Radio Palsu

Sejak awal, RAPAL digelar untuk menjadi titik temu virtual yang mewadahi bermacam pandangan dari berbagai disiplin ilmu dalam menyikapi berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Sebagai titik temu, penekanannya lebih pada kata "temu" yang secara harfiah berarti bertemu. Sehingga solusi bukanlah akibat yang ditargetkan dari tiap obrolan RAPAL. Episode #5 ini salah satu contoh konkrit dari niatan awal tersebut. Rhino Ariefiansyah dan Nico Wanandy, dua narasumber dari dua bidang ilmu yang berbeda, Antropologi dan Bio-Teknologi yang hadir kali ini masing-masing berkisah tentang ekologi Nusantara menurut paham, cara pandang serta pengalaman empirik masing-masing, baik dalam kerangka keilmuan maupun personal.  

Selain aktif menjadi dosen di Jurusan Antropologi UI, Inyo - panggilan akrab Rhino - juga aktif sebagai peneliti terutama mengenai budaya pertanian. Aktivitas ini yang membawanya terlibat langsung dengan kelompok-kelompok tani di Indramayu, Lampung dan beberapa lokasi lain. Dari situlah Inyo memahami bahwa petani sesungguhnya adalah saintis sejati yang ditempa oleh alam selama hidupnya dan menjadikan lingkungansekitarnya sebagai laboratorium abadi.

Sebagai seorang Bio-Teknolog lulusan Australia, Nico bisa saja mendekam di laboratorium dan memproduksi paten-paten obat-obatan bernilai tinggi. Tapi hal itu tidak menjawab kegelisahannya. Oleh sebab itu, Nico memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dan mencari hulu dari penyakit-penyakit yang selama ini berusaha ditanggulanginya. Itu yang kemudian membuatnya aktif di bidang restorasi ekosistem. Terutama tanah dan air. Itu juga yang membuatnya terlibat langsung dengan petani-pekebun-peternak, mulai di Jawa Tengah, Kalimantan, dan yang belakangan ini, Riau.

Sejak awal, RAPAL digelar untuk menjadi titik temu virtual yang mewadahi bermacam pandangan dari berbagai disiplin ilmu dalam menyikapi berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Sebagai titik temu, penekanannya lebih pada kata "temu" yang secara harfiah berarti bertemu. Sehingga solusi bukanlah akibat yang ditargetkan dari tiap obrolan RAPAL. Episode #5 ini salah satu contoh konkrit dari niatan awal tersebut. Rhino Ariefiansyah dan Nico Wanandy, dua narasumber dari dua bidang ilmu yang berbeda, Antropologi dan Bio-Teknologi yang hadir kali ini masing-masing berkisah tentang ekologi Nusantara menurut paham, cara pandang serta pengalaman empirik masing-masing, baik dalam kerangka keilmuan maupun personal.  

Selain aktif menjadi dosen di Jurusan Antropologi UI, Inyo - panggilan akrab Rhino - juga aktif sebagai peneliti terutama mengenai budaya pertanian. Aktivitas ini yang membawanya terlibat langsung dengan kelompok-kelompok tani di Indramayu, Lampung dan beberapa lokasi lain. Dari situlah Inyo memahami bahwa petani sesungguhnya adalah saintis sejati yang ditempa oleh alam selama hidupnya dan menjadikan lingkungansekitarnya sebagai laboratorium abadi.

Sebagai seorang Bio-Teknolog lulusan Australia, Nico bisa saja mendekam di laboratorium dan memproduksi paten-paten obat-obatan bernilai tinggi. Tapi hal itu tidak menjawab kegelisahannya. Oleh sebab itu, Nico memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dan mencari hulu dari penyakit-penyakit yang selama ini berusaha ditanggulanginya. Itu yang kemudian membuatnya aktif di bidang restorasi ekosistem. Terutama tanah dan air. Itu juga yang membuatnya terlibat langsung dengan petani-pekebun-peternak, mulai di Jawa Tengah, Kalimantan, dan yang belakangan ini, Riau.

Salah satu isu yang mencuat di masa karantina akibat pandemi COVID 19 adalah ketersediaan pangan bagi seluruh warga. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan macetnya jalur distribusi, juga tersendatnya proses produksi di hulu pangan. Sesungguhnya hal ini ironis, mengingat tiap sudut Nusantara dianugerahi potensi alam yang begitu dahsyat - tanah yang responsif terhadap hampir segala jenis tumbuhan yang ditanam di atasnya, sumber air yang tak berkekurangan, juga tumbuhan pangan yang luar biasa varietasnya. Seiring perjalanan waktu, adalah pola pikir manusia Nusantara sendiri yang kemudian "mengerdilkan" itu semua, dan lalu berpasrah diri di tangan-tangan industrialis pangan yang berkelindan di pemegang kekuasaan. 

Rapal kali ini membahas usaha-usaha yang dapat (dan sebenarnya, sudah) dilakukan dalam rangka menumbuhkan ketahanan pangan yang berujung pada kedaulatan pangan di tanah air yang nyata-nyata sangat berkecukupan ini.

Salah satu isu yang mencuat di masa karantina akibat pandemi COVID 19 adalah ketersediaan pangan bagi seluruh warga. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan macetnya jalur distribusi, juga tersendatnya proses produksi di hulu pangan. Sesungguhnya hal ini ironis, mengingat tiap sudut Nusantara dianugerahi potensi alam yang begitu dahsyat - tanah yang responsif terhadap hampir segala jenis tumbuhan yang ditanam di atasnya, sumber air yang tak berkekurangan, juga tumbuhan pangan yang luar biasa varietasnya. Seiring perjalanan waktu, adalah pola pikir manusia Nusantara sendiri yang kemudian "mengerdilkan" itu semua, dan lalu berpasrah diri di tangan-tangan industrialis pangan yang berkelindan di pemegang kekuasaan. 

Rapal kali ini membahas usaha-usaha yang dapat (dan sebenarnya, sudah) dilakukan dalam rangka menumbuhkan ketahanan pangan yang berujung pada kedaulatan pangan di tanah air yang nyata-nyata sangat berkecukupan ini.

Di episode kali ini dengan bantuan Nur Arif, kami banyak bergunjing mengenai tradisi nusantara yang satu per satu tergali dan muncul lagi sebagai akibat karantina sosial berskala besar terkait pandemi di Nusantara yang oleh masyarakat Jawa jaman dahulu lebih dikenal dengan istilah "pagebluk."  Baik di level individu maupun masyarakat. Pertanyaan besar yang kemudian muncul, apakah the-so-called-new-normal yang kerap digaungkan belakangan sebagai akibat dari pagebluk ini sesungguhnya hanyalah pengulangan dari the used to be normal ketika kita letakkan pada konteks nusantara, seperti layaknya konsep Cakra Manggilingan yang dihayati oleh sebagian besar masyarakat rural Jawa?

Mau tahu rahasia di balik kampanye kreatif pencalonan Jokowi di 2014 dan 2019? Bersama Nicky Fachrizal, Mas Yoga Adhitrisna, salah satu pencetus ide Demokreatif, akan berbagi ide soal  kenapa kreatifitas narasi diperlukan untuk memecah kebuntuan wacana politik kita saat ini.

Mau tahu rahasia di balik kampanye kreatif pencalonan Jokowi di 2014 dan 2019? Bersama Nicky Fachrizal, Mas Yoga Adhitrisna, salah satu pencetus ide Demokreatif, akan berbagi ide soal  kenapa kreatifitas narasi diperlukan untuk memecah kebuntuan wacana politik kita saat ini.

Ternyata, politik identitas itu sudah lama dibangun sejak pemilu 55 loh. Mau tahu seperti apa pertikaian ideologi di pemilu pertama Indonesia dan perbedaannya di era Orde Baru dan Reformasi? Disimak yah, wawancara Saudara Nicky Fachrizal bersama Sejarawan Bonnie Triyana berikut.

Ternyata, politik identitas itu sudah lama dibangun sejak pemilu 55 loh. Mau tahu seperti apa pertikaian ideologi di pemilu pertama Indonesia dan perbedaannya di era Orde Baru dan Reformasi? Disimak yah, wawancara Saudara Nicky Fachrizal bersama Sejarawan Bonnie Triyana berikut.

Sudah bukan rahasia lagi, perkembangan teknologi menggiring terjadinya perubahan kebiasaan manusia. Termasuk kebiasaan mengonsumsi media. Hal ini juga pasti sudah disadari betul oleh para pemilik media. Segala jurus untuk mengantisipasi dan menunggangi gelombang perubahan ini sudah dilakukan, termasuk jurus akrobatik sekalipun. Ada yang sukses, banyak juga yang gagal. 

•

Di episode perdana RAPAL versi Karantina ini kami bergunjing mengenai jurus-jurus tersebut. Termasuk salah satu jurus utama yang sayangnya kerap luput dari perhatian selama ini yaitu norma baru dalam jurnalistik itu sendiri. Apakah norma-norma yang tertuang dalam kode etik serta teori jurnalistik yang kerap diajarkan di bangku kuliah selama ini masih relevan dengan kondisi praktikal saat ini? Atau jangan-jangan sudah kadaluarsa dan sudah waktunya disusun kembali?