Kita hanya memiliki satu kali kesempatan hidup. Kita tidak memiliki dua buku kehidupan; kita hanya memiliki satu buku yang akan menuliskan, menggoreskan sejarah perjalanan hidup kita selama di bumi ini. Mencatat petualangan hidup selama kita ada di bumi. Tidak ada petualangan hidup yang lebih indah dan yang lebih berharga dari petualangan hidup sebagai anak-anak Allah yang mengikut jejak Yesus. Ini lebih dari petualangan seorang akademisi yang berhasil menyandang banyak gelar. Lebih dari petualangan seorang pejabat tinggi yang menduduki jabatan tinggi dan terhormat di suatu lembaga. Petualangan hidup pengikut Yesus yang sejati adalah perjalanan hidup seorang yang disertai oleh Allah sebagai Bapa; Allah Pencipta alam semesta. Ada jejak Allah, ada “tanda tangan” Allah di dalam hidup orang-orang yang mengikut Yesus. Dan ini yang harus benar-benar kita persoalkan pada kesempatan ini. Kita perkarakan dengan sungguh-sungguh, apakah petualangan hidup kita ini adalah perjalanan hidup sebagai anak-anak Allah yang benar-benar mengikut jejak Yesus atau tidak?
Ketika Paulus berkata, “hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku,” secara implisit hendak dikemukakan di situ bahwa perjalanan hidup Paulus adalah perjalanan seorang yang diurapi Kristus. Ini bukan perjalanan seorang teolog Yahudi yang juga adalah seorang anggota Sanhedrin; pemuka, pemimpin masyarakat Yahudi. Tetapi “Kristus yang hidup di dalam aku” seperti yang dikemukakan dalam Galatia 2:20, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Bukan berarti di dalam diri Paulus ada dua pribadi; pribadi Paulus, juga pribadi Kristus atau pribadi Yesus. Bukan. Di dalam diri sosok yang diberi nama Paulus, ada kehidupan seorang Yang Diurapi (Kristus artinya “Yang Diurapi”).
Di jagat raya ini, hanya ada satu sosok manusia yang tidak pernah sama dengan manusia lain. Setiap kita adalah sosok yang benar-benar unik; tidak ada duanya. Bahkan, renungkan ini: di kekekalan, tidak ada pribadi dengan sejarah kehidupan yang sama. Tidak ada. Jadi, betapa berharganya setiap individu itu. Yang didesain Allah dengan keunikannya, dan tentu dengan keadaan luar biasa. Tetapi keunikan dan luar biasanya seseorang tidak ada artinya kalau tidak diurapi; kalau tidak hidup sebagai anak-anak Allah. “Serupa dengan Yesus atau seperti Yesus” maksudnya serupa dengan Yesus dalam ketaatan; dengan ketaatan yang tidak bersyarat (Flp. 2:2-8). Apa pun yang harus ditempuh, apa pun yang harus dijalani, keadaan apa pun yang berlangsung di dalam hidup-Nya, Yesus taat. Itu keserupaan yang dimaksud. Menuruti apa yang Allah kehendaki untuk dituruti. Masing-masing kita ini memiliki kepribadian yang berbeda-beda, dan memiliki perjalanan hidup yang khusus, yang unik, yang tidak sama dengan yang lain.
Tetapi apa pun, bagaimanapun kepribadian kita, apa pun dan bagaimanapun jalan hidupmu, kita harus hidup dalam ketaatan kepada Bapa di surga. Hidup dalam iman kepada Anak Allah; artinya penurutan-Nya. Jadi, Allah memiliki anak-anak—kita semua ini—dengan personaliti yang berbeda-beda, dengan kepribadian yang berbeda-beda, dengan perjalanan hidup yang berbeda-beda. Tetapi apa pun kepribadian atau personaliti masing-masing kita, apa pun dan bagaimanapun perjalanan hidup kita, haruslah perjalanan hidup orang Yang Diurapi: Kristus. Hidup di dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Dan nanti kalau sejarah hidup kita dicatat dalam satu buku, itu catatan kehidupan seorang anak Allah yang diurapi. Berbeda-beda, tapi punya kesamaan: diurapi Allah, hidup dalam ketaatan kepada Bapa di surga. Kita harus sungguh-sungguh memperkarakannya, sebelum lembar hidup kita berakhir. Kalau sudah berakhir, kita tidak bisa menggoreskan kisah hidup apa-apa lagi. Dan itu mengerikan.