Hai semua, selamat datang dipodcast saya! Apa kabar kalian?. Sekarang kita sudah berada di 10 hari terakhir ramadhan. Tidak terasa waktu berjalan sangat cepat. Bagi sebagian orang itu merupakan kabar gembira karena sebentar lagi akan menuju hari kemenangan. Sisanya merasa sedih karena akan ditinggal oleh ramadhan, bulan yang mulia dimana setiap niat baik menjadi pahala. Di sepuluh hari terakhir ini ada satu malam yang lebih baik baik dari malam seribu bulan. Kita biasanya mengenalnya dengan lailatul qadr. Lailatul qadr sendiri merupakan hadiah terbesar bagi umat muslim. Bagaimana tidak? Ibadah yang dilakukan pada malam itu dilipatgandakan pahalanya oleh Allah seribu kali lipat dari biasanya. mashaallah begitu sangat murah hatinya Allah kepada hambanya. Ada cerita dibalik lailatul qadr. Kisah itu datang dari sudut kota gorontalo. Pak kasim namanya, ia merupakan tunawisma yang hidup sebatang kara nqmu tak pernah merasa kesepian dan putus asa menjalani hidup. Bermodal sepeda tua, sebuntal pakaian serta pasir penggosok, ia berpindah-pindah tempat demi sekedar mencari tempat singgah untuk istirahat, menghilangkan kepenatannya seusai bekerja. Dari rumah ke rumah, Kasim menawarkan jasanya untuk membersihkan wajan atau alat dapur lainnya dengan upah seribu hingga lima ribu rupiah. Tak jarang ibu rumah tangga, hatinya tersentuh dan memberi upah yang lebih besar. Kasim memang tak pernah menetapkan upah yang harus dibayar, setelah wajan-wajan mereka bersih dari kerak arang berkat "khasiat" pasir gosoknya. Sisa-sisa arang yang `menyelinap` di kuku jarinya, cukup untuk menjadi bukti bahwa pria paruh baya tersebut ikhlas menjalani pekerjaan yang unik itu. Kasim memang pantang menjadi seorang peminta-minta dari rumah ke rumah. "Allah tidak pernah buta, Dia selalu memberi pertolongan sehingga saya bisa bertahan hidup seperti saat ini," ujarnya ketika ditemui di pinggiran kota Gorontalo. Kepergian istri dan anaknya sepuluh tahun silam, membuatnya tersadar bahwa ia harus segera membenahi hidupnya. Sebelumnya Kasim menghabiskan hari-harinya dengan mencuri dan berjudi. "Mungkin anak dan istri saya sengaja diambil Tuhan, sebagai peringatan untuk segera bertobat dan meninggalkan dua perbuatan haram itu," katanya. Saat itulah titik balik kehidupan Kasim berubah. Ia kembali ke jalan-Nya dan berniat membersihkan dosa-dosa hingga hidup selesai dijalaninya. Perasaan menyesal dan bersalah, membuatnya semakin mengerti agama. Ia mengawali dengan belajar mengaji pada seorang ustad, dan kemudian berkelana dari masjid ke masjid. Bulan Ramadhan seperti saat ini merupakan saat yang paling ditunggu-tunggu. Ia selalu menyambutnya dengan suka cita. "Aku ingin mendapatkan malam seribu bulan. Aku ingin mengejar pengampunan di bulan Ramadhan," ujarnya. Ia selalu teringat kata-kata guru mengajinya, yang mengutip hadist yang dirawikan Bukhori dan Muslim, "Barang siapa mengerjakan ibadah di malam Lailatul Qadar karena imannya kepada Allah dan karena mengharapkan keridhaan-Nya, niscaya diampunilah dosanya yang telah lalu." Kitab suci memang menyebutkan Lailatul Qadar adalah malam yang lebih baik baik dari seribu bulan. Umat Muslim percaya pada malam itu pintu-pintu langit dibuka, doa-doa bakal dikabulkan dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Karena itu, Kasim terus mencari-cari malam Lailatul Qadar, terutama di malam-malam ganjil, pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dalam tiga tahun belakangan ini, Kasim mengaku tak pernah melewatkan sepuluh malam terakhir itu, demi memohon dihapuskan dosa dan dikabulkannya doa. Akhir Ramadhan tahun ini pun ia telah bersiap-siap menghabiskan waktunya di sepuluh malam terakhir dengan beritikaf, atau berdiam diri di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjauhkan diri dari maksiat. Pekerjaan membersihkan wajan, yang terkadang harus dilakoninya hingga malam hari, sengaja diabaikan pada sepuluh malam terakhir yang telah dinantikannya.