Kehidupan bangsa Israel telah menjadi gambaran yang paralel dengan kehidupan orang percaya. Sebagaimana mereka dilepaskan Tuhan dari perbudakan bangsa Mesir dan harus melangkah menuju Kanaan, kita sebagai orang percaya juga dilepaskan dari belenggu kuasa gelap oleh penebusan darah Tuhan Yesus Kristus, dan kita harus keluar dari tanah perbudakan—yaitu dunia ini—dan benar-benar mengarahkan diri ke dalam Kerajaan Surga. Seiring perjalanan waktu, orang akan makin terikat kepada sesuatu sampai tidak bisa lepas. Seperti ikatan sarang laba-laba, yang makin hari makin tebal, makin kuat. Lebih konyol lagi kalau orang berpikir bahwa menjadi Kristen tidak perlu berlebihan seperti demikian. Padahal, logika rohani orang percaya itu mestinya harus dalam perjalanan menuju langit baru bumi baru. Kalau bangsa Israel, perjalanannya secara fisik. Tetapi bagi orang percaya, itu secara rohani, yaitu bagaimana karakternya makin dilayakkan menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga, dan hatinya makin terlepas dari ikatan dunia ini.
Dari kisah perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan, diperoleh pelajaran bahwa ada tatanan yang harus ditegakkan, dan Allah menegakkannya. Tatanan ini tidak bisa tidak harus dituruti, baik dari pihak Allah atau oleh Allah yang membuat tatanan itu, maupun dari pihak manusia. Bahwa dalam mewujudkan rencana-Nya, Allah melibatkan respons manusia. Jadi, rencana Allah menempatkan anak cucu Abraham ke negeri yang dijanjikan Allah kepada Abraham untuk keturunannya itu, juga melibatkan individu-individu bangsa Israel dan seluruh komunitasnya. Di dalam Kitab Keluaran dikatakan setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun bangsa Israel melalui jalan ke negeri orang Filistin (Kel. 13:17-18), walaupun jalan itu adalah yang paling dekat. Mengapa? Alasannya adalah bangsa Israel belum siap untuk berperang melawan bangsa Filistin. Sehingga, bisa saja mereka menyesal keluar dari Mesir, lalu mereka mau kembali ke Mesir. Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau, dibawa ke tempat pembantaian. Tetapi justru di tempat pembantaian itu mereka terluput, dan mereka melihat laut Kolsom terbelah. Allah mau menunjukkan bahwa Dialah satu-satunya Allah yang benar dan berkuasa.
Dalam kebesaran dan kuasa-Nya, Allah bisa saja membuat orang Israel dengan mudah melewati musuh di sepanjang perjalanan, sehingga bangsa Israel secara mudah pula bisa menduduki tanah Kanaan atau tanah perjanjian, dan bangsa Israel tidak perlu memiliki respons sama sekali. Tetapi, ternyata Allah tidak bertindak demikian. Allah menuntut bangsa Israel memberikan respons, sehingga ada dua pihak yang bekerja sama guna mewujudkan rencana Allah. Itu tatanannya. Di dalam mewujudkan rencana-Nya, Allah menghendaki keterlibatan umat pilihan. Jadi kalau sampai sebagian bangsa Israel tidak sampai ke Kanaan, hal tersebut bukan kesalahan Tuhan. Bukan karena Allah tidak sanggup, melainkan karena orang Israel tidak memberikan respons yang memadai atau respons yang benar.
Satu hal yang paling menyesatkan hidup orang Kristen di antara hal-hal yang paling menyesatkan dalam lingkungan gereja atau lingkungan masyarakat Kristen adalah ketika diajarkan secara langsung atau secara tidak langsung bahwa menjadi Kristen tidak perlu perjuangan berat. Makanya kita dapat melihat, banyak orang kristen tidak memiliki perjuangan berat. Perjuangannya diarahkan untuk masalah uang, masalah kesehatan, masalah jodoh, masalah karier, dan lain-lain. Bukan berarti kita tidak perlu bekerja keras. Sebagai orang yang bertanggung jawab, kita harus bekerja keras. Tapi jangan sampai kita mengarahkan fokus kita kepada banyak hal, sehingga kita tidak melakukan atau tidak menyelenggarakan perlombaan yang diwajibkan bagi kita yaitu perjuangan dalam perjalanan pendewasaan karakter. Inilah yang melumpuhkan hidup kekristenan, yaitu ketika dikesankan kekristenan tidak perlu ada perjuangan. Mengapa ada perjuangan dalam kehidupan orang Kriste...