Kalau orang tidak mengerti, maka mereka akan berpikir atau berpandangan bahwa Allah di Perjanjian Lama dan Allah di Perjanjian Baru adalah Allah yang berbeda. Memang pada abad mula-mula, ada ajaran “Marsion” yang mengajarkan bahwa Allah Perjanjian Lama tidak sama dengan Allah Perjanjian Baru. Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang kejam, tidak berbelas kasihan seperti Allah Perjanjian Baru. Pandangan ini tentu salah; sesat. Allah Perjanjian Lama sama dengan Allah Perjanjian Baru, Elohim Yahweh. Kita percaya bahwa Elohim atau Allah Yahweh adalah satu-satunya Allah yang Esa. Dia adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi, yang perbuatan-Nya, jejak-jejak-Nya ditulis di Perjanjian Lama.
Allah inilah, Yahweh, yang mengutus Putra-Nya, Yesus Kristus menjadi manusia yang dalam segala hal disamakan dengan manusia. Jadi, Allah Perjanjian Lama adalah Elohim Yahweh dan Allah Perjanjian Baru adalah Elohim Yahweh juga yang mengutus Putra-Nya, Yesus. Dalam Perjanjian Baru, kita menemukan sering Tuhan Yesus memanggil Elohim Yahweh sebagai Bapa. Dia mengajari kita memanggil Elohim Yahweh juga Bapa. Hal ini sebenarnya luar biasa. Anugerah yang besar ketika kita dapat memanggil Yang Mahaagung, Pencipta langit dan bumi, yang ada dari kekal sampai kekal sebagai Bapa, itu luar biasa.
Kalau kita bisa menghayati ini, kita menjadi: yang pertama, sangat kuat. Hati kita teguh dan kuat menghadapi segala keadaan karena Allah yang kita sembah itu kuat, Mahakuasa. Dampak kedua kalau kita menghayati benar keberadaan Elohim Yahweh, kita menjadi takut akan Dia, takut yang kudus. Hal ini akan membuat kita menjadi orang-orang yang hidup tak bercacat tak bercela di hadapan-Nya, dengan rela karena menghormati dan mencintai Pencipta langit dan bumi, yang kepada-Nya kita berutang kehidupan dan kebaikan. Tetapi mengapa di Perjanjian Lama, Allah terkesan kejam? Bagaimana Allah memperlakukan orang-orang berdosa di Perjanjian Lama begitu tegas. Salah, dihukum dengan tegas.
Tetapi di Perjanjian Baru, Sosok ini seperti menghilang, seperti tidak muncul, lalu membiarkan orang-orang berdosa tidak dihukum. Di sini kita harus mengerti. Di Perjanjian Lama, Allah bertindak tegas dengan hukuman fisik kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran atau kesalahan. Tetapi di Perjanjian Baru—kadang-kadang memang Allah juga bisa memberikan hukuman fisik—tetapi Allah menyimpan murka-Nya untuk hari Tuhan. Hal ini mengerikan. Mestinya kita memahami bahwa Allah menyimpan murka-Nya untuk orang-orang berdosa yang akan ditentukan apakah masuk kemuliaan kekal atau kehinaan kekal.
Dalam 2 Petrus 3 tertulis, “Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu, aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan, supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu. Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya.”
Gambaran keadaan ini persis seperti yang terjadi di Sodom dan Gomora. Bahkan, manusia akhir zaman ini lebih jahat. Kejahatan manusia dimatangkan, disempurnakan. Allah seperti membiarkan kalau seseorang itu berlaku jahat terhadap orang lain. Orang-orang yang memiliki ketegaan, kesewenang-wenangan terhadap sesamanya. Sejatinya, pasti Tuhan berbicara atau menegur. Tetapi, ketika berulang-ulang Tuhan menegur dan seseorang tidak mengindahkan teguran Tuhan, maka Tuhan membiarkan. Sampai kejahatan orang itu matang, dan nanti Tuhan akan bertindak untuk orang-orang seperti itu.
Kalau suatu hari, seandainya, Tuhan dihakimi, maka Tuhan tidak bisa didapati salah mengapa Allah bertindak demikian terhadap orang-orang itu. Karena Tuhan sudah menegur mereka berulang kali,