For transcript and Indonesian language learning content visit our podcast site (https://tinyurl.com/ssstindonesian)
Tidak terasa kita sudah memasuki bulan September. Hari Senin pertama bulan September di Amerika Serikat, adalah Hari Buruh, hari libur nasional untuk menghormati pekerja Amerika dan untuk berterima kasih atas sumbangan mereka bagi ekonomi negara.
Hari libur hari ini juga merupakan isyarat tidak resmi berakhirnya musim panas di Amerika Serikat. Sebagian besar pekerja mendapat hari libur. Di beberapa daerah, Hari Buruh adalah hari terakhir sebelum tahun-ajaran sekolah dimulai bagi anak-anak.
Hari buruh menjadi hari libur resmi tahun 1894 setelah tuntutan serikat-serikat buruh Amerika. Selama puluhan tahun, kota-kota besar menggunakan hari itu untuk melancarkan pawai-pawai besar menghormati para pekerja pabrik anggota serikat buruh.
Serikat-serikat buruh mengalami penurunan jumlah anggota secara tetap dalam 30 tahun ini yang bersamaan dengan pertumbuhan teknologi dan globalisasi ekonomi dunia. Namun, hasil perjuangan serikat buruh puluhan tahun lalu masih tetap dipatuhi di sebagian besar tempat-tempat kerja, termasuk lima hari kerja seminggu, asuransi kesehatan, dan cuti dengan mendapat gaji dari majikan.
Banyak anggota serikat buruh sekarang bekerja pada pemerintah setempat, negara-bagian, dan pemerintah federal dengan pekerjaan kerah-putih, bukan pekerjaan kasar di pabrik-pabrik di mana gerakan serikat buruh dimulai.
Berbeda dengan di Amerika, hari buruh di Indonesia diperingati pada tanggal 1 Mei setiap tahunnya. Ini sama dengan peringatan hari buruh internasional. Yang pada awalnya, Hari Buruh ini adalah reaksi atas revolusi industri yang terjadi di Inggris dan menyebar ke Amerika Serikat dan Kanada.
Di Indonesia, peringatan Hari Buruh (secara sejarah, kita melihat) sempat dilarang, diperbolehkan, hingga dijadikan hari libur nasional. Tapi setiap tahunnya selalu ada demo buruh besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia dan juga di depan Istana Merdeka.
Pada era presiden pertama Indonesia, Soekarno, hari buruh sudah dirayakan oleh pemerintah. Dalam satu perayaan hari buruh pada era orde lama itu, Bung Karno menyampaikan kepada para buruh untuk mempertahankan sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat, bebas berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat (dalam bahasa Belanda ini disebut politieke toestand).
Situasi ini memberikan ruang bagi buruh untuk melawan dan berjuang lebih kuat. Salah satunya adalah pengorganisasian aksi dan perlawanan kaum buruh dalam serikat-serikat buruh, menggelar kursus-kursus politik, mencetak dan menyebarluaskan terbitan, mendirikan koperasi-koperasi buruh, dan sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, pada masa Orde Baru, pada era Presiden Soeharto, Hari Buruh diidentikkan dengan ideologi komunisme yang pada saat itu sangat dilarang keberadaannya. Karena itu, peringatan Hari Buruh ditiadakan. Langkah tersebut juga diteruskan oleh Presiden Soeharto dengan mengganti nama Kementerian Perburuhan menjadi Departemen Tenaga Kerja. Selain itu Soeharto menunjuk seorang perwira polisi untuk menjabat sebagai menteri di departemen itu. Serikat buruh, atau dengan nama baru “serikat pekerja” pada era itu tidak independen dan sangat dikontrol oleh pemerintah. Akibatnya kesejahteraan buruh atau “pekerja” tidak lagi menjadi tujuan utama organisasi ini.
Pada era reformasi, tuntutan buruh untuk bisa memperjuangkan kesejahteraannya dimulai lagi. Kali ini para buruh didukung oleh pada akademisi dan mahasiswa yang menuntut agar 1 Mei kembali dijadikan Hari Buruh dan Hari Libur Nasional. Tuntutan ini juga diikuti dengan tuntutan agar pemerintah merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan yang termasuk di dalamnya peraturan tentang jaminan sosial.