
Sign up to save your podcasts
Or
Indonesia sempat dikejutkan oleh Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia yang berlangsung pada 7-11 Oktober 2024. Gerakan ini mencerminkan komitmen para hakim untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi, dan martabat lembaga peradilan di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, kesejahteraan hakim belum menjadi fokus perhatian pemerintah, padahal mereka adalah pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di negeri ini.
Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan hakim yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tidak pernah diperbarui, meskipun inflasi terus meningkat setiap tahun. Akibatnya, nilai gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu sudah tidak sebanding dengan kondisi ekonomi saat ini.
Lantas, mengapa kesejahteraan hakim ini menjadi isu yang penting bagi mereka sehingga aksi cuti bersama kemarin diselenggarakan?
Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami membahas isu ini bersama Gregorius Yoseph Laba (Yoris) dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS).
Yoris mengatakan gerakan cuti bersama ini memiliki tujuan untuk Mengungkapkan aspirasi para hakim yang telah lama diabaikan, serta mengingatkan pemerintah bahwa tanpa jaminan kesejahteraan yang memadai, penegakan hukum akan kehilangan otoritas dan keadilan yang sejati.
Ia menambahkan Kesejahteraan hakim adalah elemen penting dalam menjamin penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Hakim harus bebas dari gangguan maupun kekhawatiran lain saat menangani suatu kasus.
Idealnya, seorang hakim memutuskan perkara dengan pikiran yang tenang dan hati nurani yang bersih, bukan dalam kondisi tertekan oleh masalah ekonomi, sosial, kesehatan, atau keamanan yang tidak memadai.
Kesejahteraan yang Yoris maksud di sini tidak hanya sekadar tentang take home pay yang diterima hakim di Indonesia setiap bulannya, di dalamnya termasuk jaminan keamanan dalam persidangan, kesehatan mental para hakim, dan beban kerja hakim yang disesuaikan secara proporsional.
Yoris menambahkan isu kesejahteraan hakim ini sudah dibahas sejak bertahun-tahun yang lalu, namun hingga saat ini belum menemui titik terang. Ia mengatakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 dan perjuangan untuk membahas kembali RUU jabatan hakim di DPR adalah dua hal penting yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini.
Yoris juga menuturkan pentingnya political will dari pemerintah untuk segera memperhatikan masalah ini. Menurutnya, selama pemerintah tidak terlalu menganggap masalah ini sebagai isu yang serius maka isu tentang kesejahteraan hakim ini tidak akan pernah selesai.
Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.
Indonesia sempat dikejutkan oleh Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia yang berlangsung pada 7-11 Oktober 2024. Gerakan ini mencerminkan komitmen para hakim untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi, dan martabat lembaga peradilan di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, kesejahteraan hakim belum menjadi fokus perhatian pemerintah, padahal mereka adalah pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di negeri ini.
Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan hakim yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tidak pernah diperbarui, meskipun inflasi terus meningkat setiap tahun. Akibatnya, nilai gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu sudah tidak sebanding dengan kondisi ekonomi saat ini.
Lantas, mengapa kesejahteraan hakim ini menjadi isu yang penting bagi mereka sehingga aksi cuti bersama kemarin diselenggarakan?
Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami membahas isu ini bersama Gregorius Yoseph Laba (Yoris) dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS).
Yoris mengatakan gerakan cuti bersama ini memiliki tujuan untuk Mengungkapkan aspirasi para hakim yang telah lama diabaikan, serta mengingatkan pemerintah bahwa tanpa jaminan kesejahteraan yang memadai, penegakan hukum akan kehilangan otoritas dan keadilan yang sejati.
Ia menambahkan Kesejahteraan hakim adalah elemen penting dalam menjamin penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Hakim harus bebas dari gangguan maupun kekhawatiran lain saat menangani suatu kasus.
Idealnya, seorang hakim memutuskan perkara dengan pikiran yang tenang dan hati nurani yang bersih, bukan dalam kondisi tertekan oleh masalah ekonomi, sosial, kesehatan, atau keamanan yang tidak memadai.
Kesejahteraan yang Yoris maksud di sini tidak hanya sekadar tentang take home pay yang diterima hakim di Indonesia setiap bulannya, di dalamnya termasuk jaminan keamanan dalam persidangan, kesehatan mental para hakim, dan beban kerja hakim yang disesuaikan secara proporsional.
Yoris menambahkan isu kesejahteraan hakim ini sudah dibahas sejak bertahun-tahun yang lalu, namun hingga saat ini belum menemui titik terang. Ia mengatakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 dan perjuangan untuk membahas kembali RUU jabatan hakim di DPR adalah dua hal penting yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini.
Yoris juga menuturkan pentingnya political will dari pemerintah untuk segera memperhatikan masalah ini. Menurutnya, selama pemerintah tidak terlalu menganggap masalah ini sebagai isu yang serius maka isu tentang kesejahteraan hakim ini tidak akan pernah selesai.
Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.
20 Listeners
40 Listeners
2 Listeners
8 Listeners
1 Listeners
0 Listeners
4 Listeners
0 Listeners
0 Listeners
0 Listeners
13 Listeners
57 Listeners
0 Listeners
0 Listeners
0 Listeners
0 Listeners
5 Listeners
47 Listeners
3 Listeners