Dalam Matius 6:12 tertulis “dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;” dalam teks aslinya, berbunyi: Καὶ ἄφες ἡμῖν τὰ ὀφειλήματα ἡμῶν Ὡς καὶ ἡμεῖς ἀφήκαμεν τοῖς ὀφειλέταις ἡμῶν (Yun. kai aphes hemin ta opheilemata hemon Hos kai hemeis aphekamen tois opheiletais hemon).
Kata “ampunilah;” aphes (ἄφες), agak jarang dijumpai. Dari kata aphiemi (ἀφίημι) yang sebenarnya berarti send off or away (mengirimkan atau pergi), let go (membiarkan pergi), as a legal term divorce (sebagai sebuah istilah resmi dalam perceraian), abandon (meninggalkan), leave behind (meninggalkan di belakang). Kata ini sendiri sebenarnya cukup unik. Secara etimologis, kata “ampunilah” berarti mengirim atau pergi, melepaskan (sebagai istilah teknis perceraian) atau meninggalkan. Hal ini mengesankan bahwa pengampunan itu bukanlah suatu hal yang hanya bersifat pikiran atau aktivitas hati, melainkan suatu hal dalam tindakan konkret. Mengampuni tidak terjadi hanya secara abstrak saja di dalam pikiran, melainkan diterjemahkan dalam perbuatan nyata. Bagi pihak yang memberi ampunan, secara tidak sadar sudah tergores dalam hatinya bahwa mengampuni itu membalut perasaan marah, dendam, atau sakit hatinya. Padahal, itu hanya ada di area pikiran saja atau aktivitas hati.
Kata aphiemi terkait dengan Matius 27:50, ketika Tuhan menyerahkan nyawa-Nya. Kata “menyerahkan nyawa” di sini adalah ἀφῆκεν τὸ πνεῦμα (Yun. Apheken to pneuma). Setelah Yesus berteriak, kemudian Ia menyerahkan nyawa-Nya. Menarik, bahwa kata “menyerahkan” memiliki akar kata yang sama dengan yang digunakan dalam kata “ampunilah.” Kasus bahasa semacam ini juga dapat kita temukan pada bagian lain. Seperti misalnya kata “pecah” di dalam Yesaya 14:12. Kata “pecah” ada banyak dalam bahasa Ibrani. Tapi ternyata, dalam teks aslinya bukan “pecah” melainkan “dipotong; cut down.” Hal tersebut menyiratkan bahwa Lusifer “dipotong” atau “dicopot” dari posisinya yang semula. Kata aphiemi juga memiliki keunikan jika ditinjau dari bahasa aslinya. Ini terkait dengan apa yang ditulis dalam terjemahan bahasa Indonesia “setelah Yesus berteriak dengan suara nyaring, Ia “menyerahkan (apheken to pneuma).” Apheken ini dari akar kata aphiemi dalam Matius 27:50 sama etimologinya dengan Matius 6:12, yakni menyerahkan nyawa. Kata ini sama artinya dengan “membayar utang.”
Selanjutnya, kata “kesalahan” dalam rangkaian kalimat “ampunilah kami akan kesalahan kami” berasal dari kata opheilemata yang bentuknya plural. Jadi, “kesalahan” di sini menunjuk pada bukan hanya satu, melainkan banyak. Sehingga jika kalimat ini diterjemahkan bebas dapat berbunyi: “ampunilah kesalahan-kesalahan kami,” bukan “kesalahan kami.” Matius 6:12 akan berbunyi: “Seperti kami juga mengampuni kesalahan-kesalahan orang,” sebab kata “kesalahan” di sini berbentuk plural. Kata ini juga terdapat dalam Matius 18:24 yang bertalian dengan perumpamaan tentang pengampunan. “Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.” Ini hamba yang memiliki utang kepada majikan atau tuan raja atau bangsawan, dimana ia tidak sanggup membayar utang itu walaupun dengan menjual seluruh harta, anak, istri, dan keluarganya. Kata “utang” di situ juga menggunakan kata opheilemata. Di dalam bahasa Inggris, kata ini diterjemahkan debt atau utang. Jadi dalam bahasa Inggris, ayat Matius 6:12 diterjemahkan: and forgive us the debts of us as also we forgive the debtors of us; ampunilah atau lepaskanlah utang-utang kami seperti kami juga melepaskan utang-utang orang.
Dari sini kita dapat memahami bahwa mengampuni merupakan sebuah hal yang sifatnya berkelanjutan. Kita harus menanamkan pikiran bahwa setiap orang berhak untuk bersalah kepada kita. Sama seperti kita berulang kali bersalah terhadap Tuhan, namun tetap diterima oleh-Nya, demikian pula kita harus melepaskan kesalahan-kesalahan terhadap kita. Seseorang yang sadar bahwa kesalahan-kesalahannya t...