Pak Budi masih berusaha agar dirinya dekat kembali dengan kedua anaknya, Dinda dan Laras.
Apa pun dia lakukan agar Dinda dan Laras mau berbagi cerita dengannya seperti dengan almarhumah ibu mereka.
Namanya juga manusia, sifat-sifat Pak Budi yang Dinda sudah sampaikan berkali-kali masih saja keluar dari mulut Pak Budi.
Padahal, di lubuk hatinya yang paling dalam, Pak Budi hanya ingin anak-anaknya bahagia.
Mengapa cara Pak Budi selalu salah sampai akhirnya memecahkan amarah?
Seperti menunggu bom waktu, diam-diam emosi di dalam hati Pak Budi, Dinda, dan Laras mulai mendidih.
Mengingat ini bulan Ramadan, apakah bisa mereka pendam?