Share Suara untuk Asa
Share to email
Share to Facebook
Share to X
By Mission Partners
The podcast currently has 19 episodes available.
Aku telah menyerahkan segala-galanya kepada Tuan-ku. Ia akan memelihara aku…. Yang terbaik bagi kita ialah bukan apa yang kita pikir terbaik, tetapi apa yang Tuhan inginkan bagi kita! (St. Bahkita)
Ada tiga bagian menarik yang dapat kita temukan dalam kisah hidup Santa Bahkita. Pertama, penderitaan sebagai korban penculikan dan menjadi budak yang diperjualbelikan. Ini adalah sisi kelam yang tidak akan mampu Ia lewati tanpa campur tangan Tuhan. Bahwa, St Bahkita masih bisa hidup karena Tuhan masih mencintainya. Jangan biarkan penderitaan menghancurkan hidup, pelihara dan miliki harapan. Kedua, Kebebasan dan dapat kembali menjalani kehidupan sebagai pribadi yang dihargai martabatnya. Ini adalah bagian yang dapat dianggap sebagai kelahiran yang kedua. Allah yang begitu mengasihi memberi jalan kebebasan kepadanya. Harapan yang tetap menyala berbuah manis dan menuntun Bahkita pada jalan panggilan. Dan yang Ketiga adalah Kehidupan Bahkita sebagai pribadi yang mengembangkan cinta dan belas kasih Tuhan yang Dia terima untuk menjadi berkat bagi sesama. Ini adalah sisi yang menunjukkan betapa Mulianya Santa Bahkita, sungguh Ia adalah pribadi yang dikasihi dan dipilih Tuhan.
Sr. Bakhita menghembuskan napas terakhir pada tanggal 8 Februari 1947 di Biara Canossian di Schio, didampingi oleh saudari-saudarinya yang berada di sekeliling pembaringannya. Jenazahnya disemayamkan di biara selama tiga hari. Orang banyak yang segera berdatangan takjub melihat tubuhnya yang tetap lemas dan tidak kaku. Para ibu mengangkat tangan Bakhita dan meletakkannya ke atas kepala anak-anak mereka, memohon berkat darinya.
Setelah wafatnya, banyak rahmat dan mukjizat terjadi. Berita tentang kekudusannya tersebar ke semua benua. Ratusan surat diterima dari banyak orang yang doanya dikabulkan dengan memohon bantuan doa St. Bakhita.
Yosefina Bakhita dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 17 Mei 1992 dan dikanonisari pada tanggal 1 Oktober 2000 oleh Paus yang sama. Hingga saat ini, St. Yosefina Bakhita adalah satu-satunya santa yang berasal dari Sudan. Pestanya dirayakan pada tanggal 8 Februari.
Melihat penderitaan yang dialami St Bakhita kecil membuka mata kita alangkah kejamnya perdagangan manusia -manusia dianggap obyek yang bisa diperjual belikan, diperlakukan seperti barang, tidak bernyawa-mati, dibungkam, dirampas haknya sebagai manusia, padahal semua manusia sama dihadapan Allah,memilki martabat dan hak yang sama apakah perlakukan ini adil untuk mereka yang diperdagangkan.
“Kekerasan itu tidak baik karena menyakitkan dan membuatku menangis.” Ujar Yerena, seorang bocah penyintas perdagangan manusia yang masih berusia 10 tahun. Entah berapa banyak lagi Bahkita-Bahkita kecil yang harus menangis dan menderita sebagai korban perdagangan manusia. Lantas, Siapkah kita berkontribusi mendampingi Bakhita-Bakhita disekitar kita agar mereka mampu mengubah penderitaan menjadi ucapan syukur dan menemukan “Tuan” mereka yang Maha Rahim dan Maha Adil yaitu Tuhan Yesus Kristus. Sanggupkah kita menghadapi tekanan, cibiran dan penolakan saat berjalan bersama Bakhita-bakhita untuk memperoleh Keadilan? Sanggupkah kita menentang struktur yang mencipatakan lingkaran setan yang membelenggu Bakhita-bakhita ? Sanggupkah kita dengan kerendahan hati mendoakan para perlaku perdagangan manusia ?
Kita pasti sanggup karna Tuhan Yesus Kristus menyertai dan memampukan kita, kalau bukan kita siapa lagi. Mari kita lakukan kalau bukan sekarang lalu kapan? Jangan biarkan Bakhita-Bakhita itu menunggu.
“Bukan kelelahan atau rasa sakit yang membuat seseorang berhenti untuk berbuat sesuatu, Tetapi karena kehilangan semangat untuk berbuat lebih”
Dalam kisah-kisah tentang mukjizat penyembuhan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, ada satu kalimat yang paling sering muncul yaitu: “Imanmu menyelamatkanmu”. Dan setelah mukjizat terjadi, banyak dari mereka menjadi saksi akan kehadiran dan kasih Tuhan. Bagaimana jika hal ini terjadi dalam hidup kita? Saat Kita diselamatkan dan seperti memperoleh hidup baru, apakah kita masih akan mengingat penderitaan yang pernah kita alami? Atau kita akan menghabiskan sisa hidup kita sebagai persembahan yang terbaik untuk Sang Penyelamat? Keselamatan yang diberikan Tuhan mungkin menjadi satu-satunya motivasi yang mampu menggerakkan Santa Bahkita untuk terus dan terus melayani Tuhan.
Setelah biografinya diterbitkan pada tahun 1930, Sr. Bakhita menjadi terkenal - ia sering diundang untuk menjadi pembicara dan mengumpulkan dana untuk karya cinta kasih. Usianya semakin bertambah dan tubuhnya semakin melemah. Penyakit yang hebat mendera tubuhnya dan Sr. Bakhita pun harus tinggal di atas kursi roda. Kepada mereka yang menjenguknya serta menanyakan keadaannya, dengan tersenyum ia menjawab: “Seturut kehendak Tuan-ku”. Selama sakit, Sr. Bakhita tidak bisa lagi pergi melayani ke mana-mana dengan bebas. Sr. Bakhita senantiasa berdoa bagi Gereja dan Afrika dari atas kursi rodanya. Itulah persembahan yang dapat ia berikan dalam penderitaannya.
Dalam penderitaannya yang hebat itu, seolah-olah Sr. Bakhita mengalami kembali masa-masa perbudakannya yang mengerikan. Lebih dari sekali ia memohon kepada perawat yang menjaganya: “Aku mohon, longgarkanlah rantainya…….rantai ini sungguh berat!”. Bunda Marialah yang datang membebaskannya dari penderitaannya. Menjelang ajal, Bakhita berseru: “Bunda Maria! Bunda Maria!” dan senyum di wajahnya menjadi bukti bahwa jiwanyapun telah berjumpa dengan Bunda Allah.
Santa Bakhita mengakhiri peziarahan hidup dengan sangat indah. Setelah “kelahiran” hidup yang kedua, Ia persembahkan hidupnya kepada “Tuan’ yang menyelamatkannya. Tidak ada satu hal pun yang dapat menghentikannya. Bahkan diakhir hidup, saat raga semakin lemah dan menderita penyakit hebat, Ia tidak kehilangan alasan untuk tetap tersenyum dan berdoa walau itu dilakukan diatas kursi roda.
Sungguh… teladan Santa Bakhita dalam kesetiaannya untuk melayani dan memberikan Persembahan terbaik untuk Tuhan layak untuk ditiru. Semangatnya yang tidak pernah surut untuk memberi hidup kepada sesamanya dalam keadaan apapun adalah hal yang sangat hebat dan tidak akan mungkin dilakukan oleh pribadi yang lekat dengan hal-hal duniawi. Kelelahan dan kesakitan tidak mampu membuatnya berhenti.
Saat Kita tahu bahwa kehidupan kita masih berjalan sampai detik ini karena Tuhan yang maha baik itu menyelamatkan dan mengasihi kita, sudah selayaknya kita memberanikan diri memberi persembahan hidup terbaik bagiNya, dengan melayani dan menjadi penyelamat kehidupan bagi orang-orang di sekitar kita. Dan baik juga jika makin banyak orang-orang yang terselamatkan hidupnya dari kejahatan perdagangan manusia. Mari kita menyelamatkan kehidupan.
“Hidup itu sejatinya tidak melulu tentang apa yang didapat, namun bagaimana dapat menjadi berkat”
Ada banyak ungkapan untuk mengambarkan dinamika kehidupan manusia, ada menganggap seperti Roller Coaster yang naik turun, ada juga yang menggambarkan seperti roda yang kadang berada diatas dan kadang berada dibawah. Sesungguhnya ini mau mengatakan kalau hidup itu tidak mulus. Bagaimana cara seseorang memaknai perjalanan hidupnya akan dapat mempengaruhi perilaku mereka dalam menyikapi sesuatu. Apakah mau menjadi berkat untuk sesama? Atau malah memendam berkat?
Allah Menciptakan Manusia segambar denganNYA dan Dia mengasihi kita tanpa batas. Dan Allah menghendaki kita untuk mengasihi sesama kita seperti Dia mengasihi kita. Kasih yang telah kita terima dari Allah hendaknya menjadi bekal bagi kita untuk mengasihi orang-orang disekitar kita. Setiap kesulitan yang kita hadapi membuat kita semakin mengerti akan makna hidup dan menyadari kebesaran kasih Allah. Kita dituntun untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari atas setiap peristiwa yang kita hadapi. Begitu juga Kisah hidup Santa Bakhita.
Santa Josephine Bakhita adalah seseorang yang pernah terpuruk dalam kehidupan sebagai seorang budak, namun setelah Ia berada dalam situasi yang baik, Setelah menjadi seorang biarawati, Ia dikenal sebagai pribadi yang memiliki kerendahan hati, kesederhanaan, dan senyum yang senantiasa menghiasi wajahnya, membuat semua orang suka kepadanya. Saudari-saudarinya dalam komunitas mengagumi sikapnya yang menyenangkan dan penuh dengan kasih Tuhan. Ketika perang dunia I pecah pada tahun 1915, Sr. Bakhita mendapat izin untuk ikut melayani mereka yang menjadi korban perang itu. Dengan penuh kelembutan dan kasih ia mulai menghibur, merawat, dan memberikan perhatian kepada korban-korban yang terluka itu. Karena Sr. Bakhita adalah orang Afrika, maka banyak dari mereka yang dirawat ingin tahu mengapa ia sampai di Italia. Sr. Bakhita pun dengan penuh semangat menceritakan kisah pengalaman hidupnya dan kebaikan Tuhan yang ia terima kepada mereka.
Kisah hidupnya yang istimewa menarik minat banyak orang. Mereka sangat tertarik dan semakin kagum akan kebesaran Tuhan. Maka, pada tahun 1930 diterbitkanlah sebuah buku berjudul “Kisah Ajaib”, yang merupakan biografi dari Sr. Bakhita. Buku itu pun sangat mengesankan dan memikat hati banyak orang, sehingga harus dicetak berulang kali.
Teladan Santa Bakhita memberikan inspirasi bagi kita untuk mewujudkan Kasih dengan peduli dan peka terhadap lingkungan sekitar. Terutama terhadap modus kejahatan perdagangan manusia. Kita diharapkan membantu mereka dan memberikan support kepada para korban perdagangan manusia. Dengan sikap yang penuh kasih, kita dapat mendengarkan keluk kesah mereka, membantu mencari solusi masalah mereka, mendampingi mereka serta menjadi sahabat bagi mereka. Dengan begitu hidup kita menjadi berkat bagi mereka.
“Dalam ketidaksempurnaan hidup kita, Tuhan Allah hadir menyempurnakan dan menjadikannya indah”
Di Jepang, ada istilah wabi sabi. Itu merupakan filosofi yang kerap digambarkan sebagai cara menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan. Wabi sabi sering juga dikaitkan dengan rasa damai dalam melihat perubahan alami kehidupan. Menerima fakta bahwa hidup dan hal-hal yang ada di dunia ini tidak kekal, memungkinkan kita untuk lebih menghargai keindahannya.
Kita bukan manusia yang sempurna tapi di dalam ketidaksempurnaan ada keindahan yg sudah disediakan Allah bagi kita. Namun sering kali kita mengijinkan cobaan dan penderitaan menjadi penentu hidup, membuat kita terbelenggu dan membatasi diri untuk melangkah. Padahal, setiap manusia dapat menentukan kehendak bebas. Dengan menemukan kehendak Tuhan dalam setiap peristiwa dan menempatkan diatas segalanya, akan memberikan keindahan dalam ketidaksempurnaan hidup kita
Ketika Nyonya Michieli kembali dari Afrika untuk menjemput Mimmina dan Bakhita, Bakhita dengan tegas dan penuh keyakinan (belum pernah ia bersikap demikian sebelumnya) menyatakan keinginannya untuk tetap tinggal bersama Suster-suster Canossian dan melayani Tuhan yang telah membuktikan begitu besar cinta-Nya kepadanya.
Pelan tapi pasti, Bakhita merasakan panggilan untuk menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Oleh karena itu, pada tahun 1893 ia masuk Institut St. Magdalena dari Canossa di Venisia, Italia. Tiga tahun kemudian, pada tanggal 8 Desember 1896, Sr. Bakhita mengucapkan kaulnya kepada Tuhan yang biasa ia sapa dengan sapaan manis “Tuan!”
Selama lima puluh tahun kemudian Sr. Bakhita tinggal bersama komunitasnya di Schio, Italia. Ia melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti memasak, menjahit, merenda dan membukakan pintu. Jika sedang bertugas menjaga pintu, Sr. Bakhita akan dengan lembut menumpangkan tangannya yang hitam itu ke atas kepala anak-anak yang setiap hari datang untuk belajar di Sekolah Canossian dan mencurahkan perhatiannya kepada mereka. Karena kulitnya yang hitam legam, semua orang lebih suka memanggilnya “Mama Moretta” (Mama Hitam)
Suaranya yang hangat, dengan nada dan irama lagu daerah asalnya, menyenangkan hati anak-anak, menghibur mereka yang miskin dan menderita serta membesarkan hati mereka yang datang mengetuk pintu Institut.
Gereja mempercayakan kepada kita perutusan rekonsiliasi yang membutuhkan kesadaran bahwa kita sendiri selalu membutuhkan pertobatan. Allah berseru kepada kita : “Berdamailah dengan Allah”. Bagi mereka yang kita jumpai kita adalah sarana perjumpaan dengan Gembala Baik. Dalam penyerahan diri yang tulus kepada Tuhan, Santa Bakhita dapat menemukan keindahan hidup dan boleh menjadi berkat bagi sesama. Bagaimana dengan kita? Maukah kita menyerahkan diri seutuhnya pada Tuhan, hidup seturut dengan kehendaknya dan menjadi berkat bagi sesama yang membutuhkan pertolongan?
“Ketika mutiara berharga sudah ditemukan, melompatlah, berjuang dan buat keputusan untuk meraihnya”
Masa depan dibangun atas pijakan-pijakan dari masa lalu, entah itu dari pengalaman-pengalaman baik atau pengalaman yang kelam. Seberapa kokoh pjijakan kehidupan kita ditentukan dari keberanian kita untuk menemukan kebaikan dalam setiap pengalaman tersebut, dan yang terpenting menemukan panggilan dan kehadiran Tuhan melalui pengalaman itu.
Setelah melalui perjalanan yang panjang, Santa Bahkita yang sudah terbebas dari kejinya kehidupan sebagai seorang budak, dituntun pada sebuah panggilan untuk semakin dan mencintai Tuhan. Pada tahun 1888, Bakhita memilih untuk tetap tinggal di Italia sementara Nyonya Michieli pindah ke Suakin untuk membantu suaminya. Bakhita tinggal di asrama yang dikelola oleh Suster-suster Canossian dari Institut Katekumen di Venice.
Disanalah Bakhita mengenal Tuhan yang ada di hatinya tanpa ia ketahui siapa Ia sebenarnya. Sejak masih kanak-kanak, Bakhita sering bertanya: “Melihat matahari, bulan dan bintang-bintang, saya bertanya kepada diri sendiri, siapakah gerangan Tuan atas semesta yang indah ini? Saya merasakan suatu keinginan yang amat kuat untuk berjumpa dengan-Nya, mengenal-Nya dan menyembah-Nya.”
Pada tanggal 9 Januari 1890, Bakhita menerima sakramen inisiasi dan memperoleh nama baru: Yosefina. Ia tidak tahu bagaimana mengungkapkan sukacitanya pada hari itu. Matanya yang bulat bersinar-sinar, menunjukkan sukacita yang amat mendalam. Sejak hari itu, ia sering terlihat mencium bejana babtis sambil berkata: “Disinilah, aku menjadi anak Allah!” Bakhita merasa inilah saat-saat terindah dalam hidupnya, ia menjadi anak Allah yang sangat dikasihi. Dengan bertambahnya hari, Bakhita semakin mengenal siapa itu Tuhan yang ia kenal dan ia kasihi, yang membimbingnya kepada-Nya melalui cara-Nya yang misterius, Ia yang senantiasa menggenggam tangannya.
Santa Bahkita adalah salahsatu dari segelintir orang yang beruntung dapat terlepas dari jerat perbudakan, saat ini dunia belum bebas dari perbudakan dan perdagangan manusia, prosentase jumlah korban yang berhasil bebas sangatlah kecil. Beberapa dari mereka memutuskan untuk menjadi aktivis untuk melawan perdagangan manusia.
Bagaimana dengan sikap kita dalam menemukan dan menjawab panggilan Tuhan? Apakah kita mampu mengambil sikap seperti Santa Bakhita, dalam penderitaannya Ia justru menemukan Tuhan dan semakin mencintainya. Ia menemukan keberanian untuk membuat sebuah keputusan, mencintai Tuhan dan melayani sesama. Santa Bakhita tetap dapat bersyukur dengan keadaannya, maka selayaknya kita meneladani sikap ini, dan mulai untuk dapat menemukan hal yang dapat disyukuri dari setiap pengalaman kita.
Dengan menjadi anak Allah dan ternaungi kasih serta bimbinganNya, seperti St. Bakhita, kita selayaknya memiliki keberanian untuk selalu membela dan memperjuangkan kehidupan terlebih bagi sesama yang menjadi korban perdagangan manusia. Meski banyak sekali tantangan yang menghadang, Tuhan memberikan keberanian pada kita semua melalui cara-cara yang tidak kita duga agar kita mampu untuk selalu mengambil langkah dalam memberantas perdagangan manusia.
“Untuk mewujudkan kedamaian di dunia ini, kita harus sepakat untuk mengakhiri perdagangan manusia”
Setiap manusia terlahir sebagai pribadi yang bebas, mereka berhak atas kedamaian dan kebahagiaan dalam hidupnya. Berbicara tentang kebahagiaan, Apapun latar belakang seseorang: suku, agama, ras dan bahkan kehidupan ekonomi Tidak ada seorang pun dari mereka yang ingin direnggut kebahagiaannya. Namun kenyataannya sampai hari ini ada begitu banyak manusia yang bahkan bukan hanya kebahagiaan saja, namun hidupnya pun direnggut, harus menderita. Salah satu peyebabnya karena terjebak dalam rantai perdagangan manusia. Perbudakan dan perdagangan manusia adalah kejahatan yang sudah ada sejak bertahun-tahun, bahkan berabad-abad yang lalu.
Santa Bakhita adalah salahsatu korban yang mengalami hal tersebut. Setelah mengalami pengalaman buruk sebagai budak dari beberapa majikan, akhirnya Santa Bakhita dapat mengalami kebahagiaan dan mendapatkan kebebasan setelah dibeli oleh seorang Konsul Italia yang bernama Callisto Legnani.
Untuk pertama kalinya sejak ia diculik, Bakhita dengan gembira menyadari bahwa tidak seorang pun menggunakan cambuk ketika memberikan perintah kepadanya; malahan sebaliknya ia diperlakukan dengan hangat dan ramah. Di rumah Tuan Legnani, Bakhita merasakan damai, kehangatan dan sukacita, meskipun kadang-kadang muncul kembali ingatan akan keluarganya yang mungkin tidak akan pernah dilihatnya lagi.
Tahun 1885, situasi politik menyebabkan Tuan Legnani harus kembali ke Italia. Bakhita diajak ikut serta dan tinggal bersama Tuan Legnani serta seorang temannya, Tuan Augusto Michieli. Setibanya di Genoa, Tuan Legnani atas desakan isteri Tuan Michieli, setuju untuk meninggalkan Bakhita bersama mereka. Ia mengikuti “keluarga” barunya ke Zianigo. Ketika lahir Mimmina, puteri keluarga Michieli, Bakhita menjadi pengasuh dan temannya.
Kita mungkin bisa membayangkan kesedihan, ketika seseorang kehilangan barang berharga seperti hand phone, laptop, perhiasan, atau bahkan kehilangan seseorang yang waktunya “dipanggil” Tuhan. Namun, bagaimana dengan seseorang yang kehilangan hidupnya, karena menjadi korban perdagangan manusia? Mari kita mendoakan agar para korban perdagangan manusia dapat dibebaskan, dengan cara apa pun. Seperti halnya yang boleh dialami oleh Santa Bahkita.
Mewujudkan kedamaian di dunia ini bisa dimulai dengan sebuah langkah penting yaitu menghentikan praktik perdagangan manusia dalam bentuk apapun. Untuk para pelaku yang mungkin juga terjebak pekerjaan kotor ini, Dengarkan Nuranimu yang berbisik… Bebaskan mereka… ya bebaskan mereka. Orang-orang yang Anda culik juga sama seperti Anda, mereka layak mendapatkan kehidupan yang baik, damai dan bahagia. Mereka juga berhak atas hidup bersama dengan orang-orang yang mengasihi mereka. Mari wujudkan dunia yang damai. STOP Perdagangan manusia!!!
“Saat seseorang berhasil pulih dari trauma tidak berarti rasa sakit tidak pernah ada. Itu artinya penderitaan atau rasa sakitnya tidak lagi mengontrol hidup kita.”
Setiap pengalaman hidup manusia itu terekam dan tersimpan dengan baik didalam pikiran. Entah itu pengalaman baik atau buruk. Memori yang tersimpan ini dapat memunculkan banyak hal dalam hidup, apakah itu cara bersikap, cara pandang terhadap sesuatu, atau menjadi hantu pikiran yang memunculkan trauma atau ketakutan terhadap hal tertentu. Dapatkah kita membayangkan menjadi seseorang yang pernah mengalami kejadian traumatis yang berat? Bukan hal yang mudah untuk bangkit dan berdamai dengan masa lalu yang kelam.
Bagi para perempuan penyintas perdagangan manusia, pemulihan trauma dengan pengalaman buruk saat menjadi korban perdagangan manusia bisa jadi tahap yang sulit untuk dilalui. Tak jarang juga yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih, perasaan hancur dan galau untuk melanjutkan hidup sering berkecamuk dalam benak mereka. Santa Bakhita pun mengalami penderitaan yang sangat hebat dan berkali-kali dialami.
Suatu kali, karena dianggap tidak dapat menguntungkan lagi, Bakhita dijual kepada orang lain. Kali ini Bakhita dijual kepada seorang jenderal Turki yang tinggal di Kordofan. Setiap hari nyonyanya menghukum Bakhita dengan lecutan cambuk dan pukulan-pukulan. Pada usia 13 tahun, Bakhita mengalami siksaan tatto yang mengerikan. “Seorang wanita yang terampil dalam seni tatto datang ke rumah jenderal ….nyonya kami berdiri di belakang kami dengan cemeti di tangan. Wanita itu membawa sepiring tepung putih, sepiring garam dan sebuah pisau cukur… Ketika ia selesai membuat gambar-gambar, wanita itu mengambil pisau cukur dan menorehkannya disepanjang garis-garis gambar. Garam ditaburkan di setiap luka….Wajah saya dikecualikan, tetapi 6 gambar dilukis di payudara saya, dan lebih dari 60 gambar di perut dan tangan saya. Saya pikir saya akan segera mati, terutama ketika garam ditaburkan ke dalam luka-luka saya….hanya karena mukjizat Tuhan sajalah, saya tidak mati. Ia mempersiapkan saya untuk hal-hal yang lebih baik.”
Penderitaan yang mengerikan itu membuat Bakhita kembali mengalami kesakitan yang luar biasa. Ia terbaring lagi selama satu bulan sampai luka-lukanya mulai mengering. Namun, di sekujur tubuh Bakhita terlihat tatto yang menyerupai anyaman yang tak dapat hilang.
Dalam Penderitaannya, Bakhita masih bisa bersyukur karena diberi kekuatan untuk hidup. Itu sebuah mukjizat baginya. Yesus Gembala Baik merengkuh dengan kasih kepada semua orang yang menderita karena kelemahan manusiawi. Ia merawat yang luka, Ia merawat dan mengobati luka-luka dan trauma-trauma kita. Ia memberi kita cinta yang mencari, cinta yang mendamaikan dan cinta yang mengampuni. Belajar dan berserahlah kepada-Nya untuk berdamai dengan masa lalu. Mintalah kekuatan kepadaNya untuk mampu bangkit mengatasi trauma dan menyambut hidup baru.
“Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang” (Pasal 4 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)
Tentu kita sepakat bahwa tidak ada seorang pun yang boleh menyakiti dan dengan sengaja menyiksa semua mahluk ciptaan Tuhan, termasuk manusia. Dalam kejahatan perdagangan manusia, hal ini sudah pasti dilanggar. Para korban yang terjerat dalam perdagangan manusia pasti pernah mengalami penyiksaan baik secara fisik maupun mental . Dalam konteks pekerja migran, situasi ini bahkan masih bisa terjadi pada para pekerja yang disalurkan melalui biro jasa resmi.
Penyiksaan dalam perbudakan manusia, sudah berlangsung sejak lama. Hal ini dialami oleh Santa Bakhita, Sebagai budak, Ia seringkali mengalami tindak kekerasan dan penyiksaan. Dalam penderitaannya itu, Bakhita berkenalan dengan seorang gadis muda yang kira-kira seusia dengannya. Mereka akhirnya menjadi sahabat. Suatu hari mereka mencoba melarikan diri, namun sayang, usaha itu tidak berhasil dan mereka tertangkap kembali oleh para pedagang budak. Kembali Bakhita harus mengalami penghinaan, siksaan, dan perlakuan-perlakuan kasar.
Pernah ia tinggal dalam sebuah keluarga keturunan Arab. Suatu hari Ia secara tidak sengaja melakukan kesalahan yang menyebabkan amarah putera majikannya. Ia menjadi sangat berang. Ia merenggut Bakhita dengan kasar dari tempat persembunyian dan mulai menghujani tubuhnya dengan cambuk dan tendangan kaki. Akhirnya ia meninggalkan Bakhita dalam keadaan sekarat, sama sekali tidak sadarkan diri. Beberapa budak menggotongnya dan membaringkan di atas tikar. Selama hampir satu bulan Bakhita tergeletak tak berdaya, tak ada yang memerhatikan dan merawatnya. Sungguh penderitaan yang amat mendalam dialami oleh gadis cilik itu.
Perdagangan manusia menurut definisi dari pasal 3 Protokol PBB adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang uang berkuasa atas orang lain untuk tujuan eksplotasi.
Eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh.
Pasal 3 Protokol PBB ini, adalah pasal yang dibuat untuk mencegah menekan dan menghukum kejahatan perdagangan manusia. Jika Perdagangan manusia dalam bentuk apapun dikecam oleh PBB, apalagi penyiksaan sesama manusia, terutama mereka yang mBakhita EPS 2 enjadi korban perdagangan manusia. Hentikan Penyiksaan terhadap sesama manusia, Terutama bagi perempuan dan anak-anak!
“Setiap orang ingin dicintai dan hidup bahagia bersama keluarganya”
Hidup bahagia bersama keluarga tercinta adalah impian setiap orang, terlebih bagi seorang Anak. Dalam keluarga setiap anggotanya merasa diperhatikan, disayangi dan didukung dan juga ditegur bila melakukan kesalahan. Itulah wujud Kasih dalam keluarga, sehingga setiap orang dapat menjadi pribadi yang baik di hadapan Allah dan sesama ketika hidup bersama keluarga yang mengasihinya. Namun tidak demikian dengan Santa Bakhita.
Pada umur 9 tahun, Santa Bakhita di renggut dari keluarga yang mengasihinya. Keluarganya yang tergolong kaya tak mampu melindunginya dari penculikan para pedagang budak pada jamannya, hingga Santa Bakhita terpisah dari keluarga yang dicintainya.
Kasih sayang yang dia dapatkan dari keluarganya hilang berganti dengan ketakutan dan penderitaan. Diperjualbelikan berulangkali di pasar El Obeid dan Khartoun membuatnya merasakan penghinaan dan penderitaan fisik maupun moral. Penderitaannya yang begitu dalam hingga menghapus sebagian ingatannya bahkan dia tak mampu mengingat namanya sendiri. Sedangkan nama “Bakhita” adalah nama yang diberikan para penculik kepadanya yang berarti “beruntung”.
Kepedihan yang dialami Santa Bakhita juga dialami oleh anak-anak korban penculikan yang saat ini banyak terjadi di seluruh dunia. Mereka diperjualbelikan kepada orang lain, dimasukkan ke prostitusi, menjadi pelayan tanpa gaji bahkan banyaknya pengambilan organ tubuh dari anak-anak tak berdosa. Dapatkah kita bayangkan jika hal itu terjadi pada orang-orang yang kita cintai?
Menghentikan kejahatan penculikan anak bukan sesuatu yang mudah, dan bukan tidak mungkin juga. Tidak mudah juga mengenali para pelaku, namun jika ada hal yang mencurigakan dengan gerak-gerik pelaku dan menemukan bukti yang kuat, kita dapat menghubungi pihak kepolisian. Maka membangun relasi dengan aparat atau pihak-pihak yang terkait sangatlah baik dalam mengurangi atau menghentikan penculikan anak-anak.
Maka mari bersama-sama berdoa semoga dengan perantaraan Santa Bakhita, saudara dan adik-adik yang menjadi korban perdagangan manusia dapat kembali ke pelukan keluarganya dan hidup bahagia bersama keluarga. STOP penculikan terhadap anak-anak, kembalikan kebahagian mereka di tengah keluarga yang mencintainya.
“… Jika Anda cukup peduli terhadap kehidupan, Buatlah tempat yang lebih baik untuk Anda dan saya" (Michael Jackson dari Lagu Heal The World)
The podcast currently has 19 episodes available.