Pomed

Setelah vakum (lagi) beberapa minggu gara-gara kerjaan yang tiada henti seperti roda hamster akhirnya aku kembali dengan monolog hidup yang penuh lika-liku penuh ketidakseimbangan akibat pandemi yang meluluh-lantakkan dunia persilitan. Yah, dengerin aja lah biar nggak salah paham.

Ngomongin jokes sendirian doang. Episod ini semacam monolog pertama. Agak-agak serius topiknya — tentang sesuatu yang seharusnya nggak diseriusin amat. Nama ya juga komedi. Semoga mencerahkan. NB: DEADSPAN yang aku bilang seharusnya DEADPAN. Maklumlah, silap lidahku.

Jadi aku dan istri saling berbagi cerita horor yang terjadi bukan kepada kami. Kenapa bukan cerita kejadian kami sendiri? Karena muka kami sehari-hari aja uda horor. Muahahahaha.

Episod kali ini cukup spesial karena saya akan membahas seluk beluk dan suka duka (dan lebih banyak duka) dengan kehadiran adik saya yang enggan disebutkan namanya (demi menjaga reputasinya sebagai budak korporat nomor satu seantero jagad raya). Episod ini bisa juga menjadi bahan diskusi dan sedikit renungan untuk seluruh budak korporat, asosiasi pekerja, bos-bos perusahaan, pemilik toko, penjual bakso keliling, security komplek, mbak-mbak pijet plus-plus, om-om hidung belang maupun tante-tante kesepian. Bisa juga tidak. Selamat mendengarkan.

Dulu kami culun, sekarang kami sudah tidak culun tapi jadinya malah ‘geblek’. Makanya di sini kita ngomongin sekilas masa lalu tentang asal muasal kami jadi geblek sampe sekarang. Umur nambah, geblek nggak kurang-kurang.

Ngobrolin musik-musik lawas akhir 90an hingga awal 2000an yang membangkitkan kenangan di masa ababil. Iya, kami dulu pernah alay dan labil, tapi dengan gaya.

Ngomongin yang nggak penting dengan orang paling penting. Eeeaaaa!