. Meskipun tidak, daku senantiasa setia dalam penantian.
Sebagaimana daku menjadi manusia dengan penuh kekurangan. Mencoba menjadi manusia yang mengaku merdeka namun nyatanya terbelenggu oleh cinta. Bapak sapardi pernah berkata dalam puisinya
“Hujan Bulan Juni“
“Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni. Dirahasiakannya rintik rindunnya kepada pohon berbunga itu. Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni. Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu di jalan itu. Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni. Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu“
Sungguh daku senang dengan sajak itu, akan tetapi diri ini menolak.
Sebab, diriku tak mampu tabah, yang ada hanya ketidaksabaran akan pertemuan.
Sebab, diriku tak mampu bijak, yang ada hanya kepandiran.
Sebab, diriku tak mampu arif, yang ada hanya dungu dan ketidakmengertian.
Jika daku boleh berkata kepadamu disana; Kita mungkin punya malam yang berbeda. Malammu muncul menenggelamkan siang, namun malamku muncul menggantikan sayang. Tidak hanya itu, jika diizinkan sebenarnya daku mampu membaca apa yang ada dipikiran dirimu., namun sayang daku tak berdaya untuk membaca isi hati mu, jika boleh daku ingin bertanya Ada apa yang tersimpan dan terkunci rapat dalam kamar hati dikau ?.
Engkau laksana Filsafat yang membuat daku selalu mencari dan mencintai sebuah kebenaran yang pastinya selalu mebuyarkan pikiran diriku yang lemah, namun semakin aku buyar semakin daku tertarik jauh ke dalam menyelami.
Mas tejo pernah berpesan “Jika memang benar cinta, mencintailah tanpa kata karena, sebab mencintai akan ternoda oleh kata karena yang menjadikannya sebuah kalkulasi“
Bolehkah daku bersungguh dalam berkata “Sungguh daku sedang tidak berpacaran, namun daku sedang jatuh Cinta dan Mencintai seseorang yang tak mampu kusebut sebagai milikku“. Daku sedang berada posisi mencintai seseorang yang hatinya entah milik siapa, ingin diriku mengungkapkan, namun aku diliputi kebingungan dan rasa takut akan jawaban yang dirimu ucapkan. Maaf, daku terlalu egois, dengan mencintaimu secara sepihak. Tidak ada halal atau haram untuk cinta dan mencintai, sebab sudah menjadi takdirnya menjadi warna kehidupan manusia. Sebelum daku menutup surat ini Izinkanlah daku memberi pertanyaan dari relung perasaan yang semoga mendapatkan sebuah jawaban yang membuat hati bahagia sumringah selalu dipenuhi canda tawa. Jika dikau memang sudah dimiliki, bolehkah daku tetapi jatuh hati dan mencintaimu? Jika dikau memang sedang dalam sendiri, bolehkah daku menjadi mahluk tuhan yang menemani dikau dalam sendiri itu? Jika dikau sedia menerima daku, mesiku tanpa ada status ikatan. Maukah engkau melangkahkan sepasang kakimu bersama sepasang kakiku? Jika dikau sedia menerima daku, maukah engkau duduk bersama diatas kuda besi meski dengan teriknya matahari atau hujan yang senantiasa membasahi ? Sungguh jujur daku mengungkapkan, demikian daku mengharap jawaban. Terima Kasih…
Berikut lanjutan obrolan Memaknai CINTA Part 1.
Selamat mendengarkandan jangan lupa share :)
Wahai kesegaran pagi yang murni dan indah.! Maukah engkau menyampaikan salam rindu pada kekasihku. Belailah rambutnya yang hitam dan berkilau. Mengungkapkan dahaga cinta yang memenuhi hatiku. - Layla Majnun ( Syeikh Nizami ).
Mendalami CINTA dalam berbagai dimensi. Baik terhadap Tuhan, Keluarga dan orang yang diputuskan untuk dimiliki.
Selamat mendengarkan dan jangan lupa share ya :)
The podcast currently has 9 episodes available.