Sebuah puisi: Melantur I
Ditulis oleh Ardi Kamal Karima
Disuarakan: Ardi Kamal Karima & Insom-Mia
Melantur I ditulis saya dengan harapan menghidupkan kembali kenangan masa kecil yang penuh hiruk-pikuk dan kesederhanaan, mulai dari rasa pedas sambal hingga hukuman guru ngaji, yang menyiratkan ironi mendalam di balik pengalaman pahit dan riangnya masa itu. Dengan gambaran seperti layang-layang putus dan benang kaca, puisi ini menyentuh tema kekalahan kecil yang berdampak besar, serta kehilangan perlahan yang melambangkan perpisahan dengan kepolosan. Rutinitas sederhana seperti mandi, mengaji, dan hapalan surat-surat menjadi metafora perjalanan spiritual menuju esensi hidup yang murni. Pada akhirnya, puisi ini adalah refleksi tentang perjalanan dari keriangan menuju pemahaman mendalam, dengan kerinduan untuk kembali ke kepolosan dan kedamaian awal kehidupan.
Oh! dunia sastra kita, yang katanya penuh estetika dan kebebasan ekspresi, ternyata lebih mirip arena gladiator dengan senioritas sebagai pedangnya. Penulis muda yang penuh semangat sering kali bukan diajak diskusi, tapi dilumat habis-habisan oleh mereka yang merasa punya "mahkota pengalaman." Ironisnya, di tengah minat baca yang sudah terjun bebas—hanya 0,001 buku per tahun menurut UNESCO— mereka yang mencoba menghidupkan literasi malah disambut dengan cibiran "alay" atau "norak." Seni, yang seharusnya bebas dan merdeka, justru dikekang oleh ego-ego feodal senioritas. Jadi? daripada kita sibuk menekan generasi baru, mari kita nikmati parade keterpurukan literasi ini dan membenahinya, karena siapapun butuh masa depan sastra. Dan jika bisa, kita terus meromantisasi zaman keemasan yang sudah lewat itu, dan menciptakan zaman keemasan yang seterusnya!
Ardi Kamal Karima
#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyair #kutipan #poetry #sajak #mentalhealth #syair