Truth Daily Enlightenment

Tidak Ada Kesempatan Lagi


Listen Later

Pernahkah kita mempersoalkan mengapa setelah meninggal dunia, tidak ada kesempatan lagi untuk bertobat? Tidak ada lagi kesempatan untuk minta ampun. Pernahkah kita memperkarakannya? Ketika seseorang melihat kemuliaan Allah atau kedahsyatan Allah, tidak bisa tidak orang akan takut, gentar, sangat dahsyat dan mengerikan. Tidak bisa tidak orang akan minta ampun. Tetapi permintaan ampun di saat itu adalah permintaan ampun yang palsu, yang tidak berkualitas! Atau pada waktu itu orang yang baru percaya berkata, “aku percaya pada-Mu, Tuhan,” itu bukan percaya yang benar. Mestinya pada saat ketika Tuhan seakan-akan tidak ada, kita tetap memercayai Dia ada. Itu baru percaya yang benar. Bukan pada waktu nanti kita bertemu muka dengan muka, atau ketika kita ada di hadirat Allah.
Alkitab jelas berkata bahwa setelah mati, ada penghakiman. Dan kalimat itu sudah cukup memberitahukan kepada kita bahwa setelah mati, tidak ada perbaikan, tidak ada renovasi, tidak ada rekonsiliasi, tidak ada restorasi, atau tidak ada pemulihan. Pertanyaan yang muncul, mengapa demikian? Sebabtuhan menghendaki percaya yang benar, takut akan Allah yang benar. Apalagi di zaman di mana orang tidak percaya Tuhan. Kalau di negara-negara Barat jelas orang banyak berkata: “Allah, nonsense!” Tapi di negara-negara di mana agama dijunjung tinggi, orang masih percaya Allah. Tapi banyak yang hanya percaya secara teoritis, namanya teis teoritis; secara teori percaya tapi secara praktis tidak. Dan yang menyedihkan, banyak teolog juga begitu. Secara teori percaya, namun secara praktis tidak menunjukkan takut dan gentarnya itu.
Sebagai buktinya, ucapan sembarangan, tulisan di media sosial pun sembarangan. Belum dalam hidup sehari-harinya, apakah dia memiliki kegentaran yang sungguh terhadap Allah? Tentu objek penelitian yang kita lakukan itu adalah diri kita sendiri, sebab ini yang jelas paling jujur, karena kita merasakan gejala-gejala jiwa, kecenderungan-kecenderungan yang ada pada kita yang pasti juga sama dengan yang dimiliki oleh orang lain.
Di tengah-tengah manusia yang tidak percaya kepada Allah secara benar, apakah kita percaya dengan benar? Dan percaya kita yang dengan benar itu pasti ditandai dengan kesetiaan kita untuk taat, takut akan Dia. Walaupun dari dulu telah menulis lagu, “Kutaruh Tuhan di mataku,” tapi sebenarnya lagu itu belum dijiwai dengan benar oleh pengarangnya. Karena ada saat-saat dimana kelakuan kita tidak menunjukkan bahwa kita menaruh Tuhan di depan mata kita. Sampai kita mengambil keputusan: “Aku memilih-Mu untuk melayani, Bapa.” Melayani Bapa itu artinya melayani perasaan Dia. Hendaknya kita tidak buru-buru mau jadi pendeta, aktivis, sekolah pendeta menjadi pendeta. Itu yang sering salah. Dulu banyak pendeta selalu menganjurkan orang kalau mau melayani Tuhan harus sekolah pendeta. Itu pandangan yang salah. Mestinya melayani Tuhan bukan sekolah pendeta dulu, tetapi komitmen melayani Bapa dengan selalu menyenagkan hati-Nya. Komitmen melayani perasaan-Nya. Melayani perasaan Bapa.
Bagaimana melayani perasaan Bapa itu? Dari setiap kata yang kita ucapkan, setiap tulisan yang kita tulis media sosial, setiap hal yang kita lakukan. Semua harus kita ukur, kita pertimbangkan, apakah hal ini menyenangkan hati Tuhan atau tidak? Bahkan setiap barang yang kita beli, setiap langkah yang kita lakukan. Mungkin ada yang bilang, “Aduh, keterlaluan ini.” Tidak! Ini yang benar! Hendakny tidak buru-buru mau jadi aktivis gereja, apalagi menjadi pendeta. Kita harus belajar melakukan kehendak Allah dari hal-hal sederhana setiap hari. Kita membangun kesucian dari hal ini. Ini yang namanya melayani Bapa. Baru namanya menyerahkan tubuh, jiwa, dan roh kepada Bapa. Dan kita belajar memulai hari ini. Jika gagal, mulai lagi. Mari kita berkomitmen untuk melayani Bapa, melayani Tuhan dengan hidup sesuai dengan kehendak-Nya dalam segala perkara. Jauh dari yang namanya mencuri, membunuh, membenci orang, berzina. Baru berpikir kotor saja,
...more
View all episodesView all episodes
Download on the App Store

Truth Daily EnlightenmentBy Erastus Sabdono

  • 5
  • 5
  • 5
  • 5
  • 5

5

3 ratings