Dua orang murid Yesus berjalan menuju Emaus, sebuah kampung yang jaraknya kira-kira tujuh mil dari Yerusalem. Bisa jadi mereka pulang kampung. Segala asa dan harapan mereka sirna seiring dengan kematian Yesus. Padahal sebelumnya mereka mungkin telah meletakkan harapan mereka sepenuhnya pada Yesus, bahwa Yesus inilah yang akan memulihkan Israel.
Mereka berdua berjalan gontai seperti baru kehilangan kekasih yang amat dicintai. Tiba-tiba Yesus datang mendekati mereka dan ikut 𝘯𝘪𝘮𝘣𝘳𝘶𝘯𝘨 dalam percakapan. Dua orang murid itu tidak mengenali bahwa itu Yesus. Mungkin mereka begitu tenggelam dalam suasana sedih sehingga mereka tidak mampu mengenali Yesus yang berjalan bersama mereka.
Saat mereka hampir tiba di kampung yang mereka tuju, mereka mengajak Yesus mampir dan tinggal di rumah mereka karena hari sudah hampir malam. Mereka mulai mengenali Yesus saat Ia duduk makan, lalu memecah-mecah roti dan memberikannya kepada mereka. Saat mereka mengenali Yesus, tiba-tiba Yesus lenyap dari tengah-tengah mereka.
Bukankah kita pun kadang seperti dua orang murid itu? Kita tidak mampu mengenali dan merasakan kehadiran-Nya saat kita sedang dirundung kepedihan, keputusasaan, kepahitan, kemarahan, kekuatiran yang amat dalam. Terlebih di tengah-tengah situasi kesulitan ekonomi saat ini. Beberapa di antara kita mungkin kehilangan pekerjaan, bisnis kita terancam bangkrut, kesehatan anggota keluarga atau diri kita terganggu. Di tengah-tengah situasi seperti ini kita tidak dapat mengenali kehadiran Tuhan yang rindu bercakap-cakap dan tinggal bersama kita.
Yang perlu dilakukan hanyalah berhenti terlalu memikirkan diri kita sendiri, membuka telinga dan hati kita untuk mendengar firman-Nya, bantulah orang lain yang juga sedang mengalami kesusahan, persilahkan Yesus tinggal di dalam hidup kita.
Saat itulah kita akan dibuat mengenali kehadiran-Nya yang menemani setiap langkah hidup kita.