Buzzsprout is your friend for a great podcast!
https://www.buzzsprout.com/?referrer_id=1783054
2.KEMARIN aku baca di status Facebook-mu, anak bungsumu—yang kaubilang senyumnya selalu mengingatkanmu pada senyumku itu—sakit. Berapa hari tepatnya usia dia sekarang? Semoga dia lekas pulih. Kakaknya yang pandai bergaya di depan kamera itu pasti ingin punya teman bermain lagi.
Tadi siang aku makan di warung tempat kita dulu sering makan. Pelayan yang senang menggoda kita tidak bekerja lagi di sana. Kata temannya, sebulan sebelum menikah, dia berhenti bekerja. Kau masih ingat namanya? Aku mengabadikan namanya di salah satu cerita pendek, seperti saranmu. Dia jadi tokoh utama dalam cerita pendekku yang dimuat satu majalah wanita dua bulan lalu.
Sebagaimana kenangan, warung itu tidak banyak berubah, Kukila. Lukisan air terjun di dinding sebelah kiri, tempat kita sering duduk menyantap makan malam, masih ada. Poster besar Nike Ardilla, penyanyi favorit pemilik warung itu, juga masih ada di posisinya yang dulu. Menunya masih sama. Tidak ada makanan baru dijual di sana. Pelayannya masih tersenyum ketika meletakkan piring berisi nasi campur dengan sepasang irisan ketimun dan tomat di tepinya.
Karena irisan tomat dan ketimun itulah tiba-tiba ter- pikir olehku menulis surat ini. Kau pasti masih ingat kebiasaan kita dulu. Sesaat seusai mengucapkan terima kasih kepada pelayan, kau dengan cepat memindahkan irisan tomat dari piringmu ke piringku. Tentu saja, aku akan membayarnya dengan memindahkan irisan ke- timunku ke piringmu. Tadi siang, aku makan sendiri. Aku menggigit irisan ketimun sambil mengingat cara kau menggigitnya.
Apakah suamimu juga suka tomat, Kukila? Betapa beruntung siapa pun dia yang pernah mencicipi betapa enak jus tomat bikinanmu. Ada 135 gelas jus tomat yang pernah kaubikinkan buatku selama 6 tahun 7 bulan 5 hari kita pacaran. Aku ingat persis jumlahnya.
Aku menulis di catatan harian setiap usai meminum jus tomat bikinanmu. Jus tomat terakhir kaubikin seminggu sebelum cincin laki-laki pilihan ayahmu itu melingkar di jari manismu. Aku belum pernah mengatakannya: itulah jus tomat paling enak yang pernah aku minum!
Oh, iya, di warung kesukaan kita itu, Kukila, kita pernah bertemu nyaris seratus orang bisu. Kau ingat? Mereka melakukan penggalangan dana. Malam itu, warung itu betapa senyap. Cuma kita dan para pelayan yang menggunakan kata-kata. Pengunjung lain bicara menggunakan jari dan mata mereka. Kau berbisik, ”Alangkah puitis peristiwa ini.”
Aku mau memberitahumu, peristiwa yang kausebut puitis itulah yang membuat aku menulis satu puisi tepat pada malam pernikahanmu. Aku menulis puisi itu di Biblioholic, kafe baca yang kita bikin berdua, tempat yang selalu kausebut anak kita. Puisi sederhana itu memenangkan lomba menulis puisi cinta. Puisi itu me- ngalah