Bab 16 adalah bagian terakhir dari surat pertama rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Bagian ini berisi salam, harapan, dan nasihat singkat kepada saudara-saudara di kota itu. Rasul mengingatkan untuk menyisihkan rejeki secara rutin untuk membantu pelayanan orang-orang kudus. Ia juga menegaskan kembali agar jemaat selalu berjaga-jaga, berdiri teguh dalam iman, bersikap sebagai laki-laki (bertanggung jawab) dan tetap kuat. Selain itu, Paulus juga mengingatkan untuk melakukan semua pekerjaan dalam kasih dan mentaati orang-orang yang sungguh mengabdikan diri kepada pelayanan orang-orang kudus (ayat 13-15).

Bab ini menjawab hal yang menjadi pertanyaan warga kota Corinth saat itu yaitu tentang keadaan jiwa setelah kematian. Banyak orang Yunani percaya bahwa saat kematian terjadi, jiwa manusia yang bersifat kekal akan meninggalkan raga dan menjadi terpisah mengembara sendirian. Apakah jiwa ini akan menuju perhentian kekal? Apakah akan bertemu dengan jiwa-jiwa lain yang telah berpulang? Apakah akan melupakan semua pengalaman di dunia atau bagaimana? Disinilah Paulus mengingatkan warga kota bahwa iman akan kebangkitan ada dalam pusat inti iman Kristiani. Di awal bab, Paulus mengingatkan pendengarnya tentang Injil (kabar suka cita). Disinilah kabar suka cita itu, yaitu dimana kematian yang selama ini adalah misteri terselubung dan menjadi beban terberat manusia sejak dulu kala (Sirakh 49:1) telah disingkapkan. Paulus mengawali dengan fakta bahwa kebangkitan Kristus adalah sungguh nyata. Hal ini dibuktikan oleh para saksi yang begitu banyak dan sebagian masih hidup bahkan sampai saat Paulus berkotbah. Dan, oleh karena kebangkitan Kristus itulah yang membawa konsekuensi kebangkitan kita setelah kematian (ayat 12). Kristus sebagai awal, buah sulung kebangkitan dan sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya akan bersama dalam kerajaan Allah Bapa (ayat 23).

Bab ini diawali dengan pengulangan ajaran tentang karunia Roh. Paulus mengingatkan jemaat untuk mengejar kasih dan selalu mengusahakan untuk memperoleh berbagai karunia Roh. Namun demikian, mempergunakan berbagai karunia itu hendaknya dilakukan dengan tujuan untuk membangun Jemaat (Gereja, ayat 12). Sepertinya jemaat kota saat itu masih belum begitu teratur. Orang masih berbicara dalam waktu bersamaan tanpa menunggu gilirannya, terutama para wanita. Jemaat yang diurapi Roh seakan merasa lebih baik dari yang lain atau berlaku aneh dan sulit dipahami orang lain. Di sini Paul mendirikan urutan prioritas, memberikan keutamaan pada karunia-karunia yang paling menguatkan Gereja. Kebenaran agama tidak berdasar pada kenyataan bahwa pemimpinnya bisa menyembuhkan atau melakukan banyak mukjizat yang menarik banyak orang di stadium. Namun, bergantung pada ketaatan pada ajaran para rasul, yang ditemukan di dalam Gereja. Pada akhir bab, hal ini dinyatakan kembali dengan kalimat bahwa segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur (ayat 40).

Jalan yang lebih utama yang dimaksudkan Paulus di akhir bab 12 tak lain adalah jalan kasih. Sehingga di awal bab 13 ini, penjelasan tentang kasih sebagai kebajikan yang utama diperjelas oleh sang rasul. Saat jemaat di kota itu sangat mengagumi karya-karya Roh, Paulus mengingatkan kembali bahwa kemampuan untuk mengasihi adalah yang utama. Iman, harapan, dan kasih adalah tiga kebajikan utama dalam ajaran Kristiani. Tak ada kasih yang otentik tanpa iman dan harapan. Kasih mencapai kesempurnaanya saat kita berada di dalam Tuhan: Aku akan mengenal Dia seperti Ia mengenalku. Kasih musti bertumbuh melalui iman dan pengetahuan akan firmanNya, juga melalui harapan dan ketekunan selama kita mengikuti Yesus yang miskin, setia, dan sabar ditengah segala pencobaan.

Bab ini membahas tentang berbagai macam karunia yang diterima oleh jemaat. Meskipun karunia itu beraneka ragam, namun sumbernya adalah satu yaitu Roh Allah. Oleh karena Roh Kudus yang bekerja, sehingga orang bisa mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan (ayat 3). Ada orang yang diberi karunia berkata-kata dalam hikmat, seorang lagi berkata-kara dalam pengetahuan, ada yang memiliki karunia menyembuhkan, bernubuat, dsb. Walaupun berupa-rupa karunia, Roh yang satu dan sama yang bekerja dalam diri setiap orang sesuai kehendak Allah. Hal ini dipertegas di bagian kedua bab ini tentang penggambaran adanya banyaknya anggota badan manusia, tetapi semua bersatu dalam tubuh yang sama.

Bab ini diawali dengan ajakan untuk mengikuti jejak rasul Paulus, seperti halnya dia menjadi pengikut Kristus. Siapakah yang kau ikuti dalam hidupmu? Hendaknya ia yang mengarahkanmu kepada sumber hidup itu sendiri yaitu Yesus Kristus. Selanjutnya bab ini juga membahas tentang bagaimana jemaat hendaknya bersikap dan menampilkan diri saat berkumpul dan berdoa, semata untuk menghormati Allah yang maha suci. Ayat 24 menggambarkan tentang perjamuan baru yang dimeteraikan oleh darah Kristus dan ajakan untuk meneruskan hal ini sebagai peringatan akan kasih Yesus. Setiap kali jemaat menyantap roti ini dan minum dari cawan ini, jemaat memberitakan kematian Tuhan sampai datangNya nanti (ayat 26). Oleh karena santapan ini begitu istimewa, hendaknya tiap orang menguji dirinya terlebih dahulu (mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh).

Paulus berbicara tentang Israel sebagai suatu peringatan bagi umat beriman. Nenek moyang bangsa ini, yang mengikuti Musa melintasi laut, mereka semua berada di bawah perlindungan awan. Mereka dibabtis dalam awan dan dalam laut (ayat 2). Mereka juga minum dari batu rohani-batu karang yang adalah Kristus sendiri. Namun demikian, Allah tidak berkenan kepada sebagian besar dari kumpulan tersebut dan mereka tewas di padang gurun. Semua itu terjadi sebagai peringatan bagi umat beriman untuk tidak menginginkan hal-hal yang jahat di mata Tuhan seperti yang telah mereka perbuat. Hal ini juga peringatan supaya kita menghindarkan diri dari penyembahan berhala, percabulan, mencobai Tuhan, dan bersungut-sungut dalam hidup.

Paulus menjelaskan tentang hak dan kewajiban rasul di dalam bab ini. Ayat 16 mengatakan tentang tiadanya alasan untuk memegahkan diri bagi rasul saat mengabarkan Injil. Bahkan Paulus menyebut pemberitaan Injil sebagai suatu keharusan dan celakalah jika ia tak melakukannya. Lalu apa upah dari pekerjaannya itu? Pada ayat 18 disebutkan upah mewartakan Injil adalah bahwa rasul Paulus boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan ia bahkan tak menggunakan haknya sebagai pewarta Injil. Paulus mengatakan bahwa ia menjadikan dirinya hamba semua orang supaya ia boleh memenangkan sebanyak mungkin jiwa (ayat 19).

Bab ini diawali dengan pembahasan tentang ‘pengetahuan’ terhadap daging persembahan. Banyak dari jemaat yang ‘berpengetahuan’ tentang makanan persembahan berhala yang boleh disantap malah menjadi batu sandungan bagi saudaranya yang lemah hati. Ayat 8 menegaskan bahwa makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Namun, kita harus berjaga-jaga untuk tidak menjadi penghalang bagi saudara yang lemah hati. Jadi, bijaklah dengan ‘pengetahuan’ yang dimiliki supaya tetap bisa membangun siapa saja yang untuknya Kristus telah mati. Pengetahuan bisa membuat manusia menjadi sombong, tetapi kasih itu membangun (ayat 1).

Bab ini diawali dengan pembahasan tentang saran hidup selibat dan perkawinan. Jika memilih untuk menikah hendaknya suami dan isteri memenuhi kewajibannya masing-masing. Panggilan hidup dalam keluarga (perkawinan) memberi ruang untuk keselamatan para anggotanya. Seorang isteri beriman menguduskan suaminya, begitu pula suami yang beriman menguduskan isterinya. Bagian kedua berbicara tentang hidup dalam keadaan semula saat manusia dipanggil Allah. Paulus mengingatkan bahwa waktu begitu singkat. Hiduplah tanpa kekuatiran dan pusatkanlah perhatian pada perkara Tuhan (ayat 32) bukan perkara duniawi.