Hingga saat ini tingkat kekerasan terhadap penyandang disabilitas baik perempuan dan anak di Indonesia terus meningkat. Penyandang Disabilitas, baik perempuan dan anak, adalah kelompok yang rentan terhadap kekerasan seksual. Menurut Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada Tahun 2019 setidaknya tercatat 69 kasus kekerasan seksual terhadap Penyandang Disabilitas. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Tahun 2021 Komnas Perempuan tercatat dari 77 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas, 42% di antaranya mengalami kekerasan seksual. Sedangkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2022 Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas (KBGD) yang dirilis oleh Yayasan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA) mencatat adanya 18 kasus kekerasan seksual perkosaan terhadap Penyandang Disabilitas.
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah mengakomodir kepentingan Penyandang Disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual dengan menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap Penyandang Disabilitas adalah bukan delik aduan, penambahan 1/3 masa hukuman bagi pelaku, dan penjaminan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas.
Sementara itu, sejak tahun 2022, Rutgers Indonesia bekerja sama dengan Universitas Pendidikan Indonesia berinisiasi memberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas sekaligus riset aksi di 7 sekolah luar biasa di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada tanggal 3 Desember, kita akan bahas bagaimana Implementasi Nyata Pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi Penyandang Disabilitas?
Kita akan perbincangkan bersama narasumber:
1. Deka Kurniawan - Wakil Ketua Komisi Nasional Disabilitas
2. Sofi Septiani Julaeha Nursaniah - Mahasiswi Jur. Pendidikan Khusus Univ Pendidikan Indonesia
3. Stella Rosita Anggraini - Penyandang Disabilitas Daksa
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke [email protected]