Secara kebatinan dan spiritual, mereka percaya bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara, yang pada akhirnya nanti akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri dan dengan kekuatannya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar pada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), beradaptasi dengan lingkungan alam yang merupakan rahmat dari Tuhan dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Kepercayaan kepada roh-roh dan Tuhan ini seringkali dikonotasikan sebagai kepercayaan animisme dan dinamisme, yang kontras dengan ajaran agama.
Kehidupan kebatinan dan spiritual masyarakat Jawa itu dilandasi oleh kesadaran-kesadaran :
– Kesadaran adanya Tuhan, sebagai pencipta dan penguasa alam semesta.
– Kesadaran adanya hubungan antara manusia dengan alam dan seluruh isinya.
– Kesadaran kebersamaan sebagai sesama mahluk hidup ciptaan Tuhan, yang melandasi hubungan antar
sesama manusia dan hubungan manusia dengan mahluk lain yang nyata maupun yang tidak tampak mata.
Kesadaran-kesadaran tersebut merupakan landasan utama dalam ’kawruh kejawen’ dan mengisi hidupnya orang Jawa, menjadi budaya Jawa yang mencakup kepercayaan dan spiritualisme, falsafah hidup, tradisi dan laku budaya, sistem organisasi kemasyarakatan yang kekeluargaan, bahasa dan aksara, dan seni budaya.