Share Pinter Politik
Share to email
Share to Facebook
Share to X
By Pinter Politik
5
11 ratings
The podcast currently has 435 episodes available.
Setelah lebih dari 10 tahun menanti, Indonesia akhirnya resmi mendaftar sebagai anggota BRICS. Kabar ini langsung disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Sugiono saat menghadiri KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada 22-24 Oktober lalu. “Kita bukan bergabung untuk berpihak pada blok tertentu, tetapi untuk berpartisipasi aktif di semua forum,” ujar Menlu Sugiono, menjelaskan alasan Indonesia bergabung dengan blok ekonomi yang dipimpin Xi Jinping dan Vladimir Putin itu.
Banyak pula yang bertanya-tanya tentang kemungkinan kecaman dari negara Barat. Dengan menjadi anggota BRICS, beberapa pihak memandang bahwa Indonesia bisa saja terkena sanksi atau tekanan dari Amerika Serikat.
Mari kita telusuri lebih dalam. Inilah dugaan kuat mengapa Prabowo berani membawa Indonesia bergabung dengan BRICS!
Gue pertama kali pindah ke Jakarta tahun 2019. Sebagai pendatang dari Surabaya, hanya satu pikiran gue soal Jakarta waktu itu. Macet dan semrawut. I’m not saying Surabaya is a better city. Surabaya juga jadi kota metropolitan dengan persoalan-persoalannya sendiri.
Muncul satu diskusi menarik tentang apakah posisi Presiden Republik Indonesia yang dinilai lebih tepat diisi oleh sosok dengan latar belakang atau silsilah bangsawan, ningrat, atau "darah biru" dibandingkan "rakyat biasa". Diskursus ini praktis menantang narasi egaliter bahwa siapa pun, terlepas dari latar belakang mereka, berhak menjadi pemimpin.
Nah, hal ini membawa kita pada penelusuran mengenai latar belakang para presiden Indonesia, terutama terkait dengan klaim bahwa hanya Soeharto dan Jokowi yang tidak memiliki "darah biru," sementara yang lain, seperti Soekarno, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memiliki jejak aristokratis, baik trah bangsawan atau keturunan kerajaan, agama, serta ksatria atau militer.
Penasaran seperti apa interpretasi mengenai pembahasan tersebut?
Pemilu Legislatif 2024 mungkin kalah seru dibandingkan dengan Pilpres-nya. I mean, we talk about Gemoy, debat yang saling serang, desak Anies, riuh ramai kampanye Ganjar-Mahfud, dan lain sebagainya. Kalau kata kami orang Timur: Seng ada lawan!
Kegagalan Partai Solidaritas Indonesia atau PSI untuk lolos ke parlemen pusat mungkin jadi salah satu topik yang menarik dalam beberapa waktu terakhir. Gimana enggak, sekalipun dipimpin oleh putra Presiden Jokowi lewat Mas Kaesang, nyatanya tak banyak membantu parpol yang kerap disebut netizen sebagai PDIP U-21 ini untuk lolos ke parlemen pusat.
Tahun 1400-an menandai periode penting di wilayah Kekaisaran Ottoman.Ini adalah periode ketika imperium Islam besar ini makin meluaskan pengaruhnya, salah satunya dengan menundukkan Konstantinopel.Ottoman kemudian menguasai jalur sutera perdagangan dari Eropa ke Asia.
Pada 15 Agustus 1945, setelah perang dan pendudukan kejam oleh Jepang, Korea Selatan meraih kemerdekaannya. Namun, tonggak monumental ini justru membuat kehidupan warga Korea Selatan semakin mencekam, utamanya akibat ancaman perang dengan Korea Utara. Bagi sebagian warga di sana, pasukan Amerika Serikat yang kemudian datang ke negara itu seakan hanya menggantikan posisi pasukan Jepang yang dipaksa hengkang dari daratan Korea Selatan karena kalah dalam Perang Dunia II.
Di tahun 1922, sebuah aksi mogok dilakukan oleh para pegawai pegadaian Ngupasan, Yogyakarta. Mereka memprotes karena gaji mereka diturunkan, sementara mereka juga harus mengerjakan “pekerjaan-pekerjaan kuli”. Pegawai yang tak terima dan memprotes, justru tak dihiraukan dan malah dipecat. Aksi mogok ini didukung oleh hampir semua organisasi dan partai politik, termasuk oleh Boedi Oetomo.
Di era Orde Baru, ada nama Ali Moertopo, yang menjadi perwira Kostrad kepercayaan Soeharto untuk memimpin satgas Operasi Khusus atau Opsus di Konfrontasi Indonesia -Malaysia. Ini jadi simpul kiprah perwira Kostrad di level tertinggi negara. Terdapat beberapa prestasi berupa operasi militer kontra insurjensi yang melibatkan Kostrad di era Orde Baru dan melahirkan perwira-perwira terbaik ya, seperti Umar Wirahadikusumah, Kemal Idris, Poniman, Wiranto, hingga SBY.
Pembangunan ekonomi Jakarta di era Orde Baru memang melahirkan gairah baru. Berbagai pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan lain sebagainya pun bermunculan. Di tahun 70-an ekonomi memang membaik, sehingga orang kemudian jadi punya uang membeli mobil dan kendaraan. Namun, selain kemacetan, ada satu masalah baru yang kemudian juga ikutan muncul.
Ya, masalah itu adalah parkir.
The podcast currently has 435 episodes available.
3 Listeners