Hendaknya kita tidak memahami konsep pengampunan terhadap diri manusia layaknya sebuah bidang bernoda yang dibersihkan setelah usai dipakai. Pengampunan dosa yang diberikan oleh Allah disertai dengan tanggung jawab untuk mengubah diri. Seperti yang telah dikemukakan, pengampunan yang diberikan Allah memiliki mekanisme yang berangkat dari tatanan yang ada di dalam diri Allah. Pengampunan yang Allah berikan tidak hanya menyelesaikan hukuman terhadap manusia, melainkan menggenapi rencana Allah untuk mengembalikan manusia pada rancangan semula. Pengampunan merupakan awal dari penggenapan rencana Allah, bukan tujuan akhir dari keselamatan.
Allah menghendaki setiap individu yang berbalik kepada-Nya untuk menyesuaikan diri dengan kehendak-Nya. Anugerah Allah harus direspons dalam kesadaran penuh guna memahami kehendak Allah dan mengaplikasikannya secara konkret. Pemahaman akan kehendak Allah tersebut akan menuntun pada kesediaan untuk melepaskan “beban dan dosa” (Ibr. 12:1). Dosa bertalian dengan pelanggaran terhadap hukum Allah. “Dosa” di sini dapat berwujud perbuatan melanggar hukum, sehingga membahayakan sesama. Sedangkan “beban” di sini maksudnya adalah percintaan dunia yang mengikat hati orang percaya. Beban yang mengikat orang percaya membuatnya tidak dapat memindahkan hati ke Kerajaan Surga. Orang percaya “diparkir” dalam kenyamanan di bumi tanpa mengarahkan pandangannya pada Kerajaan Surga. Sepintas, orang yang terikat pada beban tersebut dapat terlihat baik, bermoral, dan diterima di masyarakat. Ia tidak menyadari bahwa dirinya berada di bawah pengaruh kuasa gelap yang membuatnya tidak memenuhi kehendak dan rencana Allah.
Tanggung jawab dalam menerima pengampunan meliputi 3 hal, sebagai berikut:
Pertama, seseorang yang hidup dalam pengampunan Allah, maka ia bertanggung jawab untuk hidup dalam pengampunan. Hidup dalam pengampunan berarti menyadari kesalahan atau ketidaktepatan yang dilakukan, kemudian bergerak menuju apa yang baik, berkenan, dan sempurna. Untuk mencapai hal ini, pertama-tama harus rela melepaskan dosa yang terekam di dalam daging. Daya pikat dosa dalam daging membuat manusia terikat padanya sampai tahap tidak dapat terlepas. Dosa tersebut dapat berupa keinginan daging yang meliputi kuliner, seks, dan kesenangan jasmaniah tertentu. Untuk melepaskan dosa, seseorang harus menyangkal dirinya. Proses penyangkalan diri adalah proses penolakan terhadap segala keinginan dosa yang timbul akibat cita rasa jiwa yang telah lama diasuh oleh dunia. Kita harus berani mengkhianati daging kita untuk menyembuhkan diri. Hanya orang-orang yang rela kehilangan kesenangan daging yang dapat hidup dalam pengampunan Allah.
Kedua, seseorang yang hidup dalam pengampunan Allah, maka ia harus meninggalkan dunia dengan segala kesenangannya. Menerima pengampunan berarti masuk dalam proses pengembalian manusia kepada rancangan semula. Manusia yang kembali pada rancangan semula adalah manusia yang bukan hanya bermoral baik, tetapi tidak terikat oleh apa pun. Keselamatan dalam Yesus Kristus menggiring umat manusia untuk mampu memiliki pikiran perasaan Kristus. Pikiran dan perasaan Kristus adalah pikiran dan perasaan yang sepenuhnya terarah pada kehendak Bapa. Adapun arah dari pemikiran ini adalah Kerajaan Surga semata. Orang percaya yang diperdamaikan dengan Allah hendaknya tidak merasa puas hanya menjadi orang yang tidak melakukan pelanggaran moral. Setiap orang percaya harus bertekad untuk hidup terpisah dari dunia dengan menanggalkan segala kesenangan. Kesenangan orang percaya hanya memuaskan hati Allah. Tidak ada yang lebih menggembirakan atau memuaskan hati ketimbang melakukan kehendak Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
Ketiga, seseorang yang hidup dalam pengampunan Allah, maka ia wajib hidup dalam pengampunan terhadap sesamanya. Setiap orang yang menerima pengampunan Allah tidak boleh menyimpan kesalahan sesama. Sebagaimana kita diampuni oleh Allah, maka kita pun mengampuni orang yang bersalah terhad...