Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Voluntary Disclosure Program (VDP) sudah berakhir. Dengan capaian yang menggembirakan, yaitu nilai harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp594,82 triliun dan jumlah PPh yang disetorkan sebesar Rp61,01 triliun serta jumlah peserta yang mengikuti sebanyak 247.918 wajib pajak.
Nah, Pasca PPS – Bagaimana Seharusnya Kepatuhan WP? Ya, kepatuhan sukarela ini penting dan sejalan dengan sistem perpajakan kita, yaitu self-assessment. Kesadaran sejak mulai mendaftar karena memiliki penghasilan di atas PTKP. Kemudian menghitung sendiri besarnya kewajiban perpajakan dan memperhitungkan potongan atau pungutan pajak yang telah dilakukan oleh pihak ketiga. Dan pada akhirnya menyetorkan jika ada kekurangan pajak terutang serta melaporkan seluruhnya hal-hal tersebut dalam SPT Masa atau Tahunan dengan lengkap, jelas, dan benar.
Terkait PPS ini, mengutip dari Menteri Keuangan, ibu Sri Mulyani, pada saat siaran pers capaian PPS, “Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh wajib pajak, para anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), asosiasi-asosiasi usaha, perbankan, seluruh unit Kementerian Keuangan, awak media, ILAP, petugas pajak, dan semua pihak yang mendukung PPS sehingga dapat terlaksana sesuai yang diharapkan.” Perlu kita highlight di sini, “Diharapkan WP dapat melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya dengan benar.” Kepatuhan meningkat, penerimaan pajak akan optimal dan maksimal, sehingga bisa membiayai segala hal, yang diantaranya telah saya sebutkan sebelumnya, sehingga dapat berdiri sendiri dan utang pemerintah bisa berkurang dengan signifkan.
Pasal 12 ayat (1) UU KUP: Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Dengan data yang bersumber dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Ketiga serta adanya Automatic Exchange of Information dan EOI, dengan berakhirnya PPS ini, pengawasan dan penegakan hukum oleh DJP akan berdasarkan basis data yang lebih baik. Diharapkan dapat mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak juga semakin meningkat.
Keberadaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan memperkuat ruang kepada Wajib Pajak untuk senantiasa mengungkapkan dengan kesadaran sendiri, berdasarkan: Pasal 8 ayat (1): Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pasal 8 ayat (4): Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Sementara terkait kegiatan penegakan hukum, berdasarkan kesadaran sendiri Wajib Pajak dapat memanfaatkan: Pasal 8 ayat (3): Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu: - tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau - menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d, sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Serta berdsarkan pasal 44B: Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.