(Taiwan, ROC) --- Di tengah situasi rendahnya angka kelahiran, membuat berbagai industri di Taiwan menghadapi krisis tenaga kerja, terutama kekurangan talenta di bidang teknologi yang terus meluas.
Daya tarik industri semikonduktor juga membuat perusahaan di sektor lain merasakan tekanan yang sama, terutama dalam hal rekrutmen. Baik pemerintah maupun perusahaan sepakat bahwa mendatangkan talenta dari luar negeri merupakan hal yang sangat mendesak.
Namun, "Program Gelar Sarjana Internasional Semikonduktor" yang baru didirikan oleh National Taiwan University (NTU) dengan dukungan TSMC (Taiwan Semiconductor Company), yang secara khusus ditujukan untuk mahasiswa asing dengan target penerimaan 50 orang, secara tak terduga hanya diminati oleh 9 pendaftar, dan hanya 5 orang yang diterima.
Jumlah yang lapor diri dikhawatirkan akan lebih rendah lagi. Dengan persaingan global dalam memperebutkan talenta di industri teknologi, bagaimana Taiwan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya?
Dalam beberapa tahun terakhir, semikonduktor telah menjadi bidang yang populer. Untuk mengembangkan talenta di bidang ini, TSMC telah menginvestasikan lebih dari NT$3 miliar ke universitas-universitas terkemuka seperti NTU, National Tsing Hua University, National Yang Ming Chiao Tung University, dan bahkan sekolah menengah atas.
Selain membidik talenta lokal, mereka juga aktif merekrut talenta dari luar negeri. Namun, yang mengejutkan, program "Program Gelar Sarjana Internasional Semikonduktor" yang baru pertama kali dibuka tahun ini oleh NTU, dengan target penerimaan 50 hingga 60 mahasiswa asing, hanya menerima 9 aplikasi dan hanya 5 yang berhasil diterima.
Belum diketahui berapa banyak yang akan lapor diri pada bulan September tahun ini.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi semikonduktor Taiwan terkenal dan NTU merupakan universitas terkemuka di Taiwan, ditambah dengan pernyataan TSMC yang menawarkan gaji lebih tinggi kepada lulusan berprestasi dari program ini dibandingkan dengan lulusan non-program, mahasiswa asing tampaknya tidak terlalu tertarik.
Tawaran Gelar NTU dan Gaji Tinggi TSMC Tidak Lagi Ampuh?
Meskipun menawarkan reputasi dari NTU dan gaji tinggi dari TSMC, mengapa daya tarik tersebut tidak efektif? Menurut Chang Yao-wen (張耀文), Dekan Fakultas Teknik Elektro dan Ilmu Komputer NTU yang juga berkecimpung di bidang semikonduktor, bahwa efek magnet dari sektor industri ini memang terasa.
Perusahaan seperti TSMC, MediaTek, dan raksasa internasional NVIDIA semuanya mengumumkan rencana untuk merekrut ribuan karyawan.
"Tapi dari mana Taiwan mendapatkan begitu banyak talenta teknologi? Akibatnya, terjadilah arus perputaran tenaga kerja yang tidak sehat, yang justru meningkatkan biaya operasional dan pelatihan perusahaan, menurunkan efisiensi produksi dan daya saing. Dalam kasus yang parah, hal ini dapat menyebabkan brain drain atau bahkan hengkangnya penggiat industri," terang Chang Yao-wen.
Chang Yao-wen juga berpendapat bahwa sistem pendidikan Taiwan terlalu kaku. Misalnya, jumlah mahasiswa yang diterima di Departemen Ilmu Komputer NTU tetap sama selama beberapa dekade, yaitu dua kelas.
Kementerian Pendidikan (MOE) tidak berani menambah kelas atau kuota penerimaan secara reguler untuk jurusan yang banyak diminati oleh industri. Bahkan ketika kuota penerimaan non-reguler ditambah, kurangnya dukungan yang memadai seperti tenaga pengajar, peralatan, dan pendanaan justru menurunkan efektivitas pengembangan bakat.
Lebih lanjut, Chang Yao-wen menekankan bahwa kurikulum tahun 2019 telah melemahkan kemampuan akademik siswa di bidang sains dan teknologi. Pembelajaran yang menyenangkan, sulit untuk benar-benar mengembangkan kemampuan matematika dan sains.
Selain itu, sistem ujian masuk perguruan tinggi di Taiwan yang rumit, dengan sistem pembagian tingkatan yang membuat skor matematika 74 sama dengan 100, dianggap tidak adil dan tidak dapat membedakan talenta terbaik secara akurat.
Dilema Talenta Teknologi Taiwan: Harga Properti Selangit dan Jenjang Karier yang Terbatas
Tingginya harga properti dan jenjang karier menjadi dilema bagi talenta teknologi di Taiwan. Li Shi-chang (李士昌), Koordinator Pengawas Serikat Pekerja Industri Elektronik, Informasi, dan Listrik Taiwan, dalam sebuah audiensi publik yang diselenggarakan oleh Job Bank 1111, secara blak-blakan menyatakan bahwa Taiwan harus memiliki pendekatan yang lebih beragam dalam mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja dan talenta.
Pemerintah seharusnya tidak hanya mengandalkan talenta asing untuk menyelesaikan masalah ini, sementara perusahaan harus meningkatkan daya saing mereka dalam hal rekrutmen.
Li Shi-chang mengatakan, "Saya rasa sampai batas tertentu ini adalah tanggung jawab perusahaan, dan pemerintah dapat membantu jika diperlukan. Mungkin kita bisa berdiskusi dengan berbagai pihak tentang apa yang harus dilakukan. Saya pikir ini adalah arah perkembangan yang tepat dalam menghadapi kelangkaan talenta di era ini, bukan hanya berpikir untuk mencari orang dari tempat lain ketika kekurangan tenaga kerja, sementara kita sendiri tampaknya belum siap bersaing dengan negara lain yang juga membutuhkan talenta."
Li Shi-chang juga menyebutkan bahwa seringnya terjadi perselisihan antara pekerja dengan perusahaan serta PHK massal di industri teknologi Taiwan dapat mengurangi daya tariknya bagi para talenta.
Dia menunjukkan bahwa tiga faktor utama yang dipertimbangkan oleh pekerja ketika memilih perusahaan adalah "lingkungan dan tunjangan kerja", "konten pekerjaan dan peluang pengembangan", dan "pandangan nyata dari mantan karyawan", tetapi sebagian besar umpan balik yang diterimanya tidak positif.
Selain itu, jika diamati, kebutuhan tenaga kerja di industri teknologi Taiwan belakangan ini lebih banyak terfokus pada tingkat pemula, bukan pada talenta teknis tingkat tinggi, yang menunjukkan adanya jenjang karier yang tidak seimbang.
Dia mencontohkan beberapa temannya yang sudah berencana membeli properti di luar negeri, yang menunjukkan bahwa orang-orang dengan latar belakang serupa sudah mulai mempertimbangkan untuk menetap di negara lain.
Pertanyaannya, jika Taiwan ingin menarik talenta asing, apakah harga properti dan lingkungan di Taiwan dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk hidup dan bekerja dengan nyaman serta membuat mereka betah?
Pergeseran Zaman: Generasi Muda Lebih Mengutamakan Work-life Balance.
Mr Yang, seorang insinyur perangkat lunak asal Taiwan yang berusia di bawah 30 tahun, telah bekerja di industri keuangan selama hampir 5 tahun dan pernah ditugaskan ke Shenzhen, Tiongkok.
Baru-baru ini, ia memutuskan untuk beralih profesi dan bersiap untuk memulai bisnisnya sendiri. Ketika ditanya tentang langkah kariernya selanjutnya, ia menyatakan bahwa ia tidak akan memilih untuk tinggal di Taiwan.
Dalam sebuah wawancara, ia dengan tegas mengatakan, "Saya bersedia menerima gaji yang lebih rendah untuk pekerjaan jarak jauh."
Selain mengutamakan kebebasan, ia berpendapat bahwa harga properti di Taiwan terlalu tinggi dan kualitas sewa yang buruk. Ia juga menyoroti konsentrasi industri Taiwan yang berlebihan pada sektor semikonduktor, di mana pekerjaan menuntut manajemen lapangan yang ketat.
Bagi talenta teknologi perangkat lunak yang sebagian besar bekerja secara independen, fleksibilitas dalam memilih lokasi kerja lebih menarik.
Dibandingkan dengan gaji, ia lebih mementingkan work-life balance, serta apakah perusahaan akan menyediakan waktu, kebebasan, dan sumber daya yang cukup untuk penelitian, inovasi, atau pengembangan diri.
Solusi Kekurangan Tenaga Kerja di Industri Teknologi: Memperbaiki Lingkungan Kerja dan Menghargai Potensi Perempuan.
Bagaimana mengatasi kekurangan tenaga kerja di industri teknologi? Chang Yao-wen menunjukkan bahwa generasi muda berbeda dengan generasi-generasi pendahulunya.
TSMC bukan lagi pilihan karier utama, banyak mahasiswa lebih memilih bekerja di perusahaan asing. Ia menyarankan solusi jangka pendek, yakni dengan cara memperluas pelatihan vokasi, jangka menengah dengan mengembangkan tenaga kerja perempuan, dan jangka panjang dengan memperkuat pendidikan matematika dan sains.
Di antara solusi tersebut, tenaga kerja perempuan adalah solusi yang paling "cost-effective".
Ia mengatakan, "Saya pikir pengembangan tenaga kerja perempuan adalah solusi yang paling cost-effective saat ini, karena proporsi perempuan di industri teknologi di Taiwan jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat. Namun, ini bukan hanya slogan, kita harus memberikan perempuan jaminan dan dorongan yang memadai dalam hal kesempatan pendidikan dan pekerjaan."
Munculnya pekerjaan non-tradisional dalam beberapa tahun terakhir telah memengaruhi arah pekerjaan kaum muda. Selain itu, mereka lebih mementingkan work-life balance daripada pekerjaan, serta rela mengorbankan gaji tinggi demi kebebasan.
Industri teknologi tinggi Taiwan memang maju, tetapi sering kali dikatakan "diperoleh dengan mengorbankan kesehatan para insinyurnya".
Ketika negara-negara di seluruh dunia berlomba-lomba dalam tren AI, Taiwan, selain dari keunggulan teknologinya, juga harus memikirkan bagaimana bersaing secara global dalam hal talenta.
Untuk menarik talenta agar bergabung dengan industri teknologi, mungkin diperlukan lebih banyak upaya daripada sebelumnya.