Share Membacakan Cerpen
Share to email
Share to Facebook
Share to X
By Membacakan Cerpen
The podcast currently has 39 episodes available.
Sugiarti Siswadi, sepanjang tahun 1960an menjadi bagian dari anggota pimpiman pusat Lekra. Sugiarti pernah menjadi co-editor di majalah Api Kartini, dan menerbitkan sejumlah tulisannya di Harian Rakjat. Cerpen "Sorga di Bumi" merupakan karya yang ia terbitkan di Harian Rakjat pada masanya menjabat sebagai anggota Lekra. Sugiarti merupakan perempuan yang vokal dan lantang membicarakan betapa pentingnya pengembangan sastra anak. Ia meyakini bahwa pengembangan sastra anak mampu juga menjadi tonggak masa depan nilai-nilai kerakyatan di masyarakat.
Perjuangan Sugiarti dalam merancang gagasan kerakyatan pada sastra dan perbukuan berlangsung sampai dengan 1965. Pemerintah orde baru turut membatasi riwayat pergerakan Sugiarti sebagai anggota Lekra, sampai dengan melarang peredaran tulisannya pada masa itu.
Dibacakan oleh Febrian.
-
Bachtiar Siagian merupakan seorang sutradara film dan penulis poros kiri pada masanya. Ia bergabung dan menjadi salah satu figur Lekra pada tahun 1950. Karyanya yang berjudul Turang (1957) berhasil meraih empat penghargaan di Festival Film Indonesia tahun 1960.
Pada masa Soeharto mulai berkuasa, Siagian sedang berada di Jepang dalam proyek pembuatan dokumenter. Sekembalinya ke Indonesia, otoritas negara telah menjadikannya buron dan akan membayar mahal untuk penangkapannya.
Siagian ditangkap dan menjadi tahanan politik pada tahun 1966, ia dilarang menerbitkan karya di berbagai media, dan baru dibebaskan pada tahun 1977. Selama menjadi tapol, ia banyak menuliskan karya dan manuskrip film secara anonim.
Dibacakan oleh Febrian
-
Harsono Setiadi adalah seorang penulis puisi yang berasal dari Banyuwangi yang lebih dikenal dengan nama pena Nusananta. Kuliah Hukum Ekonomi Sosial Politik (HESP) di Pagelaran. Sesudah bergelar doktorandus, pada tahun 1965 ia menjadi kepala jawatan kebudayaan di Semarang, Jawa Tengah.
Seiring terjadinya Peristiwa G30S, ia ditangkap karena ketokohannya di dalam Himpunan Sarjana Indonesia (HIS) cabang Semarang, kemudian dibuang ke Pulau Buru, dan meninggal tak lama sesudah ‘dikembalikan ke masyarakat’ pada tahun 1978 di Yogyakarta.
Dibacakan oleh Dea
-
Ratna Indraswari Ibrahim merupakan penulis perempuan Indonesia kelahiran 24 April 1949. Pada masa kanak-kanak, Ratna menderita radang tulang yang mengakibatkan kedua kaki dan tangannya tidak berfungsi. Hal inilah yang menyebabkan Ratna harus menjalani semua aktivitas kehidupannya dengan duduk di atas kursi roda semenjak berusia 10 tahun.
Walaupun kemampuan fisiknya sangat terbatas, namun ia mampu melahirkan karya sastra secara produktif. Kesetiaan untuk terus berkarya di dunia sastra ditandai dengan lebih dari 400 karya cerpen dan novel yang ia hasilkan sejak usia remaja hingga akhir hayatnya di usia 62 tahun.
Kemanusiaanlah yang menjadikan Ratna tetap menulis. Cerpen-cerpen Ratna senantiasa mengabarkan kepada kita bahwa ada penindasan dan ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita. Dan cerpen adalah media yang dipilihnya untuk mengungkapkan perasaannya dalam melukiskan sebuah kisah.
Dalam sebuah artikel di situs jurnalperempuan.org, Ratna mengutip ucapan mendiang Ibunya, “Perempuan itu jangan ngobrol saja, perempuan itu harus menulis, menulis apa saja. Karena dengan menulis, ia dapat menemukan dirinya.”
Dibacakan oleh Michelle
-
Dibacakan oleh Nesha
Nurhayati Srihardini Siti Nukatin atau lebih dikenal dengan nama pena Nh. Dini adalah seorang penulis kelahiran Semarang, 29 Februari 1936, yang menulis berbagai genre sastra, seperti puisi, drama, cerita pendek, dan novel. Siapa yang tak kenal beliau?
Budi Darma menyebutnya sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaannya terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisan-tulisannya.
Sementara menurut Putu Wijaya, ia adalah seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif, dengan ‘kebawelan yang panjang’.
Ia telah menulis lebih dari 20 buku dan kebanyakan karya-karyanya bercerita tentang wanita. Beberapa karya Nh Dini yang terkenal di antaranya adalah Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), dan kumpulan cerita Dua Dunia (1956) yang ia tulis saat memasuki usia SMA dan salah satu kisahnya dibacakan di Fragmen Ketiga Membacakan Cerpen ini.
Dibacakan oleh Dewi Michele
-
Omi Intan Naomi adalah penulis perempuan kelahiran Denpasar, 26 oktober 1970. Ia merupakan anak seorang budayawan Darmanto Yatman. Ia sudah menulis sejak usia 7 tahun dan merupakan salah satu penulis yang produktif pada masanya.
Karyanya banyak tersebar di media cetak dan beberapa diterbitkan dalam Kumpulan Sajak Omi (1986), Memori (1987), Puisi Cinta (1987), dan skripsinya yang kemudian diterbitkan sebagai buku berjudul Anjing Penjaga (Gorong-gorong Budaya dan ISAI, 1996), sebagai bentuk perlawanan terhadap orde baru.
Omi yang berparas cantik, cerdas, dan cakap banyak menghabiskan waktunya dalam kesendirian dan membangun website pribadinya www.geocities.ws/rainforestwind di mana ia banyak menuliskan perspektifnya mengenai budaya populer dan ketertarikannya pada budaya Jepang. Di website tersebut, Omi bisa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menulis dengan nama samaran Nina Wihelmina.
Kecerdasan dan luasnya wawasan Omi membuatnya hadir dalam salah satu kumpulan tulisan Korie Layun Rampai "Sastrawan Angkatan 2000". Omi meninggal pada tahun 2006 di Yogyakarta pada usia 36 tahun, meninggalkan satu tulisan terakhir yang berjudul "Song of Silence".
Dibacakan oleh Mei
-
Sudjinah adalah seorang aktivis sekaligus penulis perempuan Indonesia kelahiran Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 27 Juli 1927. Ia menulis karya-karya sastra berupa cerita pendek dan puisi, juga artikel-artikel yang mengupas masalah perempuan yang dimuat di berbagai media pada masanya.
Sudjinah bersama sejumlah kawan sehaluannya mendukung Bung Karno dengan membuat buletin PKPS (Pendukung Komando Presiden Sukarno) di mana selama 2 tahunan Sudjinah bergerilya sambil menyebarkan buletin tersebut di tengah masyarakat, termasuk ke kedutaan-kedutaan negara asing.
Akibat aktivitasnya ini, Sudjinah dijebloskan ke penjara Bukit Duri tanpa pengadilan sebelum kemudian divonis hukuman kurungan selama 18 tahun atas tuduhan melakukan tindakan makar dan subversif. Ia mengenang hari-hari setelah 1 Oktober 1965 sebagai hari penuh ketakutan bagi anggota gerakan kiri.
Ia memutuskan menghabiskan masa tuanya di Panti Jompo Waluya Sejati Abadi yang diresmikan oleh mendiang Gus Dur dan dikhususkan bagi perempuan-perempuan bekas tahanan politik dan korban Peristiwa 1965.
Sudjinah berpulang, pada September 2007.
Dibacakan oleh Anggi
-
Sudjinah adalah seorang aktivis sekaligus penulis perempuan Indonesia kelahiran Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 27 Juli 1927. Ia menulis karya-karya sastra berupa cerita pendek dan puisi, juga artikel-artikel yang mengupas masalah perempuan yang dimuat di berbagai media pada masanya.
Sudjinah bersama sejumlah kawan sehaluannya mendukung Bung Karno dengan membuat buletin PKPS (Pendukung Komando Presiden Sukarno) di mana selama 2 tahunan Sudjinah bergerilya sambil menyebarkan buletin tersebut di tengah masyarakat, termasuk ke kedutaan-kedutaan negara asing.
Akibat aktivitasnya ini, Sudjinah dijebloskan ke penjara Bukit Duri tanpa pengadilan sebelum kemudian divonis hukuman kurungan selama 18 tahun atas tuduhan melakukan tindakan makar dan subversif. Ia mengenang hari-hari setelah 1 Oktober 1965 sebagai hari penuh ketakutan bagi anggota gerakan kiri.
Ia memutuskan menghabiskan masa tuanya di Panti Jompo Waluya Sejati Abadi yang diresmikan oleh mendiang Gus Dur dan dikhususkan bagi perempuan-perempuan bekas tahanan politik dan korban Peristiwa 1965.
Sudjinah berpulang, pada September 2007.
Dibacakan oleh Rahmanda
-
Titis Basino, nama lengkapnya Titis Retnoningrum Basino, terkenal sebagai pengarang cerpen dan novel, lahir di Magelang, Jawa Tengah, 17 Januari 1939. Titis pun pernah bekerja sebagai pramugari pada maskapai penerbangan Garuda Indonesia Airways (1963-1964).
Namanya mulai dikenal dalam khazanah sastra Indonesia pada kurun waktu 1980-an. Akan tetapi, dia telah menggeluti dunia sastra sejak tahun 1960-an. Kehadirannya dalam kancah sastra Indonesia ditandai dengan munculnya beberapa cerita pendeknya dalam majalah.
Karya awalnya “Meja Gambar” yang dibacakan di Fragmen #3 Membacakan Cerpen kali ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Drafting Table oleh Claine Sivensen dan diterbitkan oleh Yayasan Lontar.
Selain aktif menulis, Titis Basino juga aktif sebagai Anggota Dewan Pengawas Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. Bersama-sama dengan teman-teman di PDS H.B. Jassin, Titis Basino bergulat dengan segenap tenaga dan perhatian untuk melanjutkan kerja besar yang telah diwariskan oleh alm H.B. Jassin terhadap khazanah sastra Indonesia.
The podcast currently has 39 episodes available.