Share Amnesty International Indonesia
Share to email
Share to Facebook
Share to X
By Amnesty Indonesia
The podcast currently has 8 episodes available.
Kali ini kami mewawancarai Nining Elitos, Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia dan Andriko Otang, Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre. Kami mengobrol tentang kurangnya transparansi, terbatasnya akses untuk berpartisipasi dalam pembuatan undang-undang hingga rentannya hak-hak pekerja dalam omnibus law.
Hari ini, 21 tahun yang lalu, seorang mahasiswa YAI bernama Sigit Prasetyo dibunuh oleh aparat keamanan Indonesia dalam insiden yang dikenal sebagai Tragedi Semanggi I. Saat itu, Sigit bersama ribuan mahasiswa lainnya sedang berunjuk rasa menentang Sidang Istimewa MPR yang ingin mempercepat proses pemilu pasca Soeharto lengser. Namun, sudah 21 tahun pula Martini Widodo, ibunda Sigit, mencari keadilan. Pembunuh anaknya masih berkeliaran dan tidak ada itikad baik dari negara untuk mencari dan mengadilinya. Walhasil, Martini memutuskan untuk menuliskan surat yang menggambarkan kerinduan, kegelisahan, dan harapannya untuk Sigit. Tapi Martini tidak sendirian karena Maryam Supraba (aktris), Asmara Abigail (aktris) dan Dara Hanafi (content creator) akan membantunya membacakan surat tersebut.
Bernardinus Realino Norma Irmawan atau yang akrab dipanggil Wawan, adalah salah satu korban pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan 21 tahun silam dalam Tragedi Semanggi I. Tak kunjung mendapatkan keadilan, ibunda Wawan, Maria Catarina Sumarsih menuliskan kerinduan, kegelisahan, dan harapannya kepada mendiang anaknya. Namun, kali ini Sumarsih tidak sendirian. Maryam Supraba (aktris), Anya Rompas (penulis), dan Laila Achmad (content creator) menjadi "pengeras suara" Sumarsih agar Wawan, juga pemerintah dan parlemen, dapat segera dalam waktu sesingkat-singkatnya mengadili para terduga pelanggar HAM yang masih berkeliaran secara bebas di negara ini.
Sepanjang sejarah, komik banyak digunakan untuk menggambarkan realitas sosial. Di luar negeri, komik seperti Maus, Watchmen, Dark Knight Returns hingga V for Vendetta menyiratkan eskalasi politik dan ketidakadilan sosial yang terinspirasi oleh fenomena di sekitar mereka.
Aksi 23,24 dan 30 September merupakan aksi mahasiswa terbesar sejak Reformasi 98 lalu. Ribuan orang turun ke jalan, mulai dari mahasiswa, siswa STM, masyarakat sipil, hingga kaum profesional, yang lazimnya jarang berunjuk rasa. Kebangkitan aksi masyarakat lewat tagar #ReformasiDikorupsi membuktikan bahwa pergerakan masa kini punya keunikannya sendiri. Pada episode kali ini, Ellena Ekarahendy selaku Ketua SINDIKASI, Gabrielle Alicia dari Border Rakyat dan Ojip dari Paramedis Jalanan berbagi pengalamannya memperjuangkan keadilan lewat pergerakan yang senantiasa terbarukan.
Lirik lagu Killing in The Name, Guerilla Radio dan Bullets of Parade mewarnai aktivisme anti kekerasan di Amerika. Tom Morello, gitaris Rage Against the Machine, dan juga Audioslave, menginspirasi banyak musisi yang telah mengadopsi pesan anti-Bush dan anti-perang yang eksplisit dalam beberapa tahun terakhir - dari Pearl Jam, Green Day, Radiohead, Bruce Spingsteen, hingga Dixie Chicks. Majalah Rolling Stones menempatkan anggota band Prophets of Rage ini di rangking 26 dari 100 gitaris terbaik dunia dan BBC menyebutnya sebagai gitaris nomor 5 terbaik dalam 30 tahun terakhir. Ia juga mendirikan Axis of Justice (AOJ), sebuah organisasi nirlaba bersama Serj Tankian dari System of A Down, untuk menyatukan musisi dan pecinta musik dengan organisasi politik. Aktivisme Morello digaungkannya melalui hentakan musik yang juga mengguncang kesadaran akan kemanusiaan. Sadika Hamid, Manajer Komunikasi Digital Amnesty International Indonesia menghadirkan Tom Morello, orang berani yang telah membuat perubahan lewat keberaniannya.
Film-film bertokoh sentral superhero menjadi salah satu hal yang paling sering terbersit di pikiran ketika kita mendengar istilah budaya populer. Tahun ini, Indonesia memulai debut film superheronya dengan film Gundala karya Joko Anwar. Tokoh-tokoh fiksi berkekuatan super melawan ketidakadilan dan kerap bertindak di luar hukum. Kisah-kisah heroik Captain America hingga Batman menjelma jadi hiperrealita bagi sebagian orang untuk membela keadilan, meski di luar hukum. Bagaimana pahlawan super memastikan bahwa kekuatannya digunakan untuk keadilan dalam koridor moral? Apakah tindakan vigilantisme, atau tindakan main hakim sendiri di luar hukum, berhak dilakukan untuk mengubah aturan-aturan sistemik yang belum mengakomodasi keadilan dan hak asasi manusia? Pada episode kedua Factnesty, Claudia Destianira menghadirkan Aviva Nababan, Periset Amnesty International Indonesia untuk berdiskusi tentang superhero dan vigilantisme.
Raganya terpenjara jauh di pulau Buru sana, tetapi gagasannya tak terbatasi dinding penjara. Pramoedya Ananta Toer, penulis Indonesia yang pernah dinominasikan untuk mendapat Nobel Sastra, berkontribusi menulis keping-keping sejarah Indonesia melalui kisah perjuangan melawan imperialisme berbalut romansa. Tuduhan atas keterlibatannya dalam salah satu organisasi kebudayaan yang dianggap mendukung perpecahan politik di Indonesia, menjadi penyebab penahanan terhadapnya. Penahanan itu juga membatasi kebebasan berekspresi Pram dan ribuan cendekiawan Indonesia pada masa itu. Seberapa signifikan Pram dan karya-karyanya dalam konteks perjuangan kebebasan berekspresi di tingkat global? Pada episode perdana Factnesty, podcast edukasi isu-isu HAM karya Amnesty, Aldo Marchiano Kaligis menghadirkan Papang Hidayat, Manajer Riset Amnesty International Indonesia untuk berdiskusi tentang Pram, tawanan hati nurani dan kebebasan berekspresi.
The podcast currently has 8 episodes available.