Dari sekian banyak moment menggemaskan, aku sangat ingin melihatmu bangun pagi mengenakan daster. Mungkin warna cokelat atau merah marun cocok untuk kulitmu. Kau akan tampak cemerlang, apalagi saat terpapar sinar matahari pagi.

Aku benci saat tiba-tiba kita saling diam. Saling menjauh dan bahkan di internet kita seperti dua bocah di Timezone yang saling sikut berebut wahana permainan.

Aku ingin menyelam jauh ke kepalamu. Mencari kisah-kisah yang tak pernah kau ceritakan padaku.

Kau dikejar waktu, juga tuntutan, juga keinginan. Kau tidur dengan pikiran yang berat, dan pagimu selalu seanyep sisa kopimu tadi malam.

Pada malam minggu itu sedikit pink, kita beradu mata sambil menggenggam kuat impian bisa memiliki rumah di atas bukit.

Akhirnya kita berhenti mengumbar rindu. Berhenti saling peduli; menurunkan intensitas mengirim Whatsapp atau react Instastory.

Mah, aku ingin pulang ke pelukanmu. Sebentar saja.

Kau akan selalu memberikan jawaban paling klasik: bahwa waktu akan menyembuhkanku.

Di antara riuh video wajah puan menggemaskan di Tiktok, aku menemukanmu di Gege Elisa.

Apa yang akan aku bilang ini mungkin terdengar naif sekaligus munafik. Jadi, kau bisa menghardik atau menoyor kepalaku. Tenang, aku tak akan marah.