Kesedihan, lagu-lagu tak bertajuk, bahkan huruf-huruf lelah mengeja namamu. Tapi, aku masih ingat ketika kamu menggumuliku. Hahaha.

Dia datang dari hal-hal sederhana, dari bahaya, dari pikiran-pikiran yang menolak waspada. Dan kau jatuh cinta. Hahahaha. Seraya memomong keponakannya, Jurike menyuarakan ini dengan sedikit tergesa. Maaf, katanya. Udah, itu aja. :-)

Tanpa apa-apa, maksudnya; sudah ditemani hujan deras di deklamasinya, kan? Baiklah, terima kasih banyak, kata mbak Mei yang ngisi puisi ini. :-)

Semoga masih ada yang diajak berbincang,—hahaha. Diisi pak Beny malam ini dengan suaranya yang tidak sedang baik. Terima kasih, gitu katanya.

Dan marilah, kita terus berkotbah dan menghibur diri bahwa negara ini makmur sentosa.

Ton... Andai kamu di sini, duduk di sampingku. Memandangi bulan di pegunungan, kemudian kutepuk pundakmu. Ton, ayo kita pindah, di sini banyak nyamuk. Krik. Enjoy!

Engkau menari sampai pagi. Saat itu aku tahu, padamu ada sebagian darahku. Enjoy!

Bengak-bengok gawa agama, nyatane kowe nggembol neraka.

Aku ngrakit gurit iki minangka donga, marang sliramu sing wis dadi nggone wong liya. Naging, aku bisa apa? Hmm, muga uripmu tansah bagya mulya.

Mbak Dina maca geguritan sing becik lan endah iki ning guritan. Ya sepurane, yen ukarane akeh sing ora nggenah. Nuwun! :-)