"Because everyone knows they're lying to themselves"

.

"Hidup di tempat asing dan menjadi diri sendiri akan lebih baik ketimbang hidup di tempat sendiri tapi menjadi asing"

.

Itu adalah dua kalimat dari Realize Real Lies yang kurang lebih menggambarkan inti keresahan yang dialami oleh sang tokoh utama: Senja. Namun sayangnya, di tengah keterasingannya menjauh dari apa-apa yang telah begitu dikenalnya di Jakarta, justru datanglah Hari yang seketika mengembalikan familiaritas yang sebenarnya secara sengaja ditinggalkan oleh Senja. Seolah Andina Firdaus ingin menekankan bahwa tidak ada tempat untuk melarikan diri dari ketidaknyamanan bernama keterasingan. Pelarian pada akhirnya tetap akan menyisakan pintu bagi semesta untuk memodifikasi kehidupan dan mengembalikan hal-hal yang sengaja kita hindari, yang kita abaikan, yang enggan kita lihat. Begitu keras kepala menolak untuk berpaling sampai kita bersedia mengakui dan memahami.

Hingga ya, tak ada jalan lain selain berhenti membohongi diri sendiri.

Daftar Referensi:

Realize Real Lies—Andina Firdaus

https://instagram.com/coffeenians?utm_medium=copy_link

KBBI V 0.4.0 Beta (40)

Arus informasi yang bergerak seolah tanpa kendali menjadikan dunia digital seperti sebuah sungai dengan aliran yang begitu deras membanjiri kita tanpa kompromi. Membuat bendungan menjadi salah satu opsi jika kita ingin mendapatkan manfaat secara maksimal dari informasi-informasi yang seolah tanpa batasan ini. Selain informasinya akan lebih terarah, menahan laju informasi juga bisa menjadi cara bagi kita untuk mengobservasi kualitas, sehingga memudahkan kita untuk melakukan proses penyaringan. Karena disadari atau tidak, informasi-informasi yang beredar terkadang memiliki relevansi di dalam kehidupan kita, tetapi terkadang justru tidak berpengaruh secara signifikan. Atau dengan kata lain, hidup kita akan tetap baik-baik saja walau tidak melulu mengetahui apa-apa yang viral atau hal-hal yang trending di jagat maya.

"Puasa" Digital merupakan salah satu alternatif dari model bendungan yang bisa kita buat dalam mengatasi luapan informasi yang menginvasi esensi, eksistensi, hingga privasi kita. Tertarik mencoba?

Daftar Referensi:

https://youtu.be/j2UzUl4jo7M

Dilahirkan sebagai seorang manusia memiliki banyak sekali konsekuensi. Salah satunya adalah mau tidak mau kita harus menghidupi “dua dunia”: dunia materi vs dunia makna, dunia objektif vs dunia subjektif. Bagi masing-masing kita, dunia bukanlah sekadar apa yang tersedia di luar sana, tetapi juga apa yang ada di dalam sini; kehidupan bukan hanya yang termanifestasi di alam semesta, tetapi juga apa yang mewujud melalui perantaraan bahasa sebagai produk keluaran dari otak. Hal ini kemudian mengantarkan kita pada konsekuensi berikutnya bernama kebebasan. Bukan semata kebebasan aksi, perilaku, atau tindakan—yang merupakan kebebasan sebagian; kebebasan yang terbatas karena tidak bisa terlepas dari memori, hormon, dll—tetapi juga kebebasan memaknai yang sebenarnya justru lebih bersifat absolut karena tidak ada batasan pada dunia makna yang bisa kita bangun melalui bahasa, dengan bantuan kata-kata.

Cara terbaik untuk merespon konsekuensi ini adalah dengan belajar untuk saling menghargai makna-makna kita yang mungkin—sangat mungkin—bukan hanya berbeda tetapi bertentangan. Mungkin dengan cara itu kita sekaligus dapat bersama-sama merayakan takdir yang membuat kita terlahir sebagai umat manusia.

Daftar referensi:

Al-Baqarah ayat 30-33

Publikasi Terbaru: Apakah Kita Bebas?

https://wp.me/p5zWh-1Mw

Provokatif. Satu kata yang begitu menggambarkan Sapiens karena melaluinya Harari mengacak isi kepala kita dengan menarasikan apa yang telah dialami oleh manusia selama ribuan tahun belakangan ini. Membuat kita menyadari bahwa perjalanan kita begitu menarik untuk diikuti terutama ketika kerja sama atau perselisihan kita terkadang justru sekadar dilandasi oleh hal-hal yang disebutnya bersifat “imajinatif” belaka. Walau tentu tak dapat dipungkiri bahwa tataran imajinasi dengan tingkat kerumitan yang seperti inilah yang pada akhirnya mampu membuat kita menjadi “penguasa” bumi; seolah mengambil alih nasib keberlanjutan atau keberakhiran siklus kehidupan di planet biru.

Arkian, mengedepankan kemanusiaan dengan setia pada interaksi yang harmonis dan penuh kebijaksanaan mengikuti makna dari terminologi “sapiens” yang kita sandang atau perebutan dominasi dengan risiko kepunahan yang cenderung akan mewarnai sejarah manusia di masa mendatang, adalah hal berikutnya yang layak untuk kita observasi, yang mungkin jika datang kesempatan pun akan kita intervensi.

Daftar Referensi:

Sapiens—Yuval Noah Harari

Mungkin sesekali kita harus memandang wilayah tempat kita hidup sebagai sebuah peradaban yang sudah ada sejak ratusan tahun alih-alih sekadar negara yang baru lahir pasca perang dunia ke-2. Mungkin dengan cara itu, kita akhirnya mampu memahami dampak pilihan-pilihan kita hari ini terhadap generasi selanjutnya, selayak pilihan-pilihan generasi sebelumnya yang efeknya terasa pada kualitas hidup kita saat ini.

Mungkin bukannya kita tidak diberi kesempatan, karena jelas-jelas kebebasan sikap politik telah kita miliki selama lebih dari sepuluh tahun belakangan ini. Mungkin sudah saatnya kita mencoba untuk menyadari bahwa “kemewahan” demokrasi harus memiliki penyeimbang di dalam setiap diri warga negara agar arah kebebasan berpendapat, berbicara, dan berekspresi, selalu terjaga dalam pola kerangka yang positif sehingga produk keluarannya pun akan cenderung konstruktif. Bukan yang malah menyerang pribadi, menjatuhkan personal, pun penghakiman-penghakiman menyakitkan lainnya yang berbasis sentimen belaka. Seolah kita sendiri bersih dari kesalahan. Seolah kita sendiri pantas merendahkan manusia lain.

Daftar Referensi:

Slilit Sang Kiai--Emha Ainun Nadjib

https://tirto.id/mengapa-banyak-orang-galak-di-internet-dhhl

https://www.facebook.com/mila.anasanti/posts/10224873917531544

Di tengah pandemi yang kembali mengalami lonjakan, kita justru malah disibukkan dengan kebingungan tentang vaksin atau tidak vaksin yang sebenarnya menjadi satu cara yang cukup efektif untuk meredakan wabah. Minimnya kepercayaan pada cara penguasa dalam mengatasi penyebaran virus ditambah dengan hoax yang banyak beredar seputar vaksin tentu semakin menambah keraguan. Namun, nyatanya wabah bukan urusan pemerintah semata, tetapi juga kita sebagai spesies manusia yang memang menjadi faktor utama cepat atau lambatnya virus menyebar. Lalu, atas segala baik-buruk berita yang melingkupi vaksin, bagaimana cara terbaik dalam meresponnya?

Pun kemudian satu yang perlu sekali untuk diingat, bahwa ya, wabah bukan sekadar urusan individu, karena jelas-jelas keputusanmu mendampak padaku.

Daftar Referensi:

https://www.alodokter.com/informasi-berbagai-vaksin-covid-19-di-indonesia

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10221985702087963&id=1122760742

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10225263240744381&id=1122760742

https://www.instagram.com/p/CQ2_WFdB4X2/?utm_medium=copy_link

Seperti diajak menjelajah semesta sejak terciptanya ruang-waktu saat big bang terjadi hingga ditemukannya energi-besar-misterius yang melawan gravitasi namun tak berinteraksi dengan cahaya sehingga disebut sebagai dark energy. Begitulah sekilas ringkasan perjalanan yang dihadirkan oleh penulis dari buku ini. Siapapun pasti akan merasa amat kewalahan jika dihadapkan pada langit luas yang begitu megah nan elegan. Keluh kesah atas bisingnya dunia seketika lenyap tergantikan oleh keterpesonaan pada kehidupan dan ilmu yang digunakan untuk memahaminya. Maka memang benar kalimat-Nya, “…tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih…”

Daftar Referensi:

Buku:

Astrofisika untuk Orang Sibuk~Neil deGrasse Tyson

Al-Qur’an sendiri yang meminta kita menghayatinya. Al-Qur’an sendiri yang meminta kita memikirkan secara mendalam apa yang dikatakannya. Al-Qur’an sendiri yang mengklaim tidak ada hal bertentangan di dalamnya karena ia diturunkan dengan ilmu Tuhan semesta alam. Pun Al-Qur’an sendiri yang dengan sepenuh percaya diri—sudah terbukti selama lebih dari 14 abad dan akan terus begitu—menjamin tak akan ada perubahan dan tak akan ada yang mampu membuat-buat yang semisalnya.

Dengan berbekal pada perintah tadabbur, segmen ini terlahir kemudian. Dua ayat pilihan di tiap episodenya akan menjadi semacam inspirasi bagi arah obrolan kami. Yuk, ikut berkontemplasi :)

Daftar Referensi:

Al-Qur'an:

An-Nisa ayat 82;

Muhammad ayat 24;

Al-Fatihah ayat 6;

Thaha ayat 2