Share Ruang Tanpa Suara
Share to email
Share to Facebook
Share to X
By ant
The podcast currently has 15 episodes available.
Ini adalah episode yang tidak pernah aku sangka bakal mengisi podcastku. Dari judulnya saja aku rasa kalian sudah tau apa isinya. Maaf karena agak grasak grusuk soalnya micnya kedekatan. Selamat mendengarkan walau tidak seperti tema aku biasanya. Selamat menikmati patahnya juga hahaha. Ga dong... kita harus tetap hidup meski sendiri sudah tidak sebiasa kemarin.
Sulitnya being a sensitive person. Aku mengangkat topik ini karena aku merasa aku adalah orang yang cukup sensitif dan aku merasa menjadi sensitif sangatlah merepotkan. Orang yang sensitif umumnya lebih mudah merasakan dan menyerap emosi orang lain. Mereka merespon lebih terhadap dunia di sekitar mereka. Hal inilah yang juga kadangkali membuat mereka termasuk saya, menjadi overwhelming dan berujung menganggap being a sensitive person is a weakness. Tapi nyatanya tidak sama sekali. Menjadi sensitif bukanlah kekurangan melainkan kekuatan yang tidak dimiliki semua orang.
Kita suka lupa bertanggung jawab terhadap doa-doa kita yang sudah terkabulkan. Dulu kita sangat percaya bahwa berada di titik yang kita doakan ini, kita akan menjadi manusia yang bahagia. Sayangnya kita mulai melupakan doa-doa kita, mengingkari janji kita dengan diri sendiri bahwa kita akan bersyukur lebih banyak, lupa untuk merasa cukup dengan apa yang sudah kita miliki dan capai hingga saat ini.
Sebelum kita mulai berusaha untuk mengejar tujuan, kita harus tau apa yang benar-benar kita inginkan dalam hidup. Sebab bila kita tidak tahu hidup seperti apa yang kita inginkan, maka kita akan berakhir dengan banyak hal yang tidak kita yakini dan menjadi mudah goyah, serta mudah ragu dalam melangkah.
Kita adalah pengarang sekaligus tokoh utama dalam hidup kita. Kita adalah tokoh yang memiliki andil penuh untuk menentukan hidup kita akan dibawa kemana dan kita pula yang menjalankan pilihan itu. Dalam sebuah cerita, tokoh utama tidak boleh berjalan sendirian, mereka butuh pameran figuran di mana mereka juga punya ceritanya sebagai pemeran utama dan pengarang di hidup mereka masing masing. Sehingga kita tidak bisa mengontrol hidup dan cerita orang lain sesuai dengan alur yang kita buat dan keyakinan yang kita anggap benar. Jadi kita harus sadar bahwa mereka juga sudah menentukan cerita mereka sendiri, pilihan mereka sendiri, dan jika mereka gagal atau kita gagal itu menjadi tanggung jawab masing-masing pemeran utama.
Bercerita membawa seseorang untuk bisa melihat sesuatu dari kacamata berbeda. Bercerita bisa meringankan beban hati, juga bisa menjadi penyelamat bagi orang lain. Bercerita dengan orang yang kita percayai takkan membebani siapa pun tapi akan menyembuhkan salah satu atau keduanya.
Kini kalian bisa membagi cerita kalian melalui email [email protected] atau kalian bisa dm melalui ig @ruang.tanpasuara. Karena kisah kalian juga berharga untuk diceritakan dan didengarkan.
"How Will You Know If You Ready?" Untuk memulai sesuatu sebenarnya kita tidak pernah benar-benar siap dan kita tak perlu menunggu untuk itu karena kadangkali kesiapan muncul saat kita sudah melakukan sesuatu, karena kita takkan bisa siap dan membiasakan diri jika kita tidak pernah memulainya.
Jika kalian butuh teman cerita, ingin didengarkan dan ingin agar kisah kalian bisa saya bacakan di podcast ruang tanpa suara di sesi Bersua(ra), kalian bisa kirim cerita yang kalian punya ke email [email protected]. Kalian bisa mengisi subjeknya dengan judul cerita yang ingin kalian sampaikan dan di badan email bisa kalian tambahkan notes jika ada nama atau hal yang ingin kalian samarkan atau bisa jadi kalian hanya ingin balasan dariku secara pribadi tanpa perlu dibacakan. Info selengkapnya bisa kalian temukan di instagram @ruang.tanpasuara
Jika kalian butuh teman cerita, ingin didengarkan dan ingin agar kisah kalian bisa saya bacakan di podcast ruang tanpa suara di sesi Bersua(ra), kalian bisa kirim cerita yang kalian punya ke email [email protected]. Kalian bisa mengisi subjeknya dengan judul cerita yang ingin kalian sampaikan dan di badan email bisa kalian tambahkan notes jika ada nama atau hal yang ingin kalian samarkan atau bisa jadi kalian hanya ingin balasan dariku secara pribadi tanpa perlu dibacakan.
Fenomena ketidakamanan ruang bagi perempuan sangat dekat dengan kita, bahkan kita pribadi mungkin masih banyak menemui orang-orang di sekitar kita yang malah memvalidasi bentuk-bentuk seksisme, marginalisasi, hingga deskriminasi pada perempuan, yang mana aturan-aturan yang distrukturisasi oleh sosial tersebut akan semakin membenarkan tindakan pelecehan seksual sehingga ketika tindakan pelecehan terjadi, perempuan bukannya mendapat pertolongan, Ia malah sering diobjektivikasi dengan mempertanyakan pakaian yang ia kenakan, kenapa masih berkeliaran sendiri saat malam, dan pertanyaan seksis lainnya. Yang awalnya mereka korban, malah sosial menjadikan mereka sebagai pelaku yang menyebabkan pelecehan itu terjadi. Lalu masih bisakah kita mewujudkan ruang aman bagi perempuan?
Kini rasanya media sosial sudah menjadi buku harian bagi beberapa orang, menjadi tempat untuk mencurahkan perasaan, kesibukan, kesukaan, bahkan hal-hal yang harusnya bersifat privasi. Fenomena ini seharusnya mengajarkan kita untuk lebih belajar menghargai orang lain dalam mengekspresikan diri mereka di akun yang mereka miliki sendiri. Tidak semua orang punya teman curhat, tidak semua orang yang sharing di media sosial bertujuan untuk mencari atensi, tapi memang hanya untuk menjadi diri mereka sendiri. Jangan sampai mereka menjadi ragu mengungkapkan perasaan mereka di akun yang mereka miliki. Merasa perasaan dijudge orang ternyata lebih menyeramkan dan melelahkan ketimbang memendam semua beban dan perasaan mereka sendirian. Karena untuk beberapa orang saat ini, menggunggah perasaan adalah hal yang sulit dilakukan karena lebih banyak yang menghakimi daripada yang menghargai. Padahal bisa jadi hanya dengan cara itu mereka bisa memberitahu orang lain kalau mereka tidak sedang baik-baik saja. Cukup seperti itu. Karena kadangkali dengan orang cukup tahu keberadaan dan keadaan kita. Kita tidak merasa sendirian.
The podcast currently has 15 episodes available.