Karl Barth adalah salah satu pemikir Protestan terbesar abad ke-20. Tidak ada satu jalan untuk memahami pemikiran Karl Barth. Pada diskusi kali ini, admin Theovlogy Daniel Sihombing, yang tengah bergulat dengan pemikiran Barth dalam disertasinya, mencoba memberikan cara pembacaan yang ia tengah geluti sekarang ini. Bung Daniel mengetengahkan pemetaan alternatif kesarjanaan Barth modern, dan hasilnya adalah sebuah pembacaan menarik: pemikiran Barth terus berkembang! Anda tertarik dengan Barth? Silakan simak podcast kali ini! Semoga menjadi berkat. 

Tahun 2019 telah terjelang. Apa yang akan terjadi dengan teologi di tahun ini? Ke mana arah teologi? Apa yang penting untuk teologi kerjakan bagi kemajuan bangsa dan negara? Diskusi ringan kali ini akan menilik prospek dan tantangan teologi dari pelbagai sudut pandang. Semoga menjadi berkat!

Terkadang, teologi dan khotbah dipertentangkan satu sama lain. Para teolog menganggap khotbah sebagai tidak intelektual; para pengkhotbah menganggap teologi sebagai ilmu yang mengawang-awang. Dua dikotomi ini seharusnya tidak boleh dipertahankan. Bagi teolog besar Karl Barth, teologi adalah pewartaan--pemberitaan gereja tentang Yesus Kristus. Dengan demikian, khotbah yang baik seharusnya teologis, dan teologi yang baik seharusnya kerygmatic. Bagaimana menjembatani keduanya? Obrolan admin Theovlogy kali ini berupaya mencari jalinan antara keduanya. Semoga menjadi berkat untuk kita semua!

Sekalipun emansipasi gender telah diperkenalkan, namun kerap perempuan tetap ditempatkan sebagai warga kelas dua. Perempuan konon lebih cocok berperan di ranah domestik ketimbang sebagai policy maker. Gereja pun tidak luput dari cara pandang demikian.  Podcast kali ini akan diantar oleh Pdt. Titin Gultom, pendeta jemaat di Gereja Kristen Pasundan dan mahasiswi pascasarjana di Hanshin University, Korea Selatan. Menelisik perspektif Rosemary Radford Ruether, Eleanor McLaughlin, dan Letty M. Russell, Pdt. Titin Gultom menegaskan bahwa kepemimpinan feminis adalah kepemimpinan yang membebaskan, yang memperjuangkan kaum yang terabaikan. 

Benarkah eksistensi gereja hanya untuk mengantar orang memperkenalkan jalan keselamatan abadi kepada orang yang tidak percaya? Adakah panggilan yang lebih esensial? Kehadiran gereja tidak dapat tidak merupakan kehadiran politis. Maka, bagaimana seharusnya kiprah orang Kristen dalam kancah politik, khususnya menjelang Pemilu Presiden 2019?  Bersama Pdt. Dr. Victor Hamel, gembala Presbyterian Church di Maryland, USA, podcast kali ini akan mengupas masalah keprihatinan Kristen di tengah politik. Pdt. Victor Hamel menyelesaikan studi teologi di UKDW, Yogyakarta, dan doktor dalam bidang ilmu politik di Universitas Gadjah Mada di kota yang sama. 

Menurut Heup Young Kim, teologi terbelah antara pendekatan klasik (theo-logos) dan liberatif (kontekstual). Dalam pandangan Dr. Kim, Dao dapat menjadi alternatif, yaitu dengan meretas batasan dualistik antarkeduanya. Kim percaya bahwa dengan mengonstruksi teologi Kristen dengan tradisi Daoisme, maka teologi dapat menjangkau area yang lebih luas.  Theovlogy kali ini dipandu oleh Pdt. Parulian Sipayung, mahasiswa pascasarjana bidang teologi di Yonsei University, Korea Selatan. Simak percakapan inspiratif guna menumbuhkembangkan semangat intereligius di tengah-tengah konteks pluralisme modern. Semoga menjadi berkat!

Kajian interdisipliner merupakan tren pendekatan ilmu-ilmu humaniora. Tak terkecuali dalam disiplin teologi. Sejumlah teolog memanfaatkan sosiologi dalam konstruksi teologisnya. Apa pentingnya sosiologi bagi teologi? Pada diskusi kali ini, para admin, yang berlatar disiplin teologi, ingin melihat bagaimana sosiologi dapat memperkaya mereka dalam proyek teologis. Admin Theovlogy, Daniel Sihombing, Perdian Tumanan, dan Nindyo Sasongko, akan memantik diskusi. Silakan disimak, semoga menjadi berkat untuk kita semua. 

Di awal tahun 2019, menjelang Pemilu kemarin, suhu politik negeri kita memanas. Kubu mana pun pasti menggelorakan semangat nasionalisme, mencoba meyakinkan rakyat akan pentingnya cinta bangsa dan negara. Tanpa pretensi memihak salah satu kandidat, obrolan theovlogy kali ini mengajak memikirkan ulang nasionalisme.   Apa pentingnya berbicara nasionalisme bagi umat Kristen, dan bagaimana sumber-sumber teologi dipakai untuk berbicara tentang nasionalisme? Bagaimana seharusnya sikap orang Kristen dalam kancah politik negara? Tertarik? Simak obrolan pada admin Theovlogy!

Dalam dialog antariman, terdapat satu pendekatan yang muncul di kalangan Yahudi-Kristen-Muslim yang disebut Scriptural Reasoning, yaitu membaca bagian Kitab Suci bersama-sama pemeluk agama lain. Pembacaan ini tidak dimaksudkan bahwa semua pihak yang berdialog setuju dengan isi perikop itu. Yang lebih penting yaitu mencari kemungkinan interpretatif yang melintas batas-batas agama, untuk melihat dengan lebih jernih perbedaan-perbedaan antariman. Tujuannya yaitu bertumbuhnya rasa hormat dan kerja sama antarpemeluk iman.  Obrolan kali ini diampu oleh Rahmatullah al-Barawi, penggiat Young Interfaith Peacemaker Community, Yogyakarta. Obrolan yang sangat menarik!

Membaca Prolog Yohanes (Yoh. 1:1-18) bersama orang Kristen di ibadah adalah hal yang biasa.  Prolog Injil Yohanes menuturkan keutamaan Kristus atas ciptaan. Kristus adalah Pencipta, Sang Firman yang setara dengan Allah. Ia adalah Terang ilahi. Ia juga yang mewahyukan Sang Bapa. Demikian jika teks suci ini dibaca oleh umat Kristen. Namun, mungkinkah membaca teks Kristen ini bersama dengan seorang Sufi, ahli Tasawuf? Pada kali ini, admin Theovlogy memersilakan K. H. Yusuf Daud, seorang Sufi dan aktivis perdamaian yang berdomisili di Surabaya, membaca dan menafsirkan Prolog Yohanes. Bahkan Kyai Yusuf sampaikan, perikop ini merupakan kegemaran beliau. Akankah membawa kejutan bagi orang Kristen? Simak obrolan yang sangat menarik ini.