Di bawah langit yang tak lagi biru,
Aku berjalan, tanpa tujuan, tanpa harapan,
Setiap langkah terasa lebih berat,
Seperti beban dunia yang tak pernah terlepas
Dari pundakku yang mulai rapuh.
Malam datang lebih awal,
Menutupi segala yang pernah kita kenal,
Hanya sisa-sisa cahaya yang pudar,
Membayang di ujung horizon yang semakin gelap,
Seperti kenangan kita yang perlahan menghilang,
Meninggalkan ruang kosong yang semakin lebar.
Aku berdiri di tengah sepi,
Di jalan yang tak pernah berujung,
Angin berbisik dengan suara yang asing,
Membawa serpihan kata-kata yang dulu penuh makna,
Namun kini, hanya menjadi debu yang terbuang.
Kau yang pernah ada, kini hanya tinggal bayang,
Hilang dalam deru waktu yang tak pernah berhenti.
Aku mencari jejakmu di setiap sudut malam,
Namun kau seperti kabut,
Tak bisa digenggam, tak bisa ditangkap,
Hanya ada dalam rasa yang mengambang,
Tak terjelaskan, tak terselesaikan.
Setiap detik yang berlalu, seperti suara derap kaki
Yang semakin menjauh, semakin meredup,
Seolah kita telah berjalan ke dunia yang berbeda,
Dimana hanya kesunyian yang menyambut.
Dan aku bertanya pada diri sendiri,
Apa arti dari semua ini?
Mengapa kita pernah ada, jika akhirnya
Hanya ada ruang kosong yang mencekam?
Apakah kita hanya untuk saling mengisi
Dan akhirnya saling meninggalkan?
Seperti awan yang datang membawa hujan,
Namun akhirnya pergi meninggalkan tanah yang kering.
Di setiap langkah, aku merasa lebih jauh,
Dari yang pernah kita impikan bersama,
Dari segala janji yang dulu kita buat
Di bawah langit yang masih tampak penuh harapan,
Sekarang hanya menyisakan kehampaan.
Mungkin, kita memang ditakdirkan untuk berhenti,
Melewati titik yang tak terjangkau,
Di mana cinta tak lagi mengenal ruang dan waktu,
Dan hanya ada keheningan yang terus memanggil.
Aku berdiri di sana,
Di persimpangan yang tak pernah kita pilih,
Hanya ada angin yang menggoyangkan daun-daun mati,
Menghitung hari-hari yang semakin pudar.
Di antara kelam, aku berusaha mencari cahaya,
Namun cahaya itu hanya sebuah ilusi,
Pudar, terkubur dalam lapisan debu,
Seperti segala yang telah kita tinggalkan.
Di antara kelam ini, aku bertanya pada malam,
Apakah ada lagi tempat bagi mereka yang terlupakan?
Apakah ada lagi kesempatan untuk kembali,
Atau kita memang sudah terhilang,
Terjatuh dalam jurang yang tak ada dasar?
Dan aku, yang kini hanya sisa-sisa bayang,
Mencari jawaban yang tak pernah ada,
Hanya suara hampa yang mengisi ruang ini.
Malam semakin dalam, semakin sunyi,
Dan aku semakin terpuruk dalam penantian yang tiada ujung,
Menanti sesuatu yang tak akan pernah datang,
Karena kadang, kita memang hanya untuk hilang,
Mengabur dalam kelam yang tak bisa digenggam.