Di dunia ini ada orang yang sangat pandai membuat alasan. Saya kurang pandai, saya tidak bisa, coba saja kalau dulu orang tua saya mendukung saya, dan banyak alasan lainnya yang membuat kita tidak lagi bertanggung jawab terhadap jalan hidup kita. Apakah Anda adalah salah satunya?

Tidak seorangpun tanpa ego. Tujuan yang harus dicapai setiap orang adalah membatasi ego yang mengendalikan dan mengatur hidup kita, ego yang tanpa sengaja kita buat, yang mendorong dan membutakan kita, dan untuk memperbesar situasi dimana ego dapat membuat kita tumbuh, maju, bertekun dan menumbuhkan kita. (Efrat Shani dan Yaron Golan)

Kecenderungan manusia adalah mengejar kenikmatan dan menghindari sengsara. Tapi, pernahkah Anda berpikir lebih jauh, apa jadinya bila seorang anak dijaga sedemikian rupa agar ia tidak usah mengalami kesulitan, kekecewaan, luka, dan masalah?

Berapa banyak topeng yang kita kenakan saat kita bertambah usia? Saat kita kanak-kanak, kita menampilkan diri kita apa adanya. Namun, saat kita beranjak dewasa, kita tidak lagi menjadi diri kita sendiri. Kita tidak lagi tampil sebagai pribadi otentik atau apa adanya. Apakah Anda termasuk salah di antaranya?

Apakah Anda merasa orang yang kreatif? Apa yang membuat orang merasa kreatif dan tidak kreatif? Apakah itu karena sistem pendidikan kita di masa lalu yang cenderung membuat seragam dalam segala hal? Bila kita mau berefleksi, bukankah Allah itu begitu kreatif? Bila Allah itu kreatif, bukankah semestinya kita selaku anak-anak-Nya juga kreatif?

Hal yang masih saya ingat dari guru saya bukanlah materi yang ia sampaikan, melainkan bagaimana tutur kata dan sikapnya pada saya. Ada seorang guru yang begitu sabar dan mencintai anak-anak didiknya. Sampai hari ini saya masih mengingatnya dan bersyukur pernah diajar dan dididik olehnya. Bila ada cinta, maka tidak ada lagi tugas dan kewajiban.

Apa yang membuat Anda bebas dan tidak bebas?

Rasa syukur tidak seharusnya bergantung pada apapun. Anda tidak perlu menunggu sebuah hari yang istimewa atau acara meriah untuk mengucapkan terimakasih.

Apa yang kita cerminkan pada orang lain kerap berbalik pada diri kita sendiri. Misalnya, saat kita tersenyum pada seseorang, kerap orang itu balas tersenyum pada kita, demikian pula sebaliknya. Di sisi lain, kita cenderung mudah menilai dan menghakimi orang lain tanpa menyadari bahwa diri kita bisa jadi lebih buruk darinya.

Mengapa dia melakukan itu pada saya? Saya sungguh merasa direndahkan! Saya tidak akan pernah memaafkannya. Mungkin itulah yang kita rasakan saat kita merasa dilukai, dikhianati, dirugikan oleh orang lain, terlebih bisa itu dilakukan oleh orang yang terdekat dengan kita. Namun sadarkah kita, bahwa kita tidak akan pernah pulih sampai kita memaafkan?