Fathan Mubina..
Jayakarta..
Adalah kota utama, tempat percikan gelora merayap hingga atap. Menembus batas dinding pesimisme, dan menjalar memenuhi titik nadi dan jiwa. Ialah kota pengakuan.
Banyaknya tumpah darah, tak menggoyahkan hati yang penuh iman.
Teringat rumusan berirama di atas kertas sederhana. Bertinta mesin ketik antik, yang kini termuseumkan.
Meski akhirnya satu untaian kalimat yang tunduk atas syariat tergantikan,
Namun keyakinan terus muncul dan terpatri dalam dalam. Bahwa semua itu adalah satu bagian skenario, dari banyaknya skenario yang telah Allah persiapkan.
Kini merah putih telah berkibar.
Memutus kait benang pada helai kain putih dan biru.
Simbol budaya pun akhirnya memuat arti.
Sekapur sirih mencerminkan warna merah.
Seulas pinang mencerminkan warna putih.
Bersama dipelopori oleh para ulama',
Merah putih juga terangkai dalam untaian makna indah. Berani dan penuh kesucian.
Namun kini,, saatnya kita berpikir dan bertindak.
Sampai saat ini, kemerdekaan masih mencari pondasi yang tepat.
Pondasi rakit yang kuat, untuk tanah lunak berdaya tahan rendah.
Ataukah cukup pondasi dangkal, untuk kondisi permukaan tanah yang sudah kuat menampung beban bangunan?
Kita sama-sama tau bagaimana kondisi sebenar-benarnya atas hakikat kemerdekaan saat ini.
Hai pemuda, jikalau saat ini kau masih sibuk dengan khayalan.
Tak malukah dengan Karsani dalam film Jenderal Sudirman???