Apakah Sewa Apartemen di Taiwan masih Masuk Akal? Apartemen Ini jadi Pembicaraan karena “Keunikannya”
Mencari tempat tinggal atau sewa apartemen di Taiwan tidaklah mudah bagi mereka yang menetap di luar rumah atau pergi merantau. Berbagai pertimbangan menjadi alasan, khususnya terkait dengan harga dan lokasi tempat tinggal.
Jika sebelumnya ada sebuah kamar kos yang dianggap seperti penjara dan kurang manusiawi karena kamar tersebut sepertinya merupakan kamar mandi yang diubah menjadi sebuah kamar studio, kini ada sebuah apartemen yang juga menjadi pembicaraan.
Dalam sebuah postingan grup Facebook pencarian rumah di sekitar Taipei beberapa waktu lalu, ada sebuah apartemen luas yang diiklankan. Berdasarkan postingan tersebut, apartemen ini berukuran sekitar 4,5m x 8 meter yang cukup lapang dengan fasilitas unit tersendiri (studio) dilengkapi dengan kulkas, mesin cuci pribadi, dapur kering, rak sederhana, dan sebuah kamar mandi. Tidak hanya itu, karena berada di lantai 9, studio ini juga dilengkapi dengan lift. Harga yang ditawarkan juga masuk akal, yaitu NT$ 20.000, sehingga menarik banyak perhatian pencari tempat tinggal.
Namun, jika diperhatikan, kamar mandinya berada di balkon dan terbuka. Hal ini tentu membuat mereka yang melihatnya dengan seksama akan bertanya-tanya, bagaimana bisa membuang hajat atau mandi secara terbuka?
Menariknya, tak lama berselang setelah diposting, iklan apartemen studio ini pun tertulis “UNAVAILABLE” atau sudah tersewa.
Jika kamu sedang mencari tempat tinggal baru di sekitar Taipei, apakah apartemen seperti ini dapat menjadi opsi pilihan?
Apartemen "unik" di sekitar Taipei yang tetap laris meskipun tata letaknya membuat orang terkejut (foto: Facebook 大台北好好租屋)
Tidak hanya Brokoli! Sayuran Ini juga Anti Kanker dan dapat Dimakan Setiap Hari
Sebagian besar jenis-jenis sayuran mengandung fitokimia yang bermanfaat bagi kesehatan, dan banyak orang yang akan berpikir, bahwa sayuran tersebut adalah brokoli. Dokter Zhang Shiheng mengatakan sayuran allium antara lain bawang merah, bawang putih, daun bawang, dan daun bawang kaya akan berbagai sulfida organik dan fitokimia yang dapat menghambat sel kanker. Ia menyarankan agar masyarakat mengonsumsi sayuran seperti itu setiap hari.
Zhang Shiheng, seorang dokter UGD, mengatakan di kanal YouTube-nya bahwa sayuran allium termasuk bawang bombay, bawang putih, daun bawang, daun bawang, kaya akan berbagai sulfida organik dan fitokimia (seperti quercetin dan flavonoid) yang dapat menghambat sel kanker. Sebuah studi epidemiologi skala besar menemukan bahwa orang yang makan sayuran allium paling banyak setiap hari memiliki penurunan risiko kanker lambung, kanker kepala dan leher, kanker esofagus, kanker kolorektal, kanker paru-paru, kanker prostat, dan kanker payudara secara signifikan, mempunyai kemampuan mencegah dan melawan efek kanker lebih baik dibandingkan sayuran lainnya.
Mengenai daun bawang, katanya, daun bawang yang tersedia secara komersial terbagi menjadi hijau dan kuning. Yang terakhir adalah daun bawang yang kurang mendapat sinar matahari. Rasanya lebih manis, lembut dan empuk, tapi kepadatan nutrisinya tidak sebaik daun bawang hijau. Selain itu, dibandingkan dengan bawang putih, dan bawang bombay, daun bawang memiliki bau yang kurang menyengat, sehingga cocok untuk orang yang lebih takut dengan rasa pedas. .
Karena sayuran allium kaya akan sulfida, mulut orang cenderung berbau setelah memakannya. Zhang Shiheng menyarankan agar masyarakat memperbanyak makan makanan yang dapat menetralkan molekul sulfida, seperti lemon, ketumbar, susu, apel, teh, kopi, cuka sari apel, permen karet, dll yang dapat menghilangkan bau.
Brokoli dan bawang merupakan perpaduan sayuran yang sehat dan dapat mencegah kanker (foto: Fork in the Road)
Ayo, Ambil Lentera Imut di Pingtung! Gratis!
Lentera mini bertema tahun ular dari Kabupaten Pingtung, "Ping Xiao Long" resmi diluncurkan beberapa waktu lalu! Dengan desain yang terinspirasi dari bentuk telur ular yang lucu, lentera ini tidak hanya bisa menyala sebagai lentera biasa, tetapi juga bisa diisi air di bagian bawah untuk diubah menjadi boneka tumbler (tidak akan jatuh saat didorong). Berita baiknya, Pemerintah Kabupaten Pingtung telah mengumumkan jadwal pengambilan untuk masyarakat yang berminat.
Bupati Pingtung, Chou Chun-mi, menjelaskan bahwa lentera mini "Ping Xiao Long" tahun ini mengusung desain lucu dengan inspirasi dari telur ular, menampilkan karakter yang ceria dan hidup dan menggambarkan ular yang menetas dari telurnya. Lentera ini mudah dirakit dengan hanya meniupnya, ringan untuk dibawa, dan memiliki fungsi ganda. Ketika bagian bawah diisi air, lampion ini dapat berubah menjadi lampu malam. Desain multifungsi ini diprediksi akan menjadi item koleksi favorit masyarakat.
Jadwal pengambilan adalah sebagai berikut:
31 Januari (Hari Ketiga Imlek) dan 1 Februari (Hari Keempat Imlek): Mulai pukul 15.30 di stan layanan lentera Pingtung County Park, zona lampion Sungai Wannei, zona lampion Hakka, dan General House di Shengli New Village
Festival Lampion Pingtung 2025 akan berlangsung dari 11 Januari hingga 16 Februari, dengan waktu penyalaan lampion setiap hari mulai pukul 17.30 hingga 22.00. Tahun ini terdapat empat zona utama, yaitu Sungai Wannian, Pingtung County Park (Min Park), Shengli New Village, dan Zona Lentera Hakka
Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat mengunjungi situs web resmi Festival Lampion Pingtung 2025 atau mengikuti akun Facebook "Bupati Chou Chun-mi" (周春米縣長) "iPingtung" dan "Pingtung Amazing"
Lampion "Ping Xiao Long" khusus tahun 2025 di Pingtung mulai dibagikan (foto: UDN)
FAKTA UNIK – SEJARAH LEICHA
Kejayaan Teh Leicha : DIY Teh Leicha di Jalan Tua Beipu, Hsinchu
Jalan Tua Beipu yang terletak di Beipu, Kabupaten Hsinchu, adalah kota tua yang penuh dengan pesona sejarah. Karena Beipu adalah salah satu daerah yang lebih baru dikembangkan di Kabupaten Hsinchu, Anda dapat menemukan banyak peninggalan bersejarah di sini, seperti bangunan tua berbata merah, bangunan Hakka "Tu Di Cuo" (土埆厝), dan sanheyuan (三合院), menjadikannya salah satu jalan tua paling bersejarah di Taiwan. Saat Anda mengunjungi tempat ini, Anda dapat merasakan atmosfer budaya Hakka yang kental.
Bicara tentang budaya Hakka, Anda tidak hanya dapat melihat bangunan permukiman Hakka yang khas di sini, tetapi juga dapat menikmati hidangan khas Hakka yang lezat! Mulai dari bakpao Hakka, kue kesemek, kue ketan, hingga restoran masakan Hakka, semuanya ada di sini. Teh giling khas Hakka “leicha” memainkan peran penting dalam budaya minum teh Hakka karena teh ini merupakan hidangan tradisional untuk menjamu tamu. Ketika Anda mengunjungi Jalan Tua Beipu, Anda tidak hanya dapat menikmati leicha, tetapi juga dapat mencoba membuatnya sendiri! Kata "lei" (擂)berarti menggiling. Jadi, leicha adalah proses menumbuk daun teh dan biji-bijian lainnya, seperti kacang tanah dan wijen di dalam mangkuk giling keramik, lalu mencampurnya dengan air panas untuk dikonsumsi. Leicha adalah sejenis teh berbentuk bubur yang memiliki tekstur seperti milkshake. Leicha memiliki aroma teh, kacang tanah, dan wijen yang kuat dan dapat disajikan panas-panas maupun dingin.
Jika Anda memiliki kesempatan untuk mengunjungi Beipu, jangan lupa mencoba membuat leicha. Di sana, banyak toko yang menyediakan jasa DIY, bahkan menyediakan kue dan biskuit untuk dinikmati bersama leicha buatan Anda. Kegiatan ini sangat cocok bagi keluarga! Asyik, menyenangkan, dan lezat!
Aneka bahan untuk membuat minuman khas ala Hakka, Leicha (foto: 茶杯 飲品專賣店)
Sejarah Lei Cha dan Penyebarannya di Tiongkok Daratan
Menurut catatan sejarah, sejak zaman Dinasti Qin dan Han, masyarakat di wilayah Tiongkok Tengah telah memiliki tradisi mencampur daun teh dengan berbagai jenis makanan dan rempah-rempah untuk direbus atau diseduh sebagai minuman. Pada masa Dinasti Wei, Jin, hingga periode Dinasti Selatan dan Utara, kebiasaan memasak teh ini tersebar luas di seluruh Tiongkok. Namun, kebiasaan ini hampir sepenuhnya menghilang dari kehidupan masyarakat umum pada akhir Dinasti Yuan hingga awal Dinasti Ming, kecuali di kalangan suku Hakka, Yao, dan beberapa kelompok etnis minoritas di wilayah barat daya Tiongkok yang masih melestarikannya. Oleh karena itu, lei cha terutama ditemukan di wilayah Guangdong, Hunan, dan Fujian, dengan berbagai nama dan variasi isi.
Di wilayah Guangdong, lei cha memiliki ciri khas disajikan bersama produk olahan beras (nasi, beras yang dipanggang) dan lauk-pauk, sehingga dikenal sebagai lei cha fan (nasi lei cha). Selain menjadi makanan sehari-hari di rumah, hidangan ini juga sering digunakan untuk menjamu tamu. Komposisinya bervariasi sesuai musim dan pilihan bahan berdasarkan kondisi geografis setempat.
Ada satu cerita populer mengenai asal-usul lei cha: Pada masa Tiga Kerajaan, Jenderal Zhang Fei memimpin pasukan menyerang wilayah Wuling. Para prajurit terkena wabah penyakit, hingga seorang tabib menawarkan resep tradisional berupa teh mentah, jahe mentah, dan beras mentah yang ditumbuk halus lalu direbus untuk diminum. Hasilnya, para prajurit sembuh dari penyakit tersebut. Dari sinilah nama lei cha mulai dikenal. Cerita ini tidak hanya menyoroti khasiat luar biasa dari lei cha, tetapi juga sering digunakan sebagai cerita promosi saat memperkenalkan lei cha pada masa kini.
Aneka leicha yang disajikan di Taiwan (foto: Taiwan Times)
Lei Cha di Taiwan Timur Dibawa oleh Hakka Hepo
Meskipun lei cha hadir di wilayah Hakka, tidak semua komunitas Hakka memiliki tradisi meminum lei cha. Sebagai contoh, di Taiwan, komunitas Hakka yang berbahasa Si-xian dan Hailu (dua kelompok terbesar di kalangan Hakka) tidak memiliki kebiasaan meminum lei cha. Di Taiwan Timur, budaya lei cha dapat dipastikan dibawa oleh komunitas Hakka Hepo dari kampung halaman mereka.
Berdasarkan penelitian lapangan, komunitas Hakka Hepo sudah datang ke Hualien sejak masa pendudukan Jepang. Salah satu tokoh perwakilannya adalah Peng Pei-ji, yang berasal dari Guangdong. Pada masa mudanya, ia pernah pergi bersama warga sekampungnya ke Asia Tenggara untuk bekerja di tambang timah serta memanen getah karet. Di usia 20-an, ia membawa istri dan anak sulungnya meninggalkan kampung halaman, menaiki kapal menuju Taiwan pada masa pendudukan Jepang. Setelah tiba di Pelabuhan Keelung, ia menuju Fengtian, Hualien, untuk mengelola dan menanam tebu bagi orang Jepang.
Selama Perang Dunia II, ketika pabrik gula dibom oleh pasukan Amerika, ia mendengar bahwa ada lahan kosong di bagian selatan Hualien yang bisa digarap. Ia pun berpindah lagi ke daerah paling selatan Hualien, yakni Fuli, di area Xuetian. Sekitar tahun 1948, semakin banyak warga sekampung yang datang dan bergabung, membentuk komunitas yang relatif padat di satu jalan, yaitu Jalan Guangming, yang saat ini dijuluki "Jalan Hepo."
Karena bencana alam dan perang, pada periode 1947 hingga 1949, sejumlah besar komunitas Hakka Hepo bermigrasi ke Taiwan. Sebagian besar dari mereka tiba melalui pelabuhan Kaohsiung atau Keelung dengan kapal, kemudian berpindah-pindah dan menetap di berbagai daerah di Taiwan. Konsentrasi terbesar terdapat di Kota Pingtung, diikuti oleh Zhudong di Kabupaten Hsinchu. Selain itu, komunitas ini juga tersebar di Kota Kaohsiung, Kabupaten Hualien (kecamatan Ji’an, Shoufeng, Fenglin, Guangfu, Fuli), dan Kabupaten Taitung (kecamatan Beinan).
Untuk bertahan hidup, komunitas Hakka Hepo yang menetap di Taiwan Timur bekerja sebagai buruh atau petani. Mereka cenderung bermukim di daerah dengan kondisi hidup yang kurang baik, seperti Dafeng dan Dafu di Kecamatan Guangfu, atau Chulu di Kecamatan Beinan.